Nama : Hajar Riza Asyiyah
NIM : 120210302051
Mata
Kuliah : Sejarah Amerika
Kelas : B
KOLONISASI BANGSA EROPA DI AMERIKA
Perintis
kolonisasi di Amerika Serikat adalah Sir Humphrey Gilbert dan saudara tirinya
Sir Walter Raleigh. Mereka berdua adalah teman Richard Hakluyt dan Ratu
Elizabeth. John Smith, pendiri dari koloni Virginia, mengungkapkan bahwa Benua Baru yang kemudian dikenal sebagai Amerika Serikat
mendukung sekali sebagai tempat pemukiman baru yang sangat menjanjikan kekayaan
akan sumber daya alam.
Tahun 1600-an merupakan awal dari terjadinya gelombang imigrasi
dari Eropa ke Amerika Utara secara besar-besaran. Selama lebih dari tiga abad,
gerakan perpindahan penduduk ini tumbuh dari hanya beberapa ratus orang Inggris
menjadi berjuta-juta pendatang baru. Terdorong oleh motivasi yang kuat dan
berbagai alasan lainnya, mereka pun membangun peradaban baru di kawasan utara
benua tersebut.
Terdapat
sekelompok migrasi penganut agama dari Inggris ke benua Amerika berkaitan
dengan konflik dalam kehidupan agama di Inggris. Perpecahan hubungan antara
gereja di Inggris dengan Gereja Katholik Roma pada masa Henry Vin (1509-1547) telah mengubah tatanan keagamaan di
Inggris yang disusul dengan perubahan-perubahan kebijaksanaan yang dilakukan
oleh raja-raja seterusnya. Raja Edward VI (1547-1558) mencoba menerapkan
Protestanisme dalam kehidupan agama. Sedangkan anak Henry yang bernama Mary
(1553-1558) mencoba mengembalikan kehidupan agama Katholik di bawah pengaruh
Paus di Roma. Sedangkan Elizabeth I (1558-1603) mencoba mencari jalan tengah
antara ajaran Katholik dengan Protestan.
Sikap
Elizabeth ini sama dengan Henry VIII yang menempatkan Raja Inggris sebagai
pemimpin Gereja Inggris tetapi masih mengakui beberapa prinsip ajaran Katholik,
kecuali kepemimpinan Paus di Roma. Selama pemerintahan Mary, banyak penganut
Protestan meninggalkan Inggris menuju daratan Eropa untuk menghindari
penyiksaan. Ketika Elizabeth naik tahta tahun 1553, mereka kembali ke Inggris
dan menuntut agar sikap kompromi Ratu Elizabeth terhadap tradisi Katholik yang
masih dianutnya dihapuskan. Kelompok penganut Protestan "radikal"
yang kemudian dikenal dengan Puritan tersebut menginginakan adanya
reformasi dan pembersihan gereja Inggris dari pengaruh Katholik.
Puritan
sebagai aliran agama mendapat dukungan yang luas dari berbagai kalangan mulai
dari orang-orang Inggris yang tidak puas dengan keadaan sosial saat itu seperti
pengangguran, perampasan tanah akibat esclosure, serta para pedagang dan
kaum aristokrat yang mengalami kesulitan ekonomi akibat inflasi. Dalam
menjalankan kehidupan agamanya, mereka menghendaki pentingnya memelihara
ketertiban dalam beragama dan kehidupan sosial. Para penganutnya percaya bahwa
Puritan bukan hanya mampu menjelaskan pengalaman-pengalaman religius
penganutnya melainkan juga bisa dijadikan alat untuk memecahkan masalah-masalah
sosial. Karena rasa tidak puas dengan kondisi di Inggris tersebut sebagian
penganut Puritan memilih berimigrasi ke benua baru Amerika, terutama New
England. Dengan demikian, migrasi orang-orang Inggris ke Amerika bukan hanya
disebabkan karena daya tarik Amerika melainkan juga rasa tidak puas warganya
terhadap situasi di Inggris.
Para
pembangkang Protestan yang tidak setuju dengan Gereja Anglikan di Inggris
sebenarnya terbelah menjadi dua kelompok, yaitu Separatist dan Puritan (non
separatis). Walaupun kedua aliran tersebut sepakat mengenai aspek-aspek penting
dalam kehidupan agama, keduanya memiliki perbedaan pandangan mengenai kedudukan
gereja. Aliran Puritan, yang lebih moderat dan memiliki jumlah pengikut lebih
banyak, percaya bahwa Gereja Inggris merupakan gereja yang "benar"
walaupun masih perlu direformasi. Menurut para pendukungnya, adalah penting
bagi seorang Kristen untuk tetap menjalin hubungan dan beribadah di gereja Inggris
(Anglikan) untuk meningkatkan upaya reformasi mereka. Sedangkan menurut
penganut Separatis, beribadah di gereja Anglikan merupakan perbuatan dosa,
karena itu penganutnya hanya boleh beribadah di gerejanya. Dalam kehidupan
religi, pengaruh Puritan nampak lebih besar pada kehidupan agama dan politik di
New England.
Pemandangan pertama bagi orang-orang yang saat itu tiba
di tanah baru adalah panorama hutan lebat. Para pendatang ini pasti sulit
bertahan hidup kalau saja tidak dibantu oleh orang-orang Indian ramah yang
mengajari mereka cara bercocok tanam tumbuhan sli daerah itu seperti labu, labu
siam, buncis, dan jagung. Selain itu, kawasan hutan perawan sangat luas
membentang hampir 2.100 kilometer sepanjang tepi pantai Timur menyediakan
banyak binatang buruan dan kayu api. Kawasan ini juga berkelimpahan bahan
mentah untuk membangun rumah, perabotan, kapal-kapal, dan beraneka barang yang
menguntungkan untuk diekspor.
A.
Awal Kolonisasi Amerika Utara
Kolonisasi
awal Amerika Utara oleh Inggris mulai lebih intensif sejak pemerintah dipegang
oleh Raja James I (1603-1625) yang berasal dari keluarga Stuart. Untuk
mempermudah kaum kolonis memperoleh wilayah di Amerika Utara, Raja James I
mendekati kembali Spanyol dan mengadakan perjanjian damai tahun 1604. Setelah
perjanjian tersebut, Inggris mulai menata kembali rencananya mengenai
kolonisasi atas Virginia. Didorong oleh kepentingan ekonomi, dua kelompok
pedagang yaitu Virginia Company dan Virginia Company of Plymouth meminta raja
Inggris untuk mendirikan perusahaan pasar modal untuk membiayai kolonisasi
Amerika Utara. Setelah itu berbondong-bondong kaum migran dari Inggris
mendatangi benua baru tersebut. Namun demikian, karena ganasnya alam Virginia
dan tidak cocoknya iklim di sana menyebabkan ribuan kaum migran mati.
Pada
tahun 1622 tercatat 6000 migran mati dari 8000 yang sudah bermukim di sana.
Kematian tersebut ternyata tidak menyurutkan kaum pionir, kaum imigran pekerja
keras, untuk terus mencari sumber daya alam bagi keuntungan komersial.
Percobaan John Rolfe di bidang tanaman tembakan tahun 1622 ternyata membuahkan
hasil. Setelah dikembangkan bertahun-tahun, akhirnya Virginia menjadi daerah
koloni yang sangat subur bagi produksi tembakau dan mampu meningkat ekonomi
koloni tersebut.
Model
kolonisasi awal Amerika Utara, selain atas sponsor pemerintah Ingeris juga
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dagang yang mencari komoditi ekspor.
Virginia dan Massachussetts merupakan contoh dari dua daerah koloni yang
dikembagkan oleh perusahaan-perusahaan swasta yang juga mendapat sponsor dari
Raja Inggris. Para imigran kaya yang juga pengusaha berani mengeluarkan biaya
dalam jumlah besar untuk mengongkosi para pekerja dari Inggris. Mereka
mendirikan pusat-pusat pemukiman kaum migram yang kemudian menjadi
daerah-daerah koloni yang memiliki model pemerintahan sendiri.
Pusat-pusat
pemukiman seperti New Hampshire, Maine, Maryland, Carolina, New Jersey dan
Pensylvania, adalah kepunyaan para pengusaha yang berasal dari kalangan
bangsawan kaya yang menyewa tanah tersebut dari raja Inggeris dengan bayaran
yang sangat rendah atau hanya bersifat lambang saja. Misalnya Lord Baltimore
hanya memberikan dua buah anak panah kepada raja setiap tahunnya dan william
Penn hanya memberikan dua lembar kulit binatang.
Dengan
karakteristik daerah koloni dan asal usul yang berbeda-beda namun memiliki
persamaan dalam hal dibangun oleh kaum imigran para pertengahan abad ke-17
telah terbentuk tiga belas daerah koloni di Amerika Utara, yaitu New Hampshire,
Massachusetts, Rhode Island, Connecticut, Delaware, New York, New Jersey,
Pennsilvania, Maryland, Virginia, North Carolina, South Carolina dan Georgia.
Ketiga belas daerah koloni tersebut menjadi cikal bakal terbentuknya Amerika
Serikat tahun 1776 setelah meletusnya revolusi yang digerakkan oleh kaum
kolonis.
Berbagai
motivasi orang-orang Eropa bermigrasi ke benua baru Amerika pada abad ke-16.
Motivasi agama, seperti yang dijelaskan di atas merupakan faktor penting.
Selain dari Inggris, banyak juga orang-orang Jerman dan Irlandia bermigrasi ke
Pennsylvania dan North Carolina berusaha mencari kebebasan agama. Demikian juga
dengan faktor politik. Banyak orang-orang dekat kerajaan dari kalangan
aristokrat yang tidak setuju dengan kesewenang-wenangan Raja Charles I tahun
1640-an meninggalkan Inggris menuju Virginia. Faktor ekonomi bekaitan dengan
banyaknya kaum imigran yang berlatarbelakang ekonomi tidak mampu di Inggeris
dan belahan Eropa lainnya berusaha mencari kehidupan yang lebih baik di
Amerika. Bagi mereka yang tidak mampu membayar biaya perjalanannya akan
ditangngung oleh perusahan yang kelak akan mempekerjakan mereka di negeri baru.
Sebagian di antara mereka juga adalah tawanan di Inggris dan kelak menjadi
pelayan kontrak di Amerika. Imigran setengah budak Eropa tersebut menjadi
pemukim koloni-koloni Amerika setelah mereka dibebaskan oleh majikannya
menyusul selesainya masa kontrak mereka.
Ketiga
belas daerah koloni baru di Amerika tersebut didirikan oleh kaum kolonis dalam
jumlah kecil pada awal abad ke-17, seperti berikut:
- Virginia dan Maryland
Koloni Inggris yang pertama didirikan di Amerika Utara
adalah Jamestown. Koloni ini yang kemudian berkembang menjadi Viriginia.
Virginia adalah nama yang diberikan untuk menghormati ratu Inggris pada waktu
itu – Elizabeth (the virgin queen). Nama Virginia diberikan Elizabeth untuk
memberi nama sebuah daratan yang tak tentu namanya di Amerika Utara yang
berbatasan dengan Laut Atlantik. Sepanjang pantai ini penanam modal Raleigh
berniat untuk memulai upaya-upaya kolonisasinya. Terdapat dua kelompok saudagar
yang berminat, yang satu terletak di Plymouth dan satunya di London.
Pada tahun 1606, saudagar yang berada di London-lah yang
mendapat sebuah piagam dari Raja James I untuk membangun koloni di antara garis
lintang ke-34 dan 38. Dengan mengambil contoh EIC, mereka tidak bermaksud untuk
membangun sebuah perkampungan pertanian melainkan yang dibangun adalah pos
perdagangan. Untuk itu maka berniat untuk mengirim hasil industri Inggris
ditukar dengan Indian, dengan cara seperti itu mereka berharap membawa kembali
barang dagangan Amerika atau memproduksi dengan buruh dari pekerja mereka
sendiri.
Ekspedisi pertama mereka dengan tiga kapal kecil yang
membawa 120 orang berlayar menuju Teluk Chesapeake dan naik ke atas Sungai
James di musim semi pada tahun 1607. Para kolonis – sebagian besar teridiri
dari para petualang yang gagah berani dan sangat sedikit diantara kolonis tadi
mereka yang berniat menjadi pekerja – mengalami kesulitan-kesulitan sejak
mereka mendarat dan mulai membangun perkampungan di Jamestown. Kelompok yang
terdiri dari orang-orang kota dan para petualang ini lebih tertarik untuk
mencari emas, menumpuk kayu, aspal, ter, bijih besi daripada harus
berladang/bertani. Kelompok ini tidak
dilengkapi dengan temperamen dan kemampuan untuk menjalani hidup di alam liar.
Di antara mereka, Kapten John Smith, tampil sebagai sosok yang
dominan sekali pun ada pertengakaran demi pertengkaran, kelaparan, orang Turki,
dan bahkan orang-orang Indian.
Pada tahun 1609, setelah John Smith kembali dari Inggris,
dan sepeninggalnya, koloni itu menjadi kacau. Selama musim dingin tahun
1609-1610, sebagian penduduk tewas akibat kelaparan dan penyakit. Dari total
penduduk Jamestown yang berjumlah 500 orang hanya tersisa 60 orang yang mampu
bertahan hidup pda bulan Mei 1610. Namun tidak lama kemudian terjadilah
perkembangan yang merombak Virginia. Pada tahun 1612, John Rolfe mulai menyilangkan benih tembakau dari India
Barat dengan perdu asli Amerika dan menghasilkan jenis baru yang cocok dengan
selera orang Eropa. Pengiriman tembakau ini pertama kali mancapai London pada
tahun 1614. Dalam tempo sepuluh tahun, tembakau menjadi sumber pernghasilan
terbesar Virginia.
- Massachussetts
Selama pergolakan agama pada abad
ke-16, sebuah kelompok yang terdiri dari lelaki dan wanita yang menyebut diri
mereka kaum Puritan mencoba mengubah
Gereja Negara Inggris dari dalam. Pada hakikatnya mereka menuntut agar tata
cara ibadah dan susunan gereja yang mengacu pada Katolik Roma diganti dengan
bentuk kepercayaan dan ibadah Protestan yang lebih sederhana. Ide reformis mereka
yang berupa penghancuran kesatuan negara gereja telah mengancam memecah belah
masyarakat dan merongrong kekuasaan kerajaan.
Di tahun 1607, sekelompok kecil kaum
separatis – sekte Puritan radikal yang tidak percaya Gereja Negara dapat
direformasi memisahkan diri ke Leiden, Belanda, tempat mereka mendapatkan suaka
dari penguasa di sana. Namun kaum Calvinis Belanda memanfaatkan mereka untuk
menjadi pekerja kasar dengan bayaran murah. Beberapa anggota perhimpunan agama
ini menjadi tidak puas dengan perlakuan diskriminatif ini dan memutuskan untuk
bermigrasi ke Dunia Baru.
Di tahun 1620, sekelompok kaum Puritan Laiden mendapat
sebuah hak paten dari Virginia Co. Maka, sebuah kelompok berjumlah 101 orang
yang terdiri dari laki-laki, wanita, dan anak-anak berlayar ke Virginia dengan
kapal Mayflower. Badai mengirim kapal itu jauh ke utara hingga mereka mendarat di Cape Cod, New England.
Yakin bahwa mereka di luar kekuasaan mana pun, mereka menyusun perjanjian resmi
untuk berpegang kepada ‘hukum yang adil dan setara’ yangdi buat oleh para
pimpinan yang mereka pilih sendiri. Perjanjian ini adalah Mayflower Compact (Kesepakatan Mayflower).
Kehidupan
Kaum Pilgrim (Pilgrim = Peziarah)
Gambaran
tentang Kaum Pilgrim diberikan oleh Edward Winslow dalam surat yang Ia tulis sesaat setelah Ia mendarat. Ketika
musim dingin yang pertama di New England, istri Winslow meninggal. Dua bulan
kemudian, Ia kemudian menikah dengan Susannah
White, yang juga telah menjanda pada periode yang sama. White adalah
wanita pertama yang melahirkan di New England, dan pernikahan Winslow dan White
adalah pernikahan pertama di wilayah tersebut. Winslow terpilih menjadi
gubernur beberapa kali karena Ia sangat ahli dalah bernegosiasi dengan pemimpin
suku Indian Masassoit. Pada awalnya hanya terdapat tujuh rumah dan empat
diantaranya digunakan untuk perkebunan. Pada musim semi terakhir seluas 20 acre
dipakai untuk ditanami jagung Indian, untuk menyemai gandum dan kacang polong
seluas 6 acre, dan menurut cara orang Indian, tanaman diberi pupuk ikan hering
atau shad (semacam ikan laut). Kehidupan kaum pilgrim waktu itu sangat
berlimpah kesenangan.
Di bulan Desember, kapal Mayflower
mencapai pelabuhan Plymouth. Di tempat inilah kaum Pilgrim sepanjang musim
dingin membangu pemukima mereka. Nyaris
separuh dari mereka tewas karena udara dingin dan penyakit. Gelombang baru
imigran segera berdatangan di Pantai Teluk Massachussetts pada tahun 1630.
Bekal mereka adalah mandat dari Raja Charles I untuk membentuk sebuah koloni.
Banyak dari mereka adalah kaum Puritan yang praktek keagamaannya semakin
dilarang di Inggris. Pemimpin mereka, John Winthrop, secara terbuka menyatakan
ingin mendirikan “sebuah kota di atas bukit” di Dunia Baru. Dengan
pernyataannya, ia memaksudkan sebuah tempat kaum Puritan akan hidup dengan
peraturan ketat yang sesuai dengan kepercayaan mereka.
Koloni
Teluk Massachussetts memegang peranan penting dalam perkembangan di seluruh
kawasan New England. Keberhasilannya adalah karena Winthrop dan rekannya sesama
kaum Puritan berhasil menerapkan anggaran dasar mereka di san. Dengan demikian,
kekuasaan atas pemerintahan di koloni ini berada di Massachussetts, bukan di
Inggris.
- Rhode Island
Tidak semua orang menyukai hukum
kolot dan kaku dari kaum Puritan. Salah seorang yang pertama kali berani menentang
Pengadilan Umum secara terbuka adalah pendeta muda Roger Williams. Ia keberatan
atas perampasan tanah suku Indian yang dilakukan secara semena-mena oleh pihak
koloni dan hubungan koloni dengan Gereja Inggris.
Setelah dibuang dari Teluk
Massachussetts William membeli sebidang tanah dari suku Indian Narragansett di
kawasan yang kemudian dikenal dengan nama Providence, Rhode Island, pada tahun
1636. Di sinilah ia mulai membangun koloni Amerika pertama yang benar-benar
memisahkan gereja dari negara, di mana kebebasan beragama dipraktekkkan.
- Connecticut, New Hampshire, Maine
Williams yang disebut pembangkang
ini bukan satu-satunya yang meninggalkan Masschussetts. Kaum Puritan Ortodoks
yang berupaya mencari lahan dan keberuntungan lebih baik, segera mulai
meninggalkan Koloni Teluk Massachussetts. Kabar tentang kawasan subur di Lembah
Sungai Connecticut, misalnya, telah menarik minat kaum petani yang mengalami
masa sulit dengan tanah tandus. Pada awal tahun 1630-an, banyak orang yang
berani menghadapi bahaya serangan suku
Indian demi mendapatkan tanah subur dan rata. Kelompok-kelompok baru ini tidak
menjadikan keanggotaan gereja sebagai prasyarat untuk bisa memberikan suara.
Maka, makin banyak orang yang pindah ke wilayah tersebut.
Pada
saat yang bersamaan, pemikiman-pemukiman lain mulai tumbuh di sepanjang pantai
New Hampshire dan Maine, saat kian banyak imigran yang berdatangan mencari
tanah dan kebebasan yang tampaknya ditawarkan oleh Dunia Baru. New Hampshire
dan Maine kemudian menjadi milik terpisah antara Kapten John Mason dan Sir
Fernando Gorges, ketika pada tahun 1629 mereka membagi sepanjang Sungai
Piscataqua dari Dewan untuk New England.
Massachussetts Bay Co. kemudian berniat meluaskan wilayahnya ke utara tetapi
kasusnya kalah melawan ahli waris baik dari Mason maupun Gorges di pengadilan
tinggi di Inggris. New Hampshire kemudian pada tahun 1679 diatur sebagai
propinsi tersendiri. Maine, keluarga Gorges menjual hak mereka , dan menyisakan
sebagian massachussetts sejak 1691 sampai
diakui bergabung ke dalam Union sebagai negara bagian pada tahun 1820.
- New England
New England adalah nama yang
diberikan oleh Kapten John Smith, yang telah menjelajahi pantai tersebut dan
menerbitkan sebuah laporan, termasuk mengambarkan petanya. Hak untuk menguasai
wilayah tersebut telah berlalu bagi kelompok pedagang Plymouth pada waktu yang
bersamaan (1606) kelompok London mendapatkan keuntungan dari kolonisasi di
Selatan. Setelah usaha bertanam di muara
Sungai Kennebec gagal, perusahaan Plymouth mereorganisasi sebagai Dewan atas
New England, suatu badan hukum dalam real estate daripada sekedar memajukan
perdagangan. Dewan tersebut memindahkan tanah-tanahnya menjadi milik individual
dan perusahaan-perusahaandalam serangkaian dana bantuan yang tumpangtindih dan
membingungkan. Hal ini, tetap atau berubah tergantung dana bantuan langsung
dari Raja, asal saja dasar untuk semua koloni yang muncul di New England –
Massachussetts (termasuk Plymouth dan Maine), Connecticut, Rhode Island, serta
New Hampshire.
Sebagian besar dari penduduk koloni
New England dan hampir seluruh koloni adalah kaum Puritan, yang mempunyai motif
keagamaan kuat yang sama kuatnya dengan motif ekonomi waktu meninggalkan
inggris untuk bermukim di seberang lautan.
- The Carolinas dan New York
Enam dari tiga belas koloni terakhir
berasal sebelum perang saudara di Inggris pada tahun 1640-an, yang menghentikan
kegiatan kolonisasi di luar negeri. Kemudian pada tahun 1660 Charles II kembali
dari pengasingannya untuk memerintah sebagai Raja Merry dan mendapat hadiah
sebagai orang istana yang agung di Dunia Baru. Ia tidak hanya diakui dengan
piagam kerajaan, tetapi juga diberikan kepadanya koloni tambahan: Carolina
Utara, Carolina Selatan, New York, New Jersey, Pennsylvania, dan Delaware.
Carolina (menurut bahasa Latin
Carolinus, berarti Charles), sebagian diperoleh seperti Maryland yang
diperoleh dari daerah Virginia, dihadiahkan oleh Charles II
untuk suatu kelompok dari delapan kelompok favoritnya, para politikus
terkemuka, diantara dari mereka yang paling aktif dalam urusan-urusan Carolina
adalah Anthony Cooper, Lord Ashley. Di
dalam piagam berturut-turut tahun 1663 dan 1665 delapan orang ini menerima hak
bersama atas seluruh wilayah yang berada di antara garis lintang 29’ dan 36’
30’. Seperti halnya Lord Baltimore di Maryland, mereka berharap memperoleh
keuntungan sebagai tuan tanah dan spekulan tanah, menjual atau menghadiahkan
lain-lain dalam bidang kecil, dan menarik pembayaran tahunan. Terdapat dua
areal pemukiman yang terpisah, satu di utara dan satunya lagi di selatan
Semenanjung Fear. Setelah dua wilayah
diperlakukan sebagai satu koloni, dengan gubernur yang sama, pada akhirnya
pemilik modal menjadikan sebagai koloni terpisah pada tahun 1712, masing-masing
dengan gubernur yang berbeda sebagai pemiliknya.
Carolina Utara dan Carolina Selatan mempunyai
karakteristik dan sejarah yang agak berbeda.
Penghuni pertama di Carolina Utara berasal dari tanah koloni lain-sedikit dari New England,
sebagian besar berasal dari Virginia. Perintis ini menunjukkan tanda-tanda
lalai oleh si pemilik, yang telah memberikan perhatiannya ke separuh selatan
dari miliknya. Di Carolina Selatan pemiliknya melihat kepada pembangunan kota Charleston, dengan
dermaga, benteng, rumah-rumah yang baik,
dan jalan-jalan yang lebar. Beberapa dari pemimpin-pemimpin awal koloni dan
beberapa penduduk pertamanya berasal dari perkebunan tebu yang mengalami
kemunduran di India Barat Inggris, khususnya Barbados. Perkebunan yang makmur dibangun di tanah daratan,
dan jumlah penduduk tumbuh lebih cepat di sini dibandigkan di utara Tanjung
Fear.
Pada
tahun setelah penghadiahan Carolina Charles II dilimpahi seluruh wilayah yang
terbentang antara Connecticut dan Sungai Delaware oleh saudaranya Duke of York
tahun 1664 (setelah itu Raja James II).
Sebagian besar dari daratan ini agaknya menjadi milik Massachussetts Bay
Company atas atas hadiah perusahaan laut ke laut. Seluruh kawasan telah diklaim
oleh Belanda, yang telah menanamkan beberapa poin strategis di dalam kawasan
tersebut.
Republik
Belanda, setelah berhasil mencapai kemerdekaan dari Spanyol, segera membangun
karirnya dalam perdagangan luar negeri dan mebangun kekaisaran di Asia, Afrika,
dan Amerika. Untuk memperoleh keabadian dalam beberapa urusan, Perusahaan India
Barat Belanda mulai membangun perkampungan, mengangkut seluruh keluarganya
dalam sebuah perjalanan sampai yang disebut New Netherland pada tahun 164, dan
kemudian menawarkan model’patron’ yang akan membawa lebih banyak imigran guna
bekerja di tanah tersebut. Membangun koloni New Netherland.
Di bawah sistem patron, setiap
pemegang saham atau patron yang dapat membawa 50 orang dewasa ke lahannya dalam
jangka waktu empat tahun, akan mendapat tanah sepanjang 25 kilometer di tepi
sungai, hak eksklusif untuk memancing dan berburu, dan kekuasaan hukum perdata
serta pidana di tanahnya. Sebagai imbalannya, ia menyediakan ternak, alat
pertukangan, dan bangunan. Para penyewa mesti membayar sewa dan memberi pilihan
pertama kepada sang patron untuk membeli kelebihan panen.
Lebih jauh lagi ke arah selatan,
sebuah perusahaan dagang Swedia yang punya ikatan dengan Belanda berupaya
membangun hunian pertamanya di sepanjang
tepian Sungai Delaware tiga tahun kemudian. Tanpa sumber kekayaan untuk
mengukuhkan posisinya, New Sweden dengan cepat terserap ke dalam New
Netherland, dan kelak ke dalam Pennsylvania dan Delaware.
Teluk Massachussetts bukan
satu-satunya koloni yang digerakkan oleh motif agama. Di tahun 1681, William
Penn, seorang Quaker yang kaya raya dan merupakan teman Raja Charles II,
menerima hibah tanah luas di sebelah barat Sungai Delaware, yang kelak dikenal
sebagai Pennsylvania. Untuk membantu mengisi kawasannya, Penn aktif merekrut
orang-orang yang telah memisahkan diri dari gereja resmi di Inggris dan Eropa.
Mereka adalah penganut Quaker, Mennonite, Amish, Moravian, dan Baptis. Ketika
Penn tiba tahun berikutnya, sudah ada penghuni Belanda, Swedia, dan Inggris
yang tinggal sepanjang tepi Sungai Delaware. Di sinilah ia mendirikan
Philadelphia, ‘Kota Persaudaraan’.
Saat menjalankan kepercayaannya,
Penn digerakkan oleh naluri persamaan hak yang sering tidak ditemukan di
koloni-koloni lain di Amerika pada masa itu. Maka, kaum wanita di Pennsylvania
sudah mempunyai hak-hak jauh sebelum wanita di bagian lain Amerika. Penn dan
para pembantunya juga sangat memperhatikan hubungan baik koloni dengan suku
Indian Delaware, dengan memastikan suku Indian dibayar untuk setiap lahan yang
dihuni oleh orang-orang Eropa.
- Georgia
Georgia adalah koloni terakhir yang kemunculannya sangat
unik. Koloni ini dibangun bukan atas badan hukum,bukan atas kepemilikan, bukan
dituntutn untuk tujuan mencari keuntungan, dan juga bukan dimaksudkan sebagai
tempat pembuangan orang-orang picik. Tujuan utamanya adalah sebagai tempat
untuk memenjarakan orang-orang Inggris yang berhutang, dan untuk membangun
benteng pertahanan guna melawan orang-orang Spanyol yang berada di selatan
daerah perbatasan Inggris Amerika.
Piagam dari George III (1732)
memindahkan tanah di antara Savannah dan Sungai Altamaha kepada pemerintahan
Jenderal James Oglethrope dan wakilnya untuk periode 21 tahun.. Kebijakan di koloni ini adalah untuk memenuhi kebutuhan
akan keamanan militer. Dan koloni ini
dijaga agar kondisinya tetap. Maka, orang-orang Negro dan budak dilarang masuk
ke koloni ini, dan juga orang-orng Katolik Roma, guna mencegah bahaya yang ditimbulkan oleh situasi pada
masa-masa perang, dan persekongkolan
dengan musuh. Perdagangan
dengan orang Indian pun diatur secara ketat, rum dilarang, untuk mengurangi
masalah dengan Indian.
Koloni
yang berdekatan dengan Florida ini, atau malah mungkin masuk tapal batas
Florida yang diduduki Spanyol, dipandang sebagai tameng terhadap penyerbuan
Spanyol. Namun Georgia juga kualitas unik yang lain: Jendral James Oglethrope
yang memipin benteng Georgia adalah seorang tokoh pembaharu yang sengaja
membuat tempat penampungan di mana kum miskin dan para mantan narapidana diberi
kesempatan baru.
Sebelum
dua puluh satu tahun dari masa perwalian berakhir, aturan melawan perkebunan
besar, budak, dan rum dihapuskan, dan setelah 1750 Georgia telah berdiri di
sepanjang garis yang sejajar dengan Carolina Selatan.
Kehidupan Politik Kaum Kolonis (1689-1763)
Pemerintahan yang berlangsung di daerah
koloni Amerika Utara dapat dilihat dalam tiga tingkat yang berbeda, yaitu di tingkat
distrik atau wilayah (counties and townships), di tingkat koloni dan di
tingkat politik imperium. Hubungan kekuasaan di antara tingkat tersebut
menampilkan pola yang unik dalam kehidupan politik pemerintahan. Walaupun
institusi politik di setiap koloni berbeda-beda, semua koloni menunjukkan sikap
penolakan yang sama terhadap kekuasaan negara induk di Inggeris. Gaya
pemerintahan yang diadopsi dari Inggeris digunakan untuk menentang dominasi
Inggeris atas urusan kaum kolonis di Amerika. Percaturan politik antara ajaran
yang dibawa dari Inggris dengan praktek politik di daerah koloni mencapai
puncaknya dalam pembentukan model ideologi politik gaya Amerika.
Pada sebagian besar daerah koloni, pemerintah
lokal merupakan aspek yang paling
penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Model pemerintahan
lokal yang dibawa dari Inggris oleh para pemukim pertama tersebut menyebar ke
seluruh daerah koloni. Pejabat-pejabat lokal koloni merupakan tokoh politik
utama dalam penyelenggaraan daerah koloni. Mereka dapat mengenakan pajak,
mengawasi lalu lintas jalan raya serta tempat-tempat hiburan (taverns). Sebagian
besar warga sangat menggantungkan pada peran tokoh-tokoh lokal ketika
berhadapan dengan aturan yang dikenakan oleh pemerintah propinsi. Pejabat
daerah (county official) dipilih oleh gubernur dengan calon yang
diajukan oleh pejabat lokal.
Pemilihan pejabat lokal dilakukan dengan
model pemilu yang diawasi oleh sheriff daerah yang berperan sebagai oligarki
lokal atau pemegang kekuasaan atas daerah setempat. Hak suara diberikan
kepada mereka yang mampu secara materi. Akan tetapi karena sebagian besar kaum
kolonis memiliki tanah maka qualifikasi penentuan hak suara tersebut dengan
mudah dipenuhi, sehingga hampir semua laku-laki dewasa memperoleh hak pilih.
Berbeda dengan keadaan politik lokal,
kehidupari politik di tingkat provinsi (koloni) sering kali ditandai dengan
persaingan yang tajam di antara berbagai faksi elit kolonial untuk memperoleh
kekuatan politik. Konflik tersebut berkaitan dengan struktur koloni yang berada
dibawah pengaruh langsung sistem imperium Inggeris. Gubernur ditunjuk oleh
Mahkota Inggeris yang sering kali didasarkan atas kesetiaannya terhadap
kerajaan dan bukan atas kemampuannya mengelola daerah provinsi.
Seorang gubernur yang ditunjuk
memiliki kekuasaan eksekutif dan kewenangan untuk mengesahkan hasil sidang
parlemen serta undang-undang kolonial, mengesahkan pemberian tanah, mengepalai
komando militer koloni dan mengawasi pelaksanaan undang-undang navigasi (Navigation
Act). Sebagai seorang pejabat yang mimiliki kewenangan yudikatif, dia juga
bisa membubarkan parlemen koloni, mengawasi pengeluaran anggaran koloni dan
memveto undang-undang provinsi. Selama abad ke 18, Parlemen koloni menentang
kewenangan gubernur yang demikian besar dan mengehendaki agar parlemen koloni
memperoleh kewenangannya dalam urusan koloni. Konflik antara kedua lembaga
pemerintahan tersebut sering kali terjadi di semua daerah koloni.
Selain gubernur, terdapat Dewan Koloni (colonial council) terdiri
dari 12 orang anggota yang berstatus sebagai lapis kedua dalam tubuh
pemerintahan koloni. Dewan yang tutunjuk oleh Mahkota Inggris dan direkomendasi
oleh guberbur itu memiliki peran sebagai penasehat gubernur dalam bidang
pmerintahan dan serta yudikatif. Anggota dewan terdiri dari kelompok elit
kolonial yang kaya dan berpengaruh. Pada umumnya mereka sangat mendukung semua
kebijaksanaan gubernur, walaupun dalam beberapa aspek mereka juga tidak selalu
mendukung kebijaksanaan gubernur.
Pada awal abad ke-18, Dewan Kolonial (colonial
council} digandi dengan Majelis Koloni
(colonial Assembly) dan mengambil alih peran prerogatif gubernur.
Walaupun anggota majelis tersebut berasal dari elit provinsi mereka sering kali
tidak memiliki ikatan politik dengan gubernur sehingga berusaha melemahkannnya.
Sebagian besar anggota majelis berasal dari "kelompok luar" yang
basisnya terletak pada pemerintahan lokal, bukan provinsi. Mereka berusaha
mewakili daerahnya untuk duduk dalam elit politik provinsi. Pada semua daerah
koloni, angota majelis sering kali bertikai dengan gubernur mengenai masalah
pajak, pembagian tanah, sistem perwakilan dalam majelis, pengeluaran angaran
negara, perdagangan Indian, serta pertahanan daerah koloni. Persaingan tersebut
didasarkan atas usaha mereka memperoleh hak yang lebih besar sebagai lembaga
yang mewakili daerah pemilihan masing-masing dan untuk membawa aspirasi daerah.
Sikap agresif anggota Majelis Koloni
terjadi bukan karena peran legislatifhya melainkan karena sikap menentang
mereka terhadap pemerintahan imperium Inggris. Sepanjang jaman
kolonisasi, kaum kolonis Amerika menunjukkan sikap tidak senangnya terhadap
struktur birokrasi imperium Inggris. Gubernur yang ditunjuk oleh mahkota
Inggris dianggap sebagai simbol absolutisme dan monarki yang hams dilawan. Kaum
kolonis tidak menyukai adanya Dewan Perdagangan dan Perkebunan Inggeris
(didirikan tahun 1696) yang mengawasi urusan koloni melalui tangan gubernur.
Model pemerintahan jarak jauh (dari Inggeris) dianggap oleh kaum kolonis
sebagai tidak cocok dan tidak efisien.
Beberapa
kebijaksanan Inggris terhadap urusan
koloni di antaranya meliputi urusan bea cukai barang-barang yang keluar dan
masuk daerah koloni yang berada di bawah pengawasan menteri luar negeri, hukum
perdagangan Inggeris yang diberlakukan atas daerah koloni, serta Dewan Privi
(rahasia) yang diberi kewenangan mengesahkan dan penunjukkan anggota dewan
koloni atas nama raja Inggris. Terakhir, Parlemen Inggris yang merasa
bertanggungjawab atas urusan daerah koloni memiliki kewenangan untuk
mengesahkan undang-undang yang berkaiatan beberapa aspek urusan daerah koloni
seperti undang-undang navigasi. Di bawah imperium Inggris, koloni-koloni
Amerika yang telah membangun dirinya sesuai dengan karakteristik daerah baru
tidak memiliki kebebasan dalam penyelengaraan kehidupan ekonomi dan politiknya.
Di bawah udang-undang navigasi, daerah koloni dilarang untuk melakukan
perdagangan luar negeri. Perdagangan hanya dilakukan menurut sistem Inggris dan
dengan menggunakan kapal-kapal milik Inggris.
Demikian juga ketika Virginia mencoba
mengatasi kelebihan produksi tembakau dengan melarang perdagangan budak diveto
oleh Dewan Privi dengan mengatakan bahwa hanya parlemen Inggris yang berhak
membuat undang-undang mengenai perdagangan di daerah koloni. Pada tahun 1741,
daerah-daerah koloni tidak bisa menggunakan dan mencetak mata uangnya sendiri
setelah Inggris mengeluarkan Undang-undang Keuangan.
- Kolonisasi di Amerika Selatan
Pada
akhir abad ke-17 telah terdapat 250.000 kaum kolonis di wilayah koloni milik
Inggeris di Amerika. Pada tahun 1776 jumlah tersebut telah meningkat menjadi
2,5 juta penduduk. Pertumbuhan penduduk yang sepat secara alami dan ditambah
dengan gelombang migrasi dan Eropa menyebabkan terjadinya perubahan sosial
dalam masyarakat koloni Amerika. Selama periode ini kaum kolonis mengembangkan
struktur sosial yang lebih canggih yang didasarkan atas semangat kapitalisme
perdagangan. Pusat-pusat pemukiman yang berkembang menjadi pusat perdagangan
dan perkotaan seperti Boston, Philadenphia, New York, Charleston dan Boston
menandai bangkitnya koloni Amerika sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia.
Pada
tahun 1776 masyarakat koloni Amerika telah berkembang menjadi masyarakat yang
lebih makmur dan majemuk. Namun demikian, menjelang meletusnya Revolusi Amerika
tahun 1776 setiap koloni menampilkan cirinya yang berbeda-beda dan tidak lagi
bisa memperthankan struktur sosial tradisional. Karena tekanan penduduk maka
setiap koloni berusaha menyelesaikan masalah sosialnya dengan caranya sendiri.
Koloni-koloni
di selatan sangat tergantung pada sektor agraria Oleh karena itu tanah
memiliki nilai yang sangat tinggi. Pada akhir abad ke-17 para petani Virginia
memusatkan pertaniannya pada tanaman tembakau sehingga dari kegiatan pertanian
tersebut Virginia mampu menjadi pusat penghasil tembakau berkualitas tinggi dan menjadi pengekspor komoditi
tersebut ke Inggeris. Para petani Virginia lebih memilih menanam tembakau di
sepanjang sungai yang lahannya subur dan memudahkan melakukan pengangkutan
dengan kapal-kapal milik Inggeris. Namun demikian, ketika Virginia mengalami
kelebihan produksi koloni ini mengalami kerugian karena harga di pasaran jatuh.
Ketika meletusnya revolusi Amerika, banyak petani Virginia yang terbelit hutang
terhadap para pedagang Inggeris.
Dalam
mengembangkan perkebunan tembakau para petani Virginia dihadapkan pada sulitnya
memperoleh tenaga kerja. Pada awal kolonisasi para pengusaha perkebunan
Virginia menggantungkan pad tenaga kerja dari Inggeris yang disebut sebagai
pelayan atau servant. Namun demikian lama kelamaan para pelayan tersbut dapat
mandiri dan memiliki lahan sendiri. Untuk mengatasi kesulitan tenaga kerja,
pengusaha perkebunan menggunakan budak negro dari Afrika.
Secara
ekonomi, sistem perbudakan sangat menguntungkan. Namun demikian,
diterapkannya sistem slavery tersebut tidak selalu berkaitan dengan aspek
ekonomi. Sistem perbudakan yang diterapkan di koloni-koloni Amerika Utara
bagian selatan didasarkan atas pandangan rasial yang dianut oleh sebagian
besar- masyarakat Inggeris Pada masa kolonisasi Budak-budak Afrika yang
"ditemukan" melalui "discovery" pada abd ke-15 dan 16
dianggap dan diperlakukan sebagai ras yang rendah, tidak beragama (Kristen) dan
tidak beradab. Namun demikian, masuknya para budak ke dalam agama Kristen tidak
sendirinya mereka dibebaskan dari statusnya sebagai ras yang dianggap rendah.
Sistem
perbudakan juga diterapkan di South Carolina. Sistem ini diperkuat dengan
kedudukan kaum aristokrat yang menempatkan diri dalam status paling tinggi
dalam struktur masyarakat dan merasa memiliki hak istimewa, termasuk dalam hal
mempekerjakan para budak. Sebagian budak di koloni ini berasal dari West Indies
dan Barbados. Dipekerjakannya para budak di perkebunan-perkebunan mereka juga
digunakan dalam rangka memperluas ekspansi ke arah barat dan untuk
mempertahankan keamanana serta harta mereka dari ancaman orang-orang Indian.
- Kolonisasi di Amerika Tengah
Di koloni bagian tengah kaum
kolonis memusatkan kegiatn ekonominya pada sektor pertanian terutama
biji-bijian, babi dan sapi yang dapat dieskpor ke West Indies. Hasil pertanian
tersebut dapat meningkatkan kemakmuran bukan hanya para petani di daerah
pertanian yang subur melainkan juga para pedagang di perkotaan seperti New York
dan Philadelphia. Namun demikian tidak semua kaum kolonis di daerah itu
memperoleh kemakmuran. Sebagian di antara mereka tetap miskin seperti hainya
ketika hidup di negeri asalnya. Kondisi ini telah menciptakan struktur sosial
baru.
Penguasa
Inggeris di New York, seperti halnya penguasa Belanda sebelum mereka,
memberikan hak penguasaan tanah kepada tuan-tuan tanah kaya. Sebagian petani
berperan sebagai penyewa terhadap tuan-tuan tanah sehingga terbentuklah kelas
petani penyewa tanah. Sedangkan di perkotaan, selain dihuni oleh golongan
aristokrat dan pedagang juga terdapat kelas pekerja yang tidak memiliki
ketrampilan. Kelompok terakhir ini menempati lapisan sosial paling bawah dan
sulit melakukan mobilitas sosial setelah relasi sosial dengan elit politik dan
pedagang kaya tertutup bagi mereka. Perkawinan anak keluarga elit politik
dengan anak keluarga pedagang pengusaha kaya telah memperkuat aliansi di antara
mereka untuk mengontrol institusi politik daerah koloni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar