Selasa, 27 Mei 2014

KOLONISASI BANGSA EROPA DI AMERIKA



Nama               : Hajar Riza Asyiyah
NIM                : 120210302051
Mata Kuliah    : Sejarah Amerika
Kelas               : B

KOLONISASI BANGSA EROPA DI AMERIKA

Perintis kolonisasi di Amerika Serikat adalah Sir Humphrey Gilbert dan saudara tirinya Sir Walter Raleigh. Mereka berdua adalah teman Richard Hakluyt dan Ratu Elizabeth. John Smith, pendiri dari koloni Virginia, mengungkapkan bahwa Benua Baru yang kemudian dikenal sebagai Amerika Serikat mendukung sekali sebagai tempat pemukiman baru yang sangat menjanjikan kekayaan akan sumber daya alam.
Tahun 1600-an merupakan awal dari terjadinya gelombang imigrasi dari Eropa ke Amerika Utara secara besar-besaran. Selama lebih dari tiga abad, gerakan perpindahan penduduk ini tumbuh dari hanya beberapa ratus orang Inggris menjadi berjuta-juta pendatang baru. Terdorong oleh motivasi yang kuat dan berbagai alasan lainnya, mereka pun membangun peradaban baru di kawasan utara benua tersebut.
Terdapat sekelompok migrasi penganut agama dari Inggris ke benua Amerika berkaitan dengan konflik dalam kehidupan agama di Inggris. Perpecahan hubungan antara gereja di Inggris dengan Gereja Katholik Roma pada masa Henry Vin (1509-1547) telah mengubah tatanan keagamaan di Inggris yang disusul dengan perubahan-perubahan kebijaksanaan yang dilakukan oleh raja-raja seterusnya. Raja Edward VI (1547-1558) mencoba menerapkan Protestanisme dalam kehidupan agama. Sedangkan anak Henry yang bernama Mary (1553-1558) mencoba mengembalikan kehidupan agama Katholik di bawah pengaruh Paus di Roma. Sedangkan Elizabeth I (1558-1603) mencoba mencari jalan tengah antara ajaran Katholik dengan Protestan.
Sikap Elizabeth ini sama dengan Henry VIII yang menempatkan Raja Inggris sebagai pemimpin Gereja Inggris tetapi masih mengakui beberapa prinsip ajaran Katholik, kecuali kepemimpinan Paus di Roma. Selama pemerintahan Mary, banyak penganut Protestan meninggalkan Inggris menuju daratan Eropa untuk menghindari penyiksaan. Ketika Elizabeth naik tahta tahun 1553, mereka kembali ke Inggris dan menuntut agar sikap kompromi Ratu Elizabeth terhadap tradisi Katholik yang masih dianutnya dihapuskan. Kelompok penganut Protestan "radikal" yang kemudian dikenal dengan Puritan tersebut menginginakan adanya reformasi dan pembersihan gereja Inggris dari pengaruh Katholik.
Puritan sebagai aliran agama mendapat dukungan yang luas dari berbagai kalangan mulai dari orang-orang Inggris yang tidak puas dengan keadaan sosial saat itu seperti pengangguran, perampasan tanah akibat esclosure, serta para pedagang dan kaum aristokrat yang mengalami kesulitan ekonomi akibat inflasi. Dalam menjalankan kehidupan agamanya, mereka menghendaki pentingnya memelihara ketertiban dalam beragama dan kehidupan sosial. Para penganutnya percaya bahwa Puritan bukan hanya mampu menjelaskan pengalaman-pengalaman religius penganutnya melainkan juga bisa dijadikan alat untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Karena rasa tidak puas dengan kondisi di Inggris tersebut sebagian penganut Puritan memilih berimigrasi ke benua baru Amerika, terutama New England. Dengan demikian, migrasi orang-orang Inggris ke Amerika bukan hanya disebabkan karena daya tarik Amerika melainkan juga rasa tidak puas warganya terhadap situasi di Inggris.
Para pembangkang Protestan yang tidak setuju dengan Gereja Anglikan di Inggris sebenarnya terbelah menjadi dua kelompok, yaitu Separatist dan Puritan (non separatis). Walaupun kedua aliran tersebut sepakat mengenai aspek-aspek penting dalam kehidupan agama, keduanya memiliki perbedaan pandangan mengenai kedudukan gereja. Aliran Puritan, yang lebih moderat dan memiliki jumlah pengikut lebih banyak, percaya bahwa Gereja Inggris merupakan gereja yang "benar" walaupun masih perlu direformasi. Menurut para pendukungnya, adalah penting bagi seorang Kristen untuk tetap menjalin hubungan dan beribadah di gereja Inggris (Anglikan) untuk meningkatkan upaya reformasi mereka. Sedangkan menurut penganut Separatis, beribadah di gereja Anglikan merupakan perbuatan dosa, karena itu penganutnya hanya boleh beribadah di gerejanya. Dalam kehidupan religi, pengaruh Puritan nampak lebih besar pada kehidupan agama dan politik di New England.
Pemandangan pertama bagi orang-orang yang saat itu tiba di tanah baru adalah panorama hutan lebat. Para pendatang ini pasti sulit bertahan hidup kalau saja tidak dibantu oleh orang-orang Indian ramah yang mengajari mereka cara bercocok tanam tumbuhan sli daerah itu seperti labu, labu siam, buncis, dan jagung. Selain itu, kawasan hutan perawan sangat luas membentang hampir 2.100 kilometer sepanjang tepi pantai Timur menyediakan banyak binatang buruan dan kayu api. Kawasan ini juga berkelimpahan bahan mentah untuk membangun rumah, perabotan, kapal-kapal, dan beraneka barang yang menguntungkan untuk diekspor.

A.    Awal Kolonisasi Amerika Utara
Kolonisasi awal Amerika Utara oleh Inggris mulai lebih intensif sejak pemerintah dipegang oleh Raja James I (1603-1625) yang berasal dari keluarga Stuart. Untuk mempermudah kaum kolonis memperoleh wilayah di Amerika Utara, Raja James I mendekati kembali Spanyol dan mengadakan perjanjian damai tahun 1604. Setelah perjanjian tersebut, Inggris mulai menata kembali rencananya mengenai kolonisasi atas Virginia. Didorong oleh kepentingan ekonomi, dua kelompok pedagang yaitu Virginia Company dan Virginia Company of Plymouth meminta raja Inggris untuk mendirikan perusahaan pasar modal untuk membiayai kolonisasi Amerika Utara. Setelah itu berbondong-bondong kaum migran dari Inggris mendatangi benua baru tersebut. Namun demikian, karena ganasnya alam Virginia dan tidak cocoknya iklim di sana menyebabkan ribuan kaum migran mati.
Pada tahun 1622 tercatat 6000 migran mati dari 8000 yang sudah bermukim di sana. Kematian tersebut ternyata tidak menyurutkan kaum pionir, kaum imigran pekerja keras, untuk terus mencari sumber daya alam bagi keuntungan komersial. Percobaan John Rolfe di bidang tanaman tembakan tahun 1622 ternyata membuahkan hasil. Setelah dikembangkan bertahun-tahun, akhirnya Virginia menjadi daerah koloni yang sangat subur bagi produksi tembakau dan mampu meningkat ekonomi koloni tersebut.
Model kolonisasi awal Amerika Utara, selain atas sponsor pemerintah Ingeris juga dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dagang yang mencari komoditi ekspor. Virginia dan Massachussetts merupakan contoh dari dua daerah koloni yang dikembagkan oleh perusahaan-perusahaan swasta yang juga mendapat sponsor dari Raja Inggris. Para imigran kaya yang juga pengusaha berani mengeluarkan biaya dalam jumlah besar untuk mengongkosi para pekerja dari Inggris. Mereka mendirikan pusat-pusat pemukiman kaum migram yang kemudian menjadi daerah-daerah koloni yang memiliki model pemerintahan sendiri.
Pusat-pusat pemukiman seperti New Hampshire, Maine, Maryland, Carolina, New Jersey dan Pensylvania, adalah kepunyaan para pengusaha yang berasal dari kalangan bangsawan kaya yang menyewa tanah tersebut dari raja Inggeris dengan bayaran yang sangat rendah atau hanya bersifat lambang saja. Misalnya Lord Baltimore hanya memberikan dua buah anak panah kepada raja setiap tahunnya dan william Penn hanya memberikan dua lembar kulit binatang.
Dengan karakteristik daerah koloni dan asal usul yang berbeda-beda namun memiliki persamaan dalam hal dibangun oleh kaum imigran para pertengahan abad ke-17 telah terbentuk tiga belas daerah koloni di Amerika Utara, yaitu New Hampshire, Massachusetts, Rhode Island, Connecticut, Delaware, New York, New Jersey, Pennsilvania, Maryland, Virginia, North Carolina, South Carolina dan Georgia. Ketiga belas daerah koloni tersebut menjadi cikal bakal terbentuknya Amerika Serikat tahun 1776 setelah meletusnya revolusi yang digerakkan oleh kaum kolonis.
Berbagai motivasi orang-orang Eropa bermigrasi ke benua baru Amerika pada abad ke-16. Motivasi agama, seperti yang dijelaskan di atas merupakan faktor penting. Selain dari Inggris, banyak juga orang-orang Jerman dan Irlandia bermigrasi ke Pennsylvania dan North Carolina berusaha mencari kebebasan agama. Demikian juga dengan faktor politik. Banyak orang-orang dekat kerajaan dari kalangan aristokrat yang tidak setuju dengan kesewenang-wenangan Raja Charles I tahun 1640-an meninggalkan Inggris menuju Virginia. Faktor ekonomi bekaitan dengan banyaknya kaum imigran yang berlatarbelakang ekonomi tidak mampu di Inggeris dan belahan Eropa lainnya berusaha mencari kehidupan yang lebih baik di Amerika. Bagi mereka yang tidak mampu membayar biaya perjalanannya akan ditangngung oleh perusahan yang kelak akan mempekerjakan mereka di negeri baru. Sebagian di antara mereka juga adalah tawanan di Inggris dan kelak menjadi pelayan kontrak di Amerika. Imigran setengah budak Eropa tersebut menjadi pemukim koloni-koloni Amerika setelah mereka dibebaskan oleh majikannya menyusul selesainya masa kontrak mereka.
Ketiga belas daerah koloni baru di Amerika tersebut didirikan oleh kaum kolonis dalam jumlah kecil pada awal abad ke-17, seperti berikut:
  • Virginia dan Maryland
Koloni Inggris yang pertama didirikan di Amerika Utara adalah Jamestown. Koloni ini yang kemudian berkembang menjadi Viriginia. Virginia adalah nama yang diberikan untuk menghormati ratu Inggris pada waktu itu – Elizabeth (the virgin queen). Nama Virginia diberikan Elizabeth untuk memberi nama sebuah daratan yang tak tentu namanya di Amerika Utara yang berbatasan dengan Laut Atlantik. Sepanjang pantai ini penanam modal Raleigh berniat untuk memulai upaya-upaya kolonisasinya. Terdapat dua kelompok saudagar yang berminat, yang satu terletak di Plymouth dan satunya di London.
Pada tahun 1606, saudagar yang berada di London-lah yang mendapat sebuah piagam dari Raja James I untuk membangun koloni di antara garis lintang ke-34 dan 38. Dengan mengambil contoh EIC, mereka tidak bermaksud untuk membangun sebuah perkampungan pertanian melainkan yang dibangun adalah pos perdagangan. Untuk itu maka berniat untuk mengirim hasil industri Inggris ditukar dengan Indian, dengan cara seperti itu mereka berharap membawa kembali barang dagangan Amerika atau memproduksi dengan buruh dari pekerja mereka sendiri.
Ekspedisi pertama mereka dengan tiga kapal kecil yang membawa 120 orang berlayar menuju Teluk Chesapeake dan naik ke atas Sungai James di musim semi pada tahun 1607. Para kolonis – sebagian besar teridiri dari para petualang yang gagah berani dan sangat sedikit diantara kolonis tadi mereka yang berniat menjadi pekerja – mengalami kesulitan-kesulitan sejak mereka mendarat dan mulai membangun perkampungan di Jamestown. Kelompok yang terdiri dari orang-orang kota dan para petualang ini lebih tertarik untuk mencari emas, menumpuk kayu, aspal, ter, bijih besi daripada harus berladang/bertani.  Kelompok ini tidak dilengkapi dengan temperamen dan kemampuan untuk menjalani hidup di alam liar. Di  antara mereka,  Kapten John Smith, tampil sebagai sosok yang dominan sekali pun ada pertengakaran demi pertengkaran, kelaparan, orang Turki, dan bahkan orang-orang Indian.
Pada tahun 1609, setelah John Smith kembali dari Inggris, dan sepeninggalnya, koloni itu menjadi kacau. Selama musim dingin tahun 1609-1610, sebagian penduduk tewas akibat kelaparan dan penyakit. Dari total penduduk Jamestown yang berjumlah 500 orang hanya tersisa 60 orang yang mampu bertahan hidup  pda bulan Mei 1610.  Namun tidak lama kemudian terjadilah perkembangan yang merombak Virginia. Pada tahun 1612, John Rolfe  mulai menyilangkan benih tembakau dari India Barat dengan perdu asli Amerika dan menghasilkan jenis baru yang cocok dengan selera orang Eropa. Pengiriman tembakau ini pertama kali mancapai London pada tahun 1614. Dalam tempo sepuluh tahun, tembakau menjadi sumber pernghasilan terbesar Virginia.
  • Massachussetts
            Selama pergolakan agama pada abad ke-16, sebuah kelompok yang terdiri dari lelaki dan wanita yang menyebut diri mereka  kaum Puritan mencoba mengubah Gereja Negara Inggris dari dalam. Pada hakikatnya mereka menuntut agar tata cara ibadah dan susunan gereja yang mengacu pada Katolik Roma diganti dengan bentuk kepercayaan dan ibadah Protestan yang lebih sederhana. Ide reformis mereka yang berupa penghancuran kesatuan negara gereja telah mengancam memecah belah masyarakat dan merongrong kekuasaan kerajaan.
            Di tahun 1607, sekelompok kecil kaum separatis – sekte Puritan radikal yang tidak percaya Gereja Negara dapat direformasi memisahkan diri ke Leiden, Belanda, tempat mereka mendapatkan suaka dari penguasa di sana. Namun kaum Calvinis Belanda memanfaatkan mereka untuk menjadi pekerja kasar dengan bayaran murah. Beberapa anggota perhimpunan agama ini menjadi tidak puas dengan perlakuan diskriminatif ini dan memutuskan untuk bermigrasi ke Dunia Baru.
            Di tahun 1620, sekelompok kaum Puritan Laiden mendapat sebuah hak paten dari Virginia Co. Maka, sebuah kelompok berjumlah 101 orang yang terdiri dari laki-laki, wanita, dan anak-anak berlayar ke Virginia dengan kapal Mayflower. Badai mengirim  kapal itu jauh ke utara hingga  mereka mendarat di Cape Cod, New England. Yakin bahwa mereka di luar kekuasaan mana pun, mereka menyusun perjanjian resmi untuk berpegang kepada ‘hukum yang adil dan setara’ yangdi buat oleh para pimpinan yang mereka pilih sendiri. Perjanjian ini adalah Mayflower Compact (Kesepakatan Mayflower).
Kehidupan Kaum Pilgrim (Pilgrim = Peziarah)
            Gambaran tentang Kaum Pilgrim diberikan oleh Edward Winslow dalam surat yang  Ia tulis sesaat setelah Ia mendarat. Ketika musim dingin yang pertama di New England, istri Winslow meninggal. Dua bulan kemudian, Ia kemudian menikah dengan Susannah  White, yang juga telah menjanda pada periode yang sama. White adalah wanita pertama yang melahirkan di New England, dan pernikahan Winslow dan White adalah pernikahan pertama di wilayah tersebut. Winslow terpilih menjadi gubernur beberapa kali karena Ia sangat ahli dalah bernegosiasi dengan pemimpin suku Indian Masassoit. Pada awalnya hanya terdapat tujuh rumah dan empat diantaranya digunakan untuk perkebunan. Pada musim semi terakhir seluas 20 acre dipakai untuk ditanami jagung Indian, untuk menyemai gandum dan kacang polong seluas 6 acre, dan menurut cara orang Indian, tanaman diberi pupuk ikan hering atau shad (semacam ikan laut). Kehidupan kaum pilgrim waktu itu sangat berlimpah kesenangan.
            Di bulan Desember, kapal Mayflower mencapai pelabuhan Plymouth. Di tempat inilah kaum Pilgrim sepanjang musim dingin membangu pemukima mereka. Nyaris separuh dari mereka tewas karena udara dingin dan penyakit. Gelombang baru imigran segera berdatangan di Pantai Teluk Massachussetts pada tahun 1630. Bekal mereka adalah mandat dari Raja Charles I untuk membentuk sebuah koloni. Banyak dari mereka adalah kaum Puritan yang praktek keagamaannya semakin dilarang di Inggris. Pemimpin mereka, John Winthrop, secara terbuka menyatakan ingin mendirikan “sebuah kota di atas bukit” di Dunia Baru. Dengan pernyataannya, ia memaksudkan sebuah tempat kaum Puritan akan hidup dengan peraturan ketat yang sesuai dengan kepercayaan mereka.
            Koloni Teluk Massachussetts memegang peranan penting dalam perkembangan di seluruh kawasan New England. Keberhasilannya adalah karena Winthrop dan rekannya sesama kaum Puritan berhasil menerapkan anggaran dasar mereka di san. Dengan demikian, kekuasaan atas pemerintahan di koloni ini berada di Massachussetts, bukan di Inggris.
  • Rhode Island
            Tidak semua orang menyukai hukum kolot dan kaku dari kaum Puritan. Salah seorang yang pertama kali berani menentang Pengadilan Umum secara terbuka adalah pendeta muda Roger Williams. Ia keberatan atas perampasan tanah suku Indian yang dilakukan secara semena-mena oleh pihak koloni dan hubungan koloni dengan Gereja Inggris.
            Setelah dibuang dari Teluk Massachussetts William membeli sebidang tanah dari suku Indian Narragansett di kawasan yang kemudian dikenal dengan nama Providence, Rhode Island, pada tahun 1636. Di sinilah ia mulai membangun koloni Amerika pertama yang benar-benar memisahkan gereja dari negara, di mana kebebasan beragama dipraktekkkan.
  • Connecticut, New Hampshire, Maine
            Williams yang disebut pembangkang ini bukan satu-satunya yang meninggalkan Masschussetts. Kaum Puritan Ortodoks yang berupaya mencari lahan dan keberuntungan lebih baik, segera mulai meninggalkan Koloni Teluk Massachussetts. Kabar tentang kawasan subur di Lembah Sungai Connecticut, misalnya, telah menarik minat kaum petani yang mengalami masa sulit dengan tanah tandus. Pada awal tahun 1630-an, banyak orang yang berani  menghadapi bahaya serangan suku Indian demi mendapatkan tanah subur dan rata. Kelompok-kelompok baru ini tidak menjadikan keanggotaan gereja sebagai prasyarat untuk bisa memberikan suara. Maka, makin banyak orang yang pindah ke wilayah tersebut.
Pada saat yang bersamaan, pemikiman-pemukiman lain mulai tumbuh di sepanjang pantai New Hampshire dan Maine, saat kian banyak imigran yang berdatangan mencari tanah dan kebebasan yang tampaknya ditawarkan oleh Dunia Baru. New Hampshire dan Maine kemudian menjadi milik terpisah antara Kapten John Mason dan Sir Fernando Gorges, ketika pada tahun 1629 mereka membagi sepanjang Sungai Piscataqua dari Dewan untuk New England.  Massachussetts Bay Co. kemudian berniat meluaskan wilayahnya ke utara tetapi kasusnya kalah melawan ahli waris baik dari Mason maupun Gorges di pengadilan tinggi di Inggris. New Hampshire kemudian pada tahun 1679 diatur sebagai propinsi tersendiri. Maine, keluarga Gorges menjual hak mereka , dan menyisakan sebagian massachussetts sejak 1691 sampai  diakui bergabung ke dalam Union sebagai negara bagian pada tahun 1820.
  • New England
            New England adalah nama yang diberikan oleh Kapten John Smith, yang telah menjelajahi pantai tersebut dan menerbitkan sebuah laporan, termasuk mengambarkan petanya. Hak untuk menguasai wilayah tersebut telah berlalu bagi kelompok pedagang Plymouth pada waktu yang bersamaan (1606) kelompok London mendapatkan keuntungan dari kolonisasi di Selatan. Setelah  usaha bertanam di muara Sungai Kennebec gagal, perusahaan Plymouth mereorganisasi sebagai Dewan atas New England, suatu badan hukum dalam real estate daripada sekedar memajukan perdagangan. Dewan tersebut memindahkan tanah-tanahnya menjadi milik individual dan perusahaan-perusahaandalam serangkaian dana bantuan yang tumpangtindih dan membingungkan. Hal ini, tetap atau berubah tergantung dana bantuan langsung dari Raja, asal saja dasar untuk semua koloni yang muncul di New England – Massachussetts (termasuk Plymouth dan Maine), Connecticut, Rhode Island, serta New Hampshire.
            Sebagian besar dari penduduk koloni New England dan hampir seluruh koloni adalah kaum Puritan, yang mempunyai motif keagamaan kuat yang sama kuatnya dengan motif ekonomi waktu meninggalkan inggris untuk bermukim di seberang lautan.
  • The Carolinas dan New York
            Enam dari tiga belas koloni terakhir berasal sebelum perang saudara di Inggris pada tahun 1640-an, yang menghentikan kegiatan kolonisasi di luar negeri. Kemudian pada tahun 1660 Charles II kembali dari pengasingannya untuk memerintah sebagai Raja Merry dan mendapat hadiah sebagai orang istana yang agung di Dunia Baru. Ia tidak hanya diakui dengan piagam kerajaan, tetapi juga diberikan kepadanya koloni tambahan: Carolina Utara, Carolina Selatan, New York, New Jersey, Pennsylvania, dan Delaware.
            Carolina (menurut bahasa Latin Carolinus, berarti Charles), sebagian diperoleh seperti Maryland yang diperoleh  dari  daerah Virginia, dihadiahkan oleh Charles II untuk suatu kelompok dari delapan kelompok favoritnya, para politikus terkemuka, diantara dari mereka yang paling aktif dalam urusan-urusan Carolina adalah Anthony Cooper, Lord Ashley.  Di dalam piagam berturut-turut tahun 1663 dan 1665 delapan orang ini menerima hak bersama atas seluruh wilayah yang berada di antara garis lintang 29’ dan 36’ 30’. Seperti halnya Lord Baltimore di Maryland, mereka berharap memperoleh keuntungan sebagai tuan tanah dan spekulan tanah, menjual atau menghadiahkan lain-lain dalam bidang kecil, dan menarik pembayaran tahunan. Terdapat dua areal pemukiman yang terpisah, satu di utara dan satunya lagi di selatan Semenanjung Fear.  Setelah dua wilayah diperlakukan sebagai satu koloni, dengan gubernur yang sama, pada akhirnya pemilik modal menjadikan sebagai koloni terpisah pada tahun 1712, masing-masing dengan gubernur yang berbeda sebagai pemiliknya.
            Carolina Utara dan Carolina Selatan mempunyai karakteristik dan sejarah yang agak berbeda.  Penghuni pertama di Carolina Utara berasal  dari tanah koloni lain-sedikit dari New England, sebagian besar berasal dari Virginia. Perintis ini menunjukkan tanda-tanda lalai oleh si pemilik, yang telah memberikan perhatiannya ke separuh selatan dari miliknya. Di Carolina Selatan pemiliknya melihat  kepada pembangunan kota Charleston, dengan dermaga, benteng, rumah-rumah  yang baik, dan jalan-jalan yang lebar. Beberapa dari pemimpin-pemimpin awal koloni dan beberapa penduduk pertamanya berasal dari perkebunan tebu yang mengalami kemunduran di India Barat Inggris, khususnya Barbados.  Perkebunan yang makmur dibangun di tanah daratan, dan jumlah penduduk tumbuh lebih cepat di sini dibandigkan di utara Tanjung Fear.
Pada tahun setelah penghadiahan Carolina Charles II dilimpahi seluruh wilayah yang terbentang antara Connecticut dan Sungai Delaware oleh saudaranya Duke of York tahun 1664 (setelah itu  Raja James II). Sebagian besar dari daratan ini agaknya menjadi milik Massachussetts Bay Company atas atas hadiah perusahaan laut ke laut. Seluruh kawasan telah diklaim oleh Belanda, yang telah menanamkan beberapa poin strategis di dalam kawasan tersebut.
Republik Belanda, setelah berhasil mencapai kemerdekaan dari Spanyol, segera membangun karirnya dalam perdagangan luar negeri dan mebangun kekaisaran di Asia, Afrika, dan Amerika. Untuk memperoleh keabadian dalam beberapa urusan, Perusahaan India Barat Belanda mulai membangun perkampungan, mengangkut seluruh keluarganya dalam sebuah perjalanan sampai yang disebut New Netherland pada tahun 164, dan kemudian menawarkan model’patron’ yang akan membawa lebih banyak imigran guna bekerja di tanah tersebut. Membangun koloni New Netherland.        
            Di bawah sistem patron, setiap pemegang saham atau patron yang dapat membawa 50 orang dewasa ke lahannya dalam jangka waktu empat tahun, akan mendapat tanah sepanjang 25 kilometer di tepi sungai, hak eksklusif untuk memancing dan berburu, dan kekuasaan hukum perdata serta pidana di tanahnya. Sebagai imbalannya, ia menyediakan ternak, alat pertukangan, dan bangunan. Para penyewa mesti membayar sewa dan memberi pilihan pertama kepada sang patron untuk membeli kelebihan panen.
            Lebih jauh lagi ke arah selatan, sebuah perusahaan dagang Swedia yang punya ikatan dengan Belanda berupaya membangun  hunian pertamanya di sepanjang tepian Sungai Delaware tiga tahun kemudian. Tanpa sumber kekayaan untuk mengukuhkan posisinya, New Sweden dengan cepat terserap ke dalam New Netherland, dan kelak ke dalam Pennsylvania dan Delaware.
            Teluk Massachussetts bukan satu-satunya koloni yang digerakkan oleh motif agama. Di tahun 1681, William Penn, seorang Quaker yang kaya raya dan merupakan teman Raja Charles II, menerima hibah tanah luas di sebelah barat Sungai Delaware, yang kelak dikenal sebagai Pennsylvania. Untuk membantu mengisi kawasannya, Penn aktif merekrut orang-orang yang telah memisahkan diri dari gereja resmi di Inggris dan Eropa. Mereka adalah penganut Quaker, Mennonite, Amish, Moravian, dan Baptis. Ketika Penn tiba tahun berikutnya, sudah ada penghuni Belanda, Swedia, dan Inggris yang tinggal sepanjang tepi Sungai Delaware. Di sinilah ia mendirikan Philadelphia, ‘Kota Persaudaraan’.
            Saat menjalankan kepercayaannya, Penn digerakkan oleh naluri persamaan hak yang sering tidak ditemukan di koloni-koloni lain di Amerika pada masa itu. Maka, kaum wanita di Pennsylvania sudah mempunyai hak-hak jauh sebelum wanita di bagian lain Amerika. Penn dan para pembantunya juga sangat memperhatikan hubungan baik koloni dengan suku Indian Delaware, dengan memastikan suku Indian dibayar untuk setiap lahan yang dihuni oleh orang-orang Eropa.
  • Georgia
            Georgia adalah  koloni terakhir yang kemunculannya sangat unik. Koloni ini dibangun bukan atas badan hukum,bukan atas kepemilikan, bukan dituntutn untuk tujuan mencari keuntungan, dan juga bukan dimaksudkan sebagai tempat pembuangan orang-orang picik. Tujuan utamanya adalah sebagai tempat untuk memenjarakan orang-orang Inggris yang berhutang, dan untuk membangun benteng pertahanan guna melawan orang-orang Spanyol yang berada di selatan daerah perbatasan Inggris Amerika.
            Piagam dari George III (1732) memindahkan tanah di antara Savannah dan Sungai Altamaha kepada pemerintahan Jenderal James Oglethrope dan wakilnya untuk periode 21 tahun.. Kebijakan di koloni ini adalah untuk memenuhi kebutuhan akan keamanan militer.  Dan koloni ini dijaga agar kondisinya tetap. Maka, orang-orang Negro dan budak dilarang masuk ke koloni ini, dan juga orang-orng Katolik Roma, guna mencegah  bahaya yang ditimbulkan oleh situasi pada masa-masa perang, dan persekongkolan  dengan musuh. Perdagangan dengan orang Indian pun diatur secara ketat, rum dilarang, untuk mengurangi masalah dengan Indian.
            Koloni yang berdekatan dengan Florida ini, atau malah mungkin masuk tapal batas Florida yang diduduki Spanyol, dipandang sebagai tameng terhadap penyerbuan Spanyol. Namun Georgia juga kualitas unik yang lain: Jendral James Oglethrope yang memipin benteng Georgia adalah seorang tokoh pembaharu yang sengaja membuat tempat penampungan di mana kum miskin dan para mantan narapidana diberi kesempatan baru.
            Sebelum dua puluh satu tahun dari masa perwalian berakhir, aturan melawan perkebunan besar, budak, dan rum dihapuskan, dan setelah 1750 Georgia telah berdiri di sepanjang garis yang sejajar dengan Carolina Selatan.
Kehidupan Politik Kaum Kolonis (1689-1763)
Pemerintahan yang berlangsung di daerah koloni Amerika Utara dapat dilihat dalam tiga tingkat yang berbeda, yaitu di tingkat distrik atau wilayah (counties and townships), di tingkat koloni dan di tingkat politik imperium. Hubungan kekuasaan di antara tingkat tersebut menampilkan pola yang unik dalam kehidupan politik pemerintahan. Walaupun institusi politik di setiap koloni berbeda-beda, semua koloni menunjukkan sikap penolakan yang sama terhadap kekuasaan negara induk di Inggeris. Gaya pemerintahan yang diadopsi dari Inggeris digunakan untuk menentang dominasi Inggeris atas urusan kaum kolonis di Amerika. Percaturan politik antara ajaran yang dibawa dari Inggris dengan praktek politik di daerah koloni mencapai puncaknya dalam pembentukan model ideologi politik gaya Amerika.
Pada sebagian besar daerah koloni, pemerintah lokal merupakan aspek yang paling penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Model pemerintahan lokal yang dibawa dari Inggris oleh para pemukim pertama tersebut menyebar ke seluruh daerah koloni. Pejabat-pejabat lokal koloni merupakan tokoh politik utama dalam penyelenggaraan daerah koloni. Mereka dapat mengenakan pajak, mengawasi lalu lintas jalan raya serta tempat-tempat hiburan (taverns). Sebagian besar warga sangat menggantungkan pada peran tokoh-tokoh lokal ketika berhadapan dengan aturan yang dikenakan oleh pemerintah propinsi. Pejabat daerah (county official) dipilih oleh gubernur dengan calon yang diajukan oleh pejabat lokal.
Pemilihan pejabat lokal dilakukan dengan model pemilu yang diawasi oleh sheriff daerah yang berperan sebagai oligarki lokal atau pemegang kekuasaan atas daerah setempat. Hak suara diberikan kepada mereka yang mampu secara materi. Akan tetapi karena sebagian besar kaum kolonis memiliki tanah maka qualifikasi penentuan hak suara tersebut dengan mudah dipenuhi, sehingga hampir semua laku-laki dewasa memperoleh hak pilih.
Berbeda dengan keadaan politik lokal, kehidupari politik di tingkat provinsi (koloni) sering kali ditandai dengan persaingan yang tajam di antara berbagai faksi elit kolonial untuk memperoleh kekuatan politik. Konflik tersebut berkaitan dengan struktur koloni yang berada dibawah pengaruh langsung sistem imperium Inggeris. Gubernur ditunjuk oleh Mahkota Inggeris yang sering kali didasarkan atas kesetiaannya terhadap kerajaan dan bukan atas kemampuannya mengelola daerah provinsi.
Seorang gubernur yang ditunjuk memiliki kekuasaan eksekutif dan kewenangan untuk mengesahkan hasil sidang parlemen serta undang-undang kolonial, mengesahkan pemberian tanah, mengepalai komando militer koloni dan mengawasi pelaksanaan undang-undang navigasi (Navigation Act). Sebagai seorang pejabat yang mimiliki kewenangan yudikatif, dia juga bisa membubarkan parlemen koloni, mengawasi pengeluaran anggaran koloni dan memveto undang-undang provinsi. Selama abad ke 18, Parlemen koloni menentang kewenangan gubernur yang demikian besar dan mengehendaki agar parlemen koloni memperoleh kewenangannya dalam urusan koloni. Konflik antara kedua lembaga pemerintahan tersebut sering kali terjadi di semua daerah koloni.
Selain gubernur, terdapat Dewan Koloni (colonial council) terdiri dari 12 orang anggota yang berstatus sebagai lapis kedua dalam tubuh pemerintahan koloni. Dewan yang tutunjuk oleh Mahkota Inggris dan direkomendasi oleh guberbur itu memiliki peran sebagai penasehat gubernur dalam bidang pmerintahan dan serta yudikatif. Anggota dewan terdiri dari kelompok elit kolonial yang kaya dan berpengaruh. Pada umumnya mereka sangat mendukung semua kebijaksanaan gubernur, walaupun dalam beberapa aspek mereka juga tidak selalu mendukung kebijaksanaan gubernur.
Pada awal abad ke-18, Dewan Kolonial (colonial council} digandi dengan Majelis Koloni (colonial Assembly) dan mengambil alih peran prerogatif gubernur. Walaupun anggota majelis tersebut berasal dari elit provinsi mereka sering kali tidak memiliki ikatan politik dengan gubernur sehingga berusaha melemahkannnya. Sebagian besar anggota majelis berasal dari "kelompok luar" yang basisnya terletak pada pemerintahan lokal, bukan provinsi. Mereka berusaha mewakili daerahnya untuk duduk dalam elit politik provinsi. Pada semua daerah koloni, angota majelis sering kali bertikai dengan gubernur mengenai masalah pajak, pembagian tanah, sistem perwakilan dalam majelis, pengeluaran angaran negara, perdagangan Indian, serta pertahanan daerah koloni. Persaingan tersebut didasarkan atas usaha mereka memperoleh hak yang lebih besar sebagai lembaga yang mewakili daerah pemilihan masing-masing dan untuk membawa aspirasi daerah.
Sikap agresif anggota Majelis Koloni terjadi bukan karena peran legislatifhya melainkan karena sikap menentang mereka terhadap pemerintahan imperium Inggris. Sepanjang jaman kolonisasi, kaum kolonis Amerika menunjukkan sikap tidak senangnya terhadap struktur birokrasi imperium Inggris. Gubernur yang ditunjuk oleh mahkota Inggris dianggap sebagai simbol absolutisme dan monarki yang hams dilawan. Kaum kolonis tidak menyukai adanya Dewan Perdagangan dan Perkebunan Inggeris (didirikan tahun 1696) yang mengawasi urusan koloni melalui tangan gubernur. Model pemerintahan jarak jauh (dari Inggeris) dianggap oleh kaum kolonis sebagai tidak cocok dan tidak efisien.
Beberapa kebijaksanan Inggris terhadap urusan koloni di antaranya meliputi urusan bea cukai barang-barang yang keluar dan masuk daerah koloni yang berada di bawah pengawasan menteri luar negeri, hukum perdagangan Inggeris yang diberlakukan atas daerah koloni, serta Dewan Privi (rahasia) yang diberi kewenangan mengesahkan dan penunjukkan anggota dewan koloni atas nama raja Inggris. Terakhir, Parlemen Inggris yang merasa bertanggungjawab atas urusan daerah koloni memiliki kewenangan untuk mengesahkan undang-undang yang berkaiatan beberapa aspek urusan daerah koloni seperti undang-undang navigasi. Di bawah imperium Inggris, koloni-koloni Amerika yang telah membangun dirinya sesuai dengan karakteristik daerah baru tidak memiliki kebebasan dalam penyelengaraan kehidupan ekonomi dan politiknya. Di bawah udang-undang navigasi, daerah koloni dilarang untuk melakukan perdagangan luar negeri. Perdagangan hanya dilakukan menurut sistem Inggris dan dengan menggunakan kapal-kapal milik Inggris.
Demikian juga ketika Virginia mencoba mengatasi kelebihan produksi tembakau dengan melarang perdagangan budak diveto oleh Dewan Privi dengan mengatakan bahwa hanya parlemen Inggris yang berhak membuat undang-undang mengenai perdagangan di daerah koloni. Pada tahun 1741, daerah-daerah koloni tidak bisa menggunakan dan mencetak mata uangnya sendiri setelah Inggris mengeluarkan Undang-undang Keuangan.

  1. Kolonisasi di Amerika Selatan
Pada akhir abad ke-17 telah terdapat 250.000 kaum kolonis di wilayah koloni milik Inggeris di Amerika. Pada tahun 1776 jumlah tersebut telah meningkat menjadi 2,5 juta penduduk. Pertumbuhan penduduk yang sepat secara alami dan ditambah dengan gelombang migrasi dan Eropa menyebabkan terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat koloni Amerika. Selama periode ini kaum kolonis mengembangkan struktur sosial yang lebih canggih yang didasarkan atas semangat kapitalisme perdagangan. Pusat-pusat pemukiman yang berkembang menjadi pusat perdagangan dan perkotaan seperti Boston, Philadenphia, New York, Charleston dan Boston menandai bangkitnya koloni Amerika sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia.
Pada tahun 1776 masyarakat koloni Amerika telah berkembang menjadi masyarakat yang lebih makmur dan majemuk. Namun demikian, menjelang meletusnya Revolusi Amerika tahun 1776 setiap koloni menampilkan cirinya yang berbeda-beda dan tidak lagi bisa memperthankan struktur sosial tradisional. Karena tekanan penduduk maka setiap koloni berusaha menyelesaikan masalah sosialnya dengan caranya sendiri.
Koloni-koloni di selatan sangat tergantung pada sektor agraria Oleh karena itu tanah memiliki nilai yang sangat tinggi. Pada akhir abad ke-17 para petani Virginia memusatkan pertaniannya pada tanaman tembakau sehingga dari kegiatan pertanian tersebut Virginia mampu menjadi pusat penghasil tembakau berkualitas tinggi dan menjadi pengekspor komoditi tersebut ke Inggeris. Para petani Virginia lebih memilih menanam tembakau di sepanjang sungai yang lahannya subur dan memudahkan melakukan pengangkutan dengan kapal-kapal milik Inggeris. Namun demikian, ketika Virginia mengalami kelebihan produksi koloni ini mengalami kerugian karena harga di pasaran jatuh. Ketika meletusnya revolusi Amerika, banyak petani Virginia yang terbelit hutang terhadap para pedagang Inggeris.
Dalam mengembangkan perkebunan tembakau para petani Virginia dihadapkan pada sulitnya memperoleh tenaga kerja. Pada awal kolonisasi para pengusaha perkebunan Virginia menggantungkan pad tenaga kerja dari Inggeris yang disebut sebagai pelayan atau servant. Namun demikian lama kelamaan para pelayan tersbut dapat mandiri dan memiliki lahan sendiri. Untuk mengatasi kesulitan tenaga kerja, pengusaha perkebunan menggunakan budak negro dari Afrika.
Secara ekonomi, sistem perbudakan sangat menguntungkan. Namun demikian, diterapkannya sistem slavery tersebut tidak selalu berkaitan dengan aspek ekonomi. Sistem perbudakan yang diterapkan di koloni-koloni Amerika Utara bagian selatan didasarkan atas pandangan rasial yang dianut oleh sebagian besar- masyarakat Inggeris Pada masa kolonisasi Budak-budak Afrika yang "ditemukan" melalui "discovery" pada abd ke-15 dan 16 dianggap dan diperlakukan sebagai ras yang rendah, tidak beragama (Kristen) dan tidak beradab. Namun demikian, masuknya para budak ke dalam agama Kristen tidak sendirinya mereka dibebaskan dari statusnya sebagai ras yang dianggap rendah.
Sistem perbudakan juga diterapkan di South Carolina. Sistem ini diperkuat dengan kedudukan kaum aristokrat yang menempatkan diri dalam status paling tinggi dalam struktur masyarakat dan merasa memiliki hak istimewa, termasuk dalam hal mempekerjakan para budak. Sebagian budak di koloni ini berasal dari West Indies dan Barbados. Dipekerjakannya para budak di perkebunan-perkebunan mereka juga digunakan dalam rangka memperluas ekspansi ke arah barat dan untuk mempertahankan keamanana serta harta mereka dari ancaman orang-orang Indian.

  1. Kolonisasi di Amerika Tengah
Di koloni bagian tengah kaum kolonis memusatkan kegiatn ekonominya pada sektor pertanian terutama biji-bijian, babi dan sapi yang dapat dieskpor ke West Indies. Hasil pertanian tersebut dapat meningkatkan kemakmuran bukan hanya para petani di daerah pertanian yang subur melainkan juga para pedagang di perkotaan seperti New York dan Philadelphia. Namun demikian tidak semua kaum kolonis di daerah itu memperoleh kemakmuran. Sebagian di antara mereka tetap miskin seperti hainya ketika hidup di negeri asalnya. Kondisi ini telah menciptakan struktur sosial baru.
Penguasa Inggeris di New York, seperti halnya penguasa Belanda sebelum mereka, memberikan hak penguasaan tanah kepada tuan-tuan tanah kaya. Sebagian petani berperan sebagai penyewa terhadap tuan-tuan tanah sehingga terbentuklah kelas petani penyewa tanah. Sedangkan di perkotaan, selain dihuni oleh golongan aristokrat dan pedagang juga terdapat kelas pekerja yang tidak memiliki ketrampilan. Kelompok terakhir ini menempati lapisan sosial paling bawah dan sulit melakukan mobilitas sosial setelah relasi sosial dengan elit politik dan pedagang kaya tertutup bagi mereka. Perkawinan anak keluarga elit politik dengan anak keluarga pedagang pengusaha kaya telah memperkuat aliansi di antara mereka untuk mengontrol institusi politik daerah koloni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.