“MASALAH PERBUDAKAN DI
AMERIKA”
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Amerika
Dosen Pengampuh Dr.
Suranto, M.Pd.
Oleh :
Hajar Riza Asyiyah (120210302051)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Masalah
Perbudakan di Amerika” dengan tepat waktu. Yang mana penulisan makalah ini kami
gunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Amerika.
Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Dr. Suranto, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata
kuliah Sejarah Amerika. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada
teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada kami
dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan, sehingga kami selaku penyusun membutuhkan kritik dan
saran dari pembaca yang nantinya akan kami gunakan sebagai perbaikan makalah
ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
maupun pembaca.
Jember, April 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Praktik-praktik
perbudakan yang dilakukan oleh orang-orang kulit putih terhadap orang-orang
Negro telah terjadi sejak zaman kuno. Hal ini terbukti dengan adanya perbudakan
yang dilakukan oleh orang-orang Mesir Kuno terhadap orang-orang Negro di
Afrika. Budak-budak tersebut digunakan tenaganya di daerah pertanian dan di
tempat kuil-kuil (piramida-piramida).
Perbudakan
adalah suatu lembaga sosial, dimana perikehidupan para budak itu secara mutlak
dikuasai seluruhnya oleh para pemiliknya. Penguasa mutlak atas diri budak-budak
itu baik meliputi fisik maupun kemanusiaan. Sedangkan apa yang dimaksud budak
itu sendiri adalah orang yang dianggap atau disamakan sebagai barang milik, hak
kebebasan sebagai hak azasi manusia telah dirampas oleh orang luar, baik
disebabkan karena ditawan, dijual atau dilahirkan dari orang tuanya yang telah
berkedudukan sebagai budak. Statusnya sebagai barang milik membuat budak dapat
diperjualbelikan seperti barang dagangan.
Dari
pemaparan sekilas tentang latar belakang diatas, timbullah suatu permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimanakah awal terjadinya perbudakan di Amerika?
1.2.2
Bagaimanakah praktik perbudakan yang terjadi di Amerika?
1.2.3
Bagaimanakah usaha penghapusan perbudakan di Amerika?
1.2.4
Pemberontakan apa sajakah yang dilakukan oleh para budak di Amerika?
1.3 Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui awal terjadinya perbudakan di Amerika.
1.3.2
Untuk mengetahui praktik perbudakan yang terjadi di Amerika.
1.3.3
Untuk mengetahui usaha penghapusan perbudakan di Amerika.
1.3.4
Untuk mengetahui pemberontakan yang dilakukan oleh para budak di Amerika.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Awal Terjadinya Perbudakan di Amerika
2.1.1 Tenaga Budak dari Afrika Barat
Pada awalnya para
budak yang dipekerjakan di Amerika Serikat berasal dari Afrika Barat. Sebab-sebab
timbulnya perbudakan dan praktik-praktik perdagangan budak semula dilakukan
oleh orang-orang Islam dan kemudian oleh orang-orang Eropa Barat pada abad
ke-15. Penghidupan pokok rakayt Negro Afrika adalah dari hasil pertanian, di
samping menangkap ikan dan berburu. Hasil pertanian yang ada di wilayah itu
antara lain gandum, kapas, padi, dan ketela.
Beberapa kerajaan yang
terdapat di wilayah itu diantaranya: Kerajaan Songhai, Ghana, Wagadudu, Haussa,
dan Mandingu yang nantinya lebih dikenal dengan nama negara Nigeria. Setiap
raja atau penguasa tentu memiliki budak-budak, hasil dari tawanan perang yang
kemudian dijadikan sebagai hak milik kekayaan negara. Para budak digunakan
untuk membantu mengerjakan tanah-tanah pertanian dan perkebunan. Pada abad
ke-10 orang-orang Arab mulai masuk ke wilayah Afrika Barat. Sejak itu, pengaruh
agama Islam mulai meluas. Orang-orang Arab di samping berdagang dengan rakyat
Afrika Barat juga menyiarkan agama. Para raja atau penguasa-pengusa mulai
memeluk agama Islam.
Terdapat beberapa pendapat yang mengatakan bahwa
permulaan daerah perdagangan budak di Afrika Barat terjdai di daerah Angola,
Kongo, dan Guinea. Selanjutnya meluas ke Sudan Barat. Ada yang menyebut lain
bahwa perdagangan budak di Afrika Barat berasal dari daerah-daerah pedalaman
yang jauh. Ada juga yang berpendapat bahwa asal mula tempat perdagangan budak
terdapat di Guinea yang terletak di Pantai Afrika Barat.
Perdagangan budak di Afrika Barat mulai
berkembang sejak ditemukannya Benua Amerika pada awal abad ke-16. Orang-orang
Portugis dan Spanyol mulai menjalin hubungan perdagangan dengan penduduk
pribumi. Mereka mendirikan benteng-benteng dan pos-pos perdagangan. Terjadi
hubungan perdagangan antara raja-raja Negro di Afrika Barat dengan para
pedagang Portugis dan Spanyol, di samping masuknya agama Kristen ke wilayah
tersebut. Seiring degan bertambahnya volume perdagangan budak, maka sejak abad
ke-17 banyak didirikan tempat-tempat perdagangan sepanjang Pantai Afrika Barat.
Selain bangsa Portugis dan Spanyol yang datang
ke Afrika Barat, juga bangsa-bangsa Eropa lain yakni Belanda, Inggris, dan
Perancis. Bangsa Belanda berhasil menguasai perdagangan budak di daerah Pantai
Guineapada 1595. Para budak diangkut oleh kapal-kapal Belanda dikirim ke
Brazilia Utara.
Orang-orang Inggris dipimpin oleh Sir John
Hawkins mulai tertarik melakukan perdagangan budak di Afrika Barat pada 1562.
Mula-mula ia bertujuan untuk mencari logam, namun akhirnya Hawkins lebih
tertarik pada perdagangan budak. Pada pertengahan abad ke-18 Inggris berhasil
mendirikan koloni-koloninya di wilayah Afrika Barat terutama di sepanjang
pantai Guinea.
Pada 1672, Inggris mendirikan suatu organisasi
dagang di Afrika Barat yang bernama the
Royal African Company. Para budak yang dibawa oleh kapal-kapal Inggris
ditukar dengan hasil-hasil seperti textile, anggrur, senjata, dan
kebutuhan-kebutuhan lain yang sangat diperlukan oleh para raja atau
penguasa-penguasa pribumi di wilayah Afrika Barat. Orang-orang Perancis
merupakan salah satu bangsa Eropa Barat yang terakhir ikut mengusahakan
perdagangan budak di Pantai Afrika Barat, yaitu daerah Senegal pada 1662.
Budak-budak yang diangkut oleh kapal-kapal Perancis biasanya dikirim ke wilayah
Santo Domingo di Kepulauan Haiti.
Pengangkutan budak-budak dari daerah Afrika
Barat dengan kapal-kapal, ternyata banyak mengalami berbagai kesulitan. Hal ini
disebabkan para pedagang budak harus memperketat pengawasan, karena sering
terjadi perlawanan dari mereka. Para budak banyak yang menderita sakit, barang
kali disebabkan lamanya dalam perjalanan, perbedaan iklim, makan yang tidak
teratur, dan penderitaan fisik sebab perlakuan-perlakuan yang kejam dari para
pemiliknya. Ekspor budak dari Afrika Barat yang dilakukan oleh orang-orang
Eropa Barat ke Benua Amerika berlangsung hampir empat abad lamanya, yakni sejak
permulaan abad ke-16 hingga tahun 1880, tahun terakhir budak Afrika dikirim ke
Kuba, Brazilia.
2.1.2 Perbudakan di Amerika Serikat
Impor budak ke wilayah Amerika Serikat bagian
Selatan dimulai pada 31 Agustus 1619 oleh John Rolfe, seorang bangsa Belanda
yang telah menjual sebanyak 20 orang Negro ke Virginia. Pada masa itu wilayah
Virginia masih merupakan koloni Inggris. Orang-orang Negro pertama dibawa ke
wilayah tersebut, dipekerjakan sebagai pelayan dalam rumah tangga tuannya.
Wilayah Amerika Serikat bagian Selatan di masa
periode kolonial Inggris terbentang dari daerah Maryland sampai Georgia,
mempunyai penghasilan pokok beberapa hasil pertanian dan perkebunan yang
merupakan sumber penghasilan utama dari koloni Inggris itu. Berbagai hasil
industri di Inggris ditukar dengan hasil perkebunan di daerah koloninya. Untuk
mengusahakan jenis tanaman tembakau, koloni-koloni mulai menggunakan
tenaga-tenaga budak.
Latar belakang perbuakan di Amerika Serikat
bagian Selatan sesungguhnya sangat berkaitan dengan kondisi geografisnya,
khususnya dari keadaan ekologisnya. Dalam suatu daerah yang memiliki tanah
subur memungkinkan tumbuhnya jenis-jenis tanaman perkebunan seperti: tebu,
nila, kapas, gandum, dan juga tembakau yang sesuai dengan lingkungan alamnya.
Hal inilah yang ternyata mendorong terjadinya perbudakan di daerah pertanian
perkebunan di Selatan karena sangat diperlukan tenaga-tenaga budak.
2.2 Praktik Perbudakan yang Terjadi di Amerika
Perbudakan yang
terjadi di wilayah Amerika Serikat bagian Selatan, merupakan lembaga sosial
diamana para budak terikat oleh sejumlah peraturan yang dipaksakan kepadanya
dan harus ditaati olehnya. Praktik-praktik perbudakan menunjukkan adanya suatu
eksploitasi sesama umat manusia. Perbudakan sebagai suatu lembaga sosial diatur
dan dilindungi oleh undang-undang dari negara-negara bagian di wilayah selatan.
2.2.1 Organisasi Perbudakan
Sistem perbudakan yang terdapat di Amerika
Serikat bagian Selatan ternyata mempunyai kekhususan yang berbeda dengan sistem
perbudakan di Amerika Latin dan Hindia Barat. Sistem perbudakan di Amerika
Latin menunjukkan bahwa para pemilik budak masih memperhatikan prinsip-prinsip
kemanusiaan terhadap budak-budaknya. Kaum pengusaha perkebunan tidak bermaksut
untuk mengeksploitasi tenaga-tenaga budak hingga dapat mengakibatkan hancurnya
kehidupan dan kesehatan para budak.
Warga kulit putih di Selatan menganggap bahwa
budak merupakan hak milik sah yang sebagian besar dipelihara oleh para
pengusaha perkebunan. Pemerintah federal tidak berwenang menyisihkan sistem
perbudakan yang terjadi di berbagai daerah. Beberapa tokoh negarawan di Selatan
berhasil memasukkan peraturan-peraturan yang disusun oleh Kongres, berisi
ketentuan-ketentuan mengenai pelarian budak-budak Negrodari suatu negara bagian
ke negara bagian yang lain harus dikembalikan pada pemiliknya. Peraturan
tersebut terkenal dengan nama Fulgitive
Slave Law, yang mulai disusun pada 1 Februari 1793. Dengan demikian
ketentuan-ketentuan mengenai pelarian-pelarian budak yang pada umumnya menuju
wilayah Utara harus dikembalikan pada pihak Selatan.
Di dalam lembaga perbudakan semua peraturan yang
mengatur hubungan antara tuan dan budak dimuat dalam peraturan hukum yang
disebut the Black Codes.
Peraturan-peraturan tersebut dilegalisir oleh negara-negara bagian di Selatan
pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Isi dari the Black Codes diantaranya adalah melindungi hak milik budak,
mengawasi setiap kemungkinan timbulnya gerakan-gerakan Negro yang dapat
membahayakan kedudukan para pemiliknya. Para budak dilarang mengadakan
perjanjian dengan siapa pun. Seorang budak tidak diperbolehkan melakukan suatu
kekerasan terhadap seorang kulit putih. Sebaliknya, pembunuhan yang dilakukan
oleh warga kulit putih terhadap seorang budak tidaklah dianggap sebagai suatu
perbuatan criminal.
Hukuman yang ringan bagi para budak yang
melanggar ketentuan dalam the Black Codes
ialah dipekerjakan kembali di tempat pekerjaan yang berat. Hukuman terberat
misalnya dilakukan oleh komplotan-komplotan budak yang berusaha untuk melakukan
pemberontakan harus mengalami hukuman mati di tiang gantungan.
2.2.2Perbudakan sebagai Lembaga Sosial
Masyarakat Negro pada masa perbudakan dapat
dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu (1) orang-orang Negro bebas (2)
orang-orang Negro budak, baik yang bekerja sebagai pelayan-pelayan rumah tangga
maupun budak-budak yang bekerja di tempat-tempat pertanian perkebunan. Kelompok
orang Negro bebas dahulunya berasal dari para budak yang bekerja sebagai
pelayan rumah tangga yang merasa dirinya memiliki kehidupan sosial yang lebih
baik jika disbanding dengan budak-budak pertanian perkebunan.
Selain itu kelompok Negro bebas dapat berasal
dari hubungan gelap antara budak-budak wanita dengan laki-laki orang kulit
putih yang biasanya adalah tuannya sendiri. anak keturunannya disebut dengan
golongan Mulatto. Anak-anak yang
dilahirkan dari hasil perkawinan orang-orang Mulatto bebas dengan orang-orang
kulit putih juga dapat menjadi orang Negro bebas. Para budak yang dapat membeli
kebebasannya sendiri dari tuannya dapat dinyatakan sebagai Negro bebas. Para
budak yang berhasil melarikan diri dari tuannya, biasanya ke wilayah Utara
dapat dikatakan pula sebagai orang-orang Negro bebas.
Keadaan sosial ekonomi orang-orang Negro bebas
berbeda dengan mereka yang berstatus budak. Di wilayah Selatan kondisi ekonomi
orang-orang Negro bebas berbeda antara satu dengan yang lain. Kelompok orang-orang
Negro bebas yang berdiam di pedesaan mempunyai kondisi sosial ekonomi cukup,
dan banyak diantaranya menjadi petani. Sedangkan di antara orang-orang Negro
bebas yang hidup di kota, ada yang bekerja sebagai ahli mesin, tukang kayu,
pandai besi, menjadi sais, dan sebagainya.
Sejak para budak diimpor dari Afrika Barat sudah
dipilih dan dikelompokkan berdasar perbedaan suku bangsa. Misalnya para budak
dari suku bangsa Congo, mempunyai wajah tampan dan sifat penurut, tenaganya
dapat digunakan sebagai budak-budak rumah tangga maupun budak-budak perkebunan.
Budak-budak dari daerah Guinea mempunyai fisik tinggi dan besar serta bersifat
kejam, sehingga dipekerjakan di daerah-daerah pertanian perkebunan. Budak-budak
dari suku bangsa Eboes di wilayah Gaboon, dikenal sebagai budak yang suka
bergolak dan keras kepala, apabila mereka dipekerjakan di perkebunan maka
kurang efisien karena keadaan fisiknya lemah.
Para budak tak dapat melindungi para anggota
keluarganya sendiri dari segala gangguan yang timbul dari luar khususnya yang
dilakukan oleh orang-orang kulit putih. Budak-budak wanita tidak dapat
melindungi dirinya sendiri terhadap keinginan pemuasan seksual dari tuannya.
Istri budak juga tidak dapat menjamin anak-anaknya dari segala gangguan
orang-orang kulit putih. Jadi wanita-wanita budak hanya dapat memperoleh
perlindungan dirinya apabila timbul gangguan-gangguan yang berasal dari sesame
budak.
Tempat kediaman para budak perkebunan berupa
gubug-gubug kecil dengan keadaan yang menyedihkan, tidak terurus, kotor, dan
gelap. Maka tidak mengherankan apabila di antara mereka banyak yang menderita
penyakit tuberculosis dan cacar. Dalam mengawasi segala kegiatan para budak
perkebunan, di tempat-tempat gubug didirikan pos-pos penjagaan yang setiap 1-4
minggu sekali dilakukan patroli-patroli keamanan oleh para pengusaha
perkebunanyang dibantu oleh mandornya.
2.3 Usaha Penghapusan Perbudakan di Amerika
Perbudakan yang sampai saat itu nyaris tidak mendapat
perhatian publik, mulai menduduki posisi yang jauh lebih besar sebagai isu
nasional. Pada masa awal republik ini, ketika negara bagian Utara mempersiapkan
emansipasi budak secara langsung maupun bertahap, banyak pemimpin yang menyarankan
perbudakan dimusnahkan. Pada 1786 George Washington menuliskan bahwa dia dengan
ikhlas berharap bisa membahas beberapa rancangan “supaya perbudakan bisa
dihapuskan secara perlahan, pasti dan dalam tingkat yang tidak kentara.” Para
pemimpin asal Virginia, Jefferson, Madison, dan Monroe, serta negarawan ternama
Selatan lainnya membuat pernyataan serupa. Ordonansi Northwest 1787
melarang perbudakan di wilayah barat laut.
Sebelum
1800, orang-orang abolisi hitam seperti Prince Hall, Benjamin Banneker, Abraham
Jones, dan Richard Allen mulai menyuarakan antiperbudakan dan mendirikan the Free African Society of Philadelpia.
Para pemimpin oranmg kulit putih maupun orang-orang Negro di Utara mendirikan
suatu gerakan abolisi yang bernama the
Underground Railroad. Gerakan ilegal ini didirikan pada 1804, yang terdapat
di berbagai negara seperti Indiana, Illinois, Ohio, dan Pennsylvania. Gerakan
tersebut agar lebih aman dalam melakukan aktivitasnya membantu melarikan para
budak selalu dilakukan pada waktu malam.
Reaksi
orang-orang Selatan dalam menghadapi gerakan the Underground Railroad diantaranya mulai dikeluarkan
perintah-perintah penangkapan terhadap tokoh-tokoh dan anggota-anggota gerakan
yang terbukti telah menyelundupkan budak-budak ke wilayah Selatan. Pimpinan-pimpinan
Selatan dalam usahanya sering melakukan pengejaran terhadap budak-budak yang
melarikan diri ke Utara. Pada akhir 1808, ketika
perdagangan budak internasional dihapuskan,
banyak rakyat Selatan berpikir perbudakan akan
segera berakhir. Harapan ini terbukti keliru,
karena selama satu generasi berikutnya,
wilayah Selatan bersatu dengan teguh mendukung
institusi perbudakan sebagai faktor ekonomi baru menjadikan perbudakan jauh lebih menguntungkan daripada sebelum 1790.
Pada 1818, ketika
Illinois diakui oleh Perserikatan, 10 negara bagian mengizinkan perbudakan sementara 11 negara bagian menentangnya; tetapi terdapat keseimbangan setelah Alabama diakui sebagai negara
bagian yang mengizinkan perbudakan. Populasi
berkembang lebih cepat di Utara sehingga wilayah Utara menjadi mayoritas dalam perwakilan dewan. Namun Senat mempertahankan kesetaraan antara Utara dan Selatan.
Pada 1819, Missouri,
yang memiliki 10.000 budak, mengajukan diri untuk bergabung dengan Perserikatan. Rakyat Utara bersatu melawan penerimaan Missouri kecuali sebagai
negara bagian yang bebas budak. Selama
beberapa waktu Kongres mengalami lahan
pertanian, tetapi Henry Clay me-ngusulkan apa yang kemudian disebut
sebagai Kompromi Missouri : Missouri
diakui sebagai negara yang mengizinkan
perbudakan sementara pada waktu yang sama Maine masuk sebagai negara bagian bebas perbudakan. Selain itu,
Kongres melarang perbudakan dari wilayah yang
didapat sebagai akibat Pembelian Louisiana di utara perbatasan selatan Missouri. Pada saat itu, provisi ini dianggap sebagai kemenangan bagi negara bagian Selatan karena tidak
terpikir oleh mereka bahwa “Gurun Besar
Amerika” ini akan ditempati. Pertentangan itu untuk sementara
teratasi, tetapi Thomas Jefferson menulis
kepada seorang teman bahwa “pertanyaan sangat penting ini, laksana lonceng kebakaran di malam hari, membangunkan
dan memenuhi diriku dengan ketakutan
yang luar biasa. Aku langsung menganggapnya
sebagai suara lonceng kematian Perserikatan.”
2.4 Pemberontakan yang Dilakukan oleh Para Budak di Amerika
Terjadinya pemberontakan budak pada hakikatnya
tidak lepas dari keadaan lingkungan sosial yang sangat menekan kehidupannya
yang disebabkan oleh berbagai tindakan dari pemiliknya. Disorganisasi keluarga
dalam masyarakat budak merupakan sumber utama timbulnya pemberontakan. Perasaan
tak puas dari para budak karena adanya ascribed status, yaitu status yang
dibebankan oleh pemaksaan dan pembenahan dalam hirarki sosial yang berlaku
dalam lingkungan warga kulit putih di Selatan yang menganggap bahwa budak berstatus
sebagai hak milik. Budak-budak sering mengalami tekanan jiwa akibat perlakuan
kejam dari para tuannya.
Faktor pimpinan di dalam suatu pemberontakan
budak sangat diperlukan sekali sebagai motor penggerak. Para pemimpin tersebut
beserta anggota-anggotanya langsung menyerang dengan kekerasan terhadap
tuannya. Seringkali para pemimpin itu menceritakan rencana-rencana
pemberontakannya kepada budak yang terpercaya yaitu pada budak rumah tangga.
Namun budak tersebut ternyata merupakan musuh dalam selimut dari para pemimpin
pemberontakan.
Pemberontakan budak pertama kali terjadi di
South Carolina pada November 1526. Sedangkan pemberontakan budak yang dianggap
penting pada era kolonial Inggris di Amerika Serikat terjadi di wilayah
Virginia pada September 1663. Telah terjadi 115 kali pemberontakan budak di
berbagai wilayah di Amerika Serikat yang sebagian besar terjadi di Selatan.
Sejak wilayah Utara melarang adanya perbudakan pada 1804, maka tidak pernah
terjadi pemberontakan-pemberontakan budak. Selama periode 1800 – 1864 telah
terjadi 54 kali pemberontakan budak yang kesemuanya terdapat di wilayah
Selatan.
Ada tiga peristiwa penting dalam pemberontakan
budak tersebut, yaitu:
- Pemberontakan yang terjadi pada 1800 di Virginia, dipimpin oleh Gabriel Prosser
Gabriel Prosser adalah budak
rumah tangga yang bekerja sebagai sais dari seorang pengusaha perkebunan di
daerah Virginia, bernama Thomas Prosser. Ia seorang pengikut kristiani yang
amat tekun mempelajari ajaran Injil. Ia mulai tergugah hatinya ingin membantu
perjuangan bangsanya membebaskan dari belenggu perbudakan. Setelah beberapa
tahun mengabdi pada tuannya, ia memperoleh kemerdekaannya sebagai seorang Negro
bebas.
Perjuangannnya didasarkan pada
konsep-konsep agama dan rasional. Sebelum Gabriel Prosser mulai melaksanakan
rencananya, rahasia pemberontakan telah bocor karena pengkhianatan yang
dilakukan oleh dua orang budak rumah tangga. Akhirnya pemerintah Virginia
menjatuhkan hukuman mati di tiang gantungan kepada Gabriel Prosser.
- Pemberontakan yang terjadi pada 1822 di South Carolina, dipimpin oleh Denmark Vesey
Pemberontakan budak yang lain
dilakukan oleh Denmark Vesey di negara bagian South Carolina pada 1822. Seperti
halnya Gabriel Prosser, Denmark Vesey berasal dari bekas budak rumah tangga. Ia
berhasil memperoleh kebebasannya setelah memperoleh suatu keuntungan dalam
permainan lotere sebesar $ 1.500, kemudian ia bekerja menjadi seorang tukang
kayu. Perjuangan Vesey dalam menentang perbudakan terpengaruh oleh konsep
pemikiran Gabriel Prosser. Ia juga member konsep agama dan ide dari Revolusi
Perancis. Disamping itu, ia juga mendapat dukungan dari para pemimpin Gereja
Metodhist yang terdiri dari orang-orang Negro. Rencana pemberontakan Vesey
ternyata juga telah dikhianati oleh seorang budak yang telah mendapat kepercayaan
darinya. Budak itu bernama Devany, seorang pelayan rumah tangga yang bekerja
sebagai kusir gerobak pada bekas Kolonel Prioleau. Dan akhirnya ia harus
menjalani hukuman mati di tiang gantungan.
- Pemberontakan yang terjadi pada 1831 di Virginia dan juga di berbagai wilayah, dipimpin oleh Nat Turner
Nat Turner dilahirkan sebagai
budak pada 20 Oktober 1800, di wilayah Virginia. Ia mendapat simpati dari
tuannya sehingga menjadi berpengaruh di lingkungan budak-budak dan juga pada
para pekerja kulit putih. Setelah beberapa tahun ia bekerja pada tuannya,
akhirnya ia mendapat kebebasan atas dirinya. Kemudian ia menjadi pendeta yang
fanatic dengan menggunakan konsep perjuangan supra rasional dalam usahanya
membebaskan para budak.
Nat Turner beserta para pengikutnya
telah melakukan pemberontakan kejam terhadap tuannya, Joseph Travis beserta
keluarganya sehingga ia mendapat sebutan sebagai “Bandit Besar” di kalangan
kulit putih di Virginia. Sebagai tindak balasan dari warga kulit putih, para
budak yang diduga terlibat dalam pemberontakan dibinasakan, sedangkan 13 orang
budak yang lain dijatuhi hukuman gantung. Selama enam minggu, Nat Turner
bersembunyi di suatu daerah pegunungan di Southampton, tetapi akhirnya ia
beserta para pengikutnya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Simpulan
Pada awalnya para
budak yang dipekerjakan di Amerika Serikat berasal dari Afrika Barat. timbulnya
perbudakan dan praktik-praktik perdagangan budak semula dilakukan oleh
orang-orang Islam dan kemudian oleh orang-orang Eropa Barat pada abad ke-15.
Budak-budak tersebut digunakan tenaganya di daerah pertanian dan di tempat
kuil-kuil.
Perdagangan budak di Afrika Barat mulai
berkembang sejak ditemukannya Benua Amerika pada awal abad ke-16. Orang-orang
Portugis dan Spanyol mulai menjalin hubungan perdagangan dengan penduduk
pribumi. Selain bangsa Portugis dan Spanyol yang datang ke Afrika Barat, juga
bangsa-bangsa Eropa lain yakni Belanda, Inggris, dan Perancis yang kesemuanya
berhasil menguassi perdagangan budak di Afrika Barat.
Para budak tersebut kemudaian di ekspor ke
Amerika dan dipekerjakan disana. Latar belakang perbuakan di Amerika Serikat
sesungguhnya berkaitan dengan kondisi geografis, khususnya dari keadaan
ekologisnya. Sistem perbudakan di Amerika Latin dan Hindia Barat berbeda dengan
sistem perbudakan di Amerika Serikat bagian Selatan. Di Amerika Serikat bagian
Selatan, para
budak terikat oleh sejumlah peraturan yang dipaksakan kepadanya dan harus
ditaati olehnya. Sedangkan sistem perbudakan di
Amerika Latin menunjukkan bahwa para pemilik budak masih memperhatikan
prinsip-prinsip kemanusiaan terhadap budak-budaknya. Hal inilah yang mendorong
terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh para budak untuk membebaskan
bangsanya dari belenggu perbudakan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Chandra Mass, Adhitya,
dkk. 2005. Garis Besar Sejarah Amerika
Serikat. Biro Program Informasi Internasional Departemen Luar Negeri AS.
Sundoro, Mohamad Hadi. 2012. Sejarah Amerika Serikat: Sejak Periode
Kolonial sampai Masa Rekonstruksi 1607 – 1877. Jember: Jember University
Press
Internet
Adam CS. 2012. Perbudakan di Amerika. Dalam http://mediabacaan.blogspot.com/2012/11/perbudakan-di-amerika.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar