Sabtu, 24 Mei 2014

PERBUDAKAN DAN RASIONALISME DI AMERIKA


“MASALAH PERBUDAKAN DI AMERIKA”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Amerika
Dosen Pengampuh Dr. Suranto, M.Pd.








Oleh :

Hajar Riza Asyiyah       (120210302051)

Kelas B







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Masalah Perbudakan di Amerika” dengan tepat waktu. Yang mana penulisan makalah ini kami gunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Amerika.
Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Dr. Suranto, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Amerika. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada kami dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, sehingga kami selaku penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang nantinya akan kami gunakan sebagai perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.








Jember, April 2014
Penyusun



DAFTAR ISI




BAB 1. PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Praktik-praktik perbudakan yang dilakukan oleh orang-orang kulit putih terhadap orang-orang Negro telah terjadi sejak zaman kuno. Hal ini terbukti dengan adanya perbudakan yang dilakukan oleh orang-orang Mesir Kuno terhadap orang-orang Negro di Afrika. Budak-budak tersebut digunakan tenaganya di daerah pertanian dan di tempat kuil-kuil (piramida-piramida).
Perbudakan adalah suatu lembaga sosial, dimana perikehidupan para budak itu secara mutlak dikuasai seluruhnya oleh para pemiliknya. Penguasa mutlak atas diri budak-budak itu baik meliputi fisik maupun kemanusiaan. Sedangkan apa yang dimaksud budak itu sendiri adalah orang yang dianggap atau disamakan sebagai barang milik, hak kebebasan sebagai hak azasi manusia telah dirampas oleh orang luar, baik disebabkan karena ditawan, dijual atau dilahirkan dari orang tuanya yang telah berkedudukan sebagai budak. Statusnya sebagai barang milik membuat budak dapat diperjualbelikan seperti barang dagangan.
Dari pemaparan sekilas tentang latar belakang diatas, timbullah suatu permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini.

1.2   Rumusan Masalah

1.2.1        Bagaimanakah awal terjadinya perbudakan di Amerika?
1.2.2        Bagaimanakah praktik perbudakan yang terjadi di Amerika?
1.2.3        Bagaimanakah usaha penghapusan perbudakan di Amerika?
1.2.4        Pemberontakan apa sajakah yang dilakukan oleh para budak di Amerika?

1.3    Tujuan

1.3.1        Untuk mengetahui awal terjadinya perbudakan di Amerika.
1.3.2        Untuk mengetahui praktik perbudakan yang terjadi di Amerika.
1.3.3        Untuk mengetahui usaha penghapusan perbudakan di Amerika.
1.3.4        Untuk mengetahui pemberontakan yang dilakukan oleh para budak di Amerika.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1  Awal Terjadinya Perbudakan di Amerika

2.1.1  Tenaga Budak dari Afrika Barat

Pada awalnya para budak yang dipekerjakan di Amerika Serikat berasal dari Afrika Barat. Sebab-sebab timbulnya perbudakan dan praktik-praktik perdagangan budak semula dilakukan oleh orang-orang Islam dan kemudian oleh orang-orang Eropa Barat pada abad ke-15. Penghidupan pokok rakayt Negro Afrika adalah dari hasil pertanian, di samping menangkap ikan dan berburu. Hasil pertanian yang ada di wilayah itu antara lain gandum, kapas, padi, dan ketela.
Beberapa kerajaan yang terdapat di wilayah itu diantaranya: Kerajaan Songhai, Ghana, Wagadudu, Haussa, dan Mandingu yang nantinya lebih dikenal dengan nama negara Nigeria. Setiap raja atau penguasa tentu memiliki budak-budak, hasil dari tawanan perang yang kemudian dijadikan sebagai hak milik kekayaan negara. Para budak digunakan untuk membantu mengerjakan tanah-tanah pertanian dan perkebunan. Pada abad ke-10 orang-orang Arab mulai masuk ke wilayah Afrika Barat. Sejak itu, pengaruh agama Islam mulai meluas. Orang-orang Arab di samping berdagang dengan rakyat Afrika Barat juga menyiarkan agama. Para raja atau penguasa-pengusa mulai memeluk agama Islam.
Terdapat beberapa pendapat yang mengatakan bahwa permulaan daerah perdagangan budak di Afrika Barat terjdai di daerah Angola, Kongo, dan Guinea. Selanjutnya meluas ke Sudan Barat. Ada yang menyebut lain bahwa perdagangan budak di Afrika Barat berasal dari daerah-daerah pedalaman yang jauh. Ada juga yang berpendapat bahwa asal mula tempat perdagangan budak terdapat di Guinea yang terletak di Pantai Afrika Barat.
Perdagangan budak di Afrika Barat mulai berkembang sejak ditemukannya Benua Amerika pada awal abad ke-16. Orang-orang Portugis dan Spanyol mulai menjalin hubungan perdagangan dengan penduduk pribumi. Mereka mendirikan benteng-benteng dan pos-pos perdagangan. Terjadi hubungan perdagangan antara raja-raja Negro di Afrika Barat dengan para pedagang Portugis dan Spanyol, di samping masuknya agama Kristen ke wilayah tersebut. Seiring degan bertambahnya volume perdagangan budak, maka sejak abad ke-17 banyak didirikan tempat-tempat perdagangan sepanjang Pantai Afrika Barat.
Selain bangsa Portugis dan Spanyol yang datang ke Afrika Barat, juga bangsa-bangsa Eropa lain yakni Belanda, Inggris, dan Perancis. Bangsa Belanda berhasil menguasai perdagangan budak di daerah Pantai Guineapada 1595. Para budak diangkut oleh kapal-kapal Belanda dikirim ke Brazilia Utara.
Orang-orang Inggris dipimpin oleh Sir John Hawkins mulai tertarik melakukan perdagangan budak di Afrika Barat pada 1562. Mula-mula ia bertujuan untuk mencari logam, namun akhirnya Hawkins lebih tertarik pada perdagangan budak. Pada pertengahan abad ke-18 Inggris berhasil mendirikan koloni-koloninya di wilayah Afrika Barat terutama di sepanjang pantai Guinea.
Pada 1672, Inggris mendirikan suatu organisasi dagang di Afrika Barat yang bernama the Royal African Company. Para budak yang dibawa oleh kapal-kapal Inggris ditukar dengan hasil-hasil seperti textile, anggrur, senjata, dan kebutuhan-kebutuhan lain yang sangat diperlukan oleh para raja atau penguasa-penguasa pribumi di wilayah Afrika Barat. Orang-orang Perancis merupakan salah satu bangsa Eropa Barat yang terakhir ikut mengusahakan perdagangan budak di Pantai Afrika Barat, yaitu daerah Senegal pada 1662. Budak-budak yang diangkut oleh kapal-kapal Perancis biasanya dikirim ke wilayah Santo Domingo di Kepulauan Haiti.
Pengangkutan budak-budak dari daerah Afrika Barat dengan kapal-kapal, ternyata banyak mengalami berbagai kesulitan. Hal ini disebabkan para pedagang budak harus memperketat pengawasan, karena sering terjadi perlawanan dari mereka. Para budak banyak yang menderita sakit, barang kali disebabkan lamanya dalam perjalanan, perbedaan iklim, makan yang tidak teratur, dan penderitaan fisik sebab perlakuan-perlakuan yang kejam dari para pemiliknya. Ekspor budak dari Afrika Barat yang dilakukan oleh orang-orang Eropa Barat ke Benua Amerika berlangsung hampir empat abad lamanya, yakni sejak permulaan abad ke-16 hingga tahun 1880, tahun terakhir budak Afrika dikirim ke Kuba, Brazilia.

2.1.2  Perbudakan di Amerika Serikat

Impor budak ke wilayah Amerika Serikat bagian Selatan dimulai pada 31 Agustus 1619 oleh John Rolfe, seorang bangsa Belanda yang telah menjual sebanyak 20 orang Negro ke Virginia. Pada masa itu wilayah Virginia masih merupakan koloni Inggris. Orang-orang Negro pertama dibawa ke wilayah tersebut, dipekerjakan sebagai pelayan dalam rumah tangga tuannya.
Wilayah Amerika Serikat bagian Selatan di masa periode kolonial Inggris terbentang dari daerah Maryland sampai Georgia, mempunyai penghasilan pokok beberapa hasil pertanian dan perkebunan yang merupakan sumber penghasilan utama dari koloni Inggris itu. Berbagai hasil industri di Inggris ditukar dengan hasil perkebunan di daerah koloninya. Untuk mengusahakan jenis tanaman tembakau, koloni-koloni mulai menggunakan tenaga-tenaga budak.
Latar belakang perbuakan di Amerika Serikat bagian Selatan sesungguhnya sangat berkaitan dengan kondisi geografisnya, khususnya dari keadaan ekologisnya. Dalam suatu daerah yang memiliki tanah subur memungkinkan tumbuhnya jenis-jenis tanaman perkebunan seperti: tebu, nila, kapas, gandum, dan juga tembakau yang sesuai dengan lingkungan alamnya. Hal inilah yang ternyata mendorong terjadinya perbudakan di daerah pertanian perkebunan di Selatan karena sangat diperlukan tenaga-tenaga budak.

2.2  Praktik Perbudakan yang Terjadi di Amerika

Perbudakan yang terjadi di wilayah Amerika Serikat bagian Selatan, merupakan lembaga sosial diamana para budak terikat oleh sejumlah peraturan yang dipaksakan kepadanya dan harus ditaati olehnya. Praktik-praktik perbudakan menunjukkan adanya suatu eksploitasi sesama umat manusia. Perbudakan sebagai suatu lembaga sosial diatur dan dilindungi oleh undang-undang dari negara-negara bagian di wilayah selatan.

2.2.1  Organisasi Perbudakan

Sistem perbudakan yang terdapat di Amerika Serikat bagian Selatan ternyata mempunyai kekhususan yang berbeda dengan sistem perbudakan di Amerika Latin dan Hindia Barat. Sistem perbudakan di Amerika Latin menunjukkan bahwa para pemilik budak masih memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan terhadap budak-budaknya. Kaum pengusaha perkebunan tidak bermaksut untuk mengeksploitasi tenaga-tenaga budak hingga dapat mengakibatkan hancurnya kehidupan dan kesehatan para budak.
Warga kulit putih di Selatan menganggap bahwa budak merupakan hak milik sah yang sebagian besar dipelihara oleh para pengusaha perkebunan. Pemerintah federal tidak berwenang menyisihkan sistem perbudakan yang terjadi di berbagai daerah. Beberapa tokoh negarawan di Selatan berhasil memasukkan peraturan-peraturan yang disusun oleh Kongres, berisi ketentuan-ketentuan mengenai pelarian budak-budak Negrodari suatu negara bagian ke negara bagian yang lain harus dikembalikan pada pemiliknya. Peraturan tersebut terkenal dengan nama Fulgitive Slave Law, yang mulai disusun pada 1 Februari 1793. Dengan demikian ketentuan-ketentuan mengenai pelarian-pelarian budak yang pada umumnya menuju wilayah Utara harus dikembalikan pada pihak Selatan.
Di dalam lembaga perbudakan semua peraturan yang mengatur hubungan antara tuan dan budak dimuat dalam peraturan hukum yang disebut the Black Codes. Peraturan-peraturan tersebut dilegalisir oleh negara-negara bagian di Selatan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Isi dari the Black Codes diantaranya adalah melindungi hak milik budak, mengawasi setiap kemungkinan timbulnya gerakan-gerakan Negro yang dapat membahayakan kedudukan para pemiliknya. Para budak dilarang mengadakan perjanjian dengan siapa pun. Seorang budak tidak diperbolehkan melakukan suatu kekerasan terhadap seorang kulit putih. Sebaliknya, pembunuhan yang dilakukan oleh warga kulit putih terhadap seorang budak tidaklah dianggap sebagai suatu perbuatan criminal.
Hukuman yang ringan bagi para budak yang melanggar ketentuan dalam the Black Codes ialah dipekerjakan kembali di tempat pekerjaan yang berat. Hukuman terberat misalnya dilakukan oleh komplotan-komplotan budak yang berusaha untuk melakukan pemberontakan harus mengalami hukuman mati di tiang gantungan.

2.2.2Perbudakan sebagai Lembaga Sosial

Masyarakat Negro pada masa perbudakan dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu (1) orang-orang Negro bebas (2) orang-orang Negro budak, baik yang bekerja sebagai pelayan-pelayan rumah tangga maupun budak-budak yang bekerja di tempat-tempat pertanian perkebunan. Kelompok orang Negro bebas dahulunya berasal dari para budak yang bekerja sebagai pelayan rumah tangga yang merasa dirinya memiliki kehidupan sosial yang lebih baik jika disbanding dengan budak-budak pertanian perkebunan.
Selain itu kelompok Negro bebas dapat berasal dari hubungan gelap antara budak-budak wanita dengan laki-laki orang kulit putih yang biasanya adalah tuannya sendiri. anak keturunannya disebut dengan golongan Mulatto. Anak-anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan orang-orang Mulatto bebas dengan orang-orang kulit putih juga dapat menjadi orang Negro bebas. Para budak yang dapat membeli kebebasannya sendiri dari tuannya dapat dinyatakan sebagai Negro bebas. Para budak yang berhasil melarikan diri dari tuannya, biasanya ke wilayah Utara dapat dikatakan pula sebagai orang-orang Negro bebas.
Keadaan sosial ekonomi orang-orang Negro bebas berbeda dengan mereka yang berstatus budak. Di wilayah Selatan kondisi ekonomi orang-orang Negro bebas berbeda antara satu dengan yang lain. Kelompok orang-orang Negro bebas yang berdiam di pedesaan mempunyai kondisi sosial ekonomi cukup, dan banyak diantaranya menjadi petani. Sedangkan di antara orang-orang Negro bebas yang hidup di kota, ada yang bekerja sebagai ahli mesin, tukang kayu, pandai besi, menjadi sais, dan sebagainya.
Sejak para budak diimpor dari Afrika Barat sudah dipilih dan dikelompokkan berdasar perbedaan suku bangsa. Misalnya para budak dari suku bangsa Congo, mempunyai wajah tampan dan sifat penurut, tenaganya dapat digunakan sebagai budak-budak rumah tangga maupun budak-budak perkebunan. Budak-budak dari daerah Guinea mempunyai fisik tinggi dan besar serta bersifat kejam, sehingga dipekerjakan di daerah-daerah pertanian perkebunan. Budak-budak dari suku bangsa Eboes di wilayah Gaboon, dikenal sebagai budak yang suka bergolak dan keras kepala, apabila mereka dipekerjakan di perkebunan maka kurang efisien karena keadaan fisiknya lemah.
Para budak tak dapat melindungi para anggota keluarganya sendiri dari segala gangguan yang timbul dari luar khususnya yang dilakukan oleh orang-orang kulit putih. Budak-budak wanita tidak dapat melindungi dirinya sendiri terhadap keinginan pemuasan seksual dari tuannya. Istri budak juga tidak dapat menjamin anak-anaknya dari segala gangguan orang-orang kulit putih. Jadi wanita-wanita budak hanya dapat memperoleh perlindungan dirinya apabila timbul gangguan-gangguan yang berasal dari sesame budak.
Tempat kediaman para budak perkebunan berupa gubug-gubug kecil dengan keadaan yang menyedihkan, tidak terurus, kotor, dan gelap. Maka tidak mengherankan apabila di antara mereka banyak yang menderita penyakit tuberculosis dan cacar. Dalam mengawasi segala kegiatan para budak perkebunan, di tempat-tempat gubug didirikan pos-pos penjagaan yang setiap 1-4 minggu sekali dilakukan patroli-patroli keamanan oleh para pengusaha perkebunanyang dibantu oleh mandornya.

2.3  Usaha Penghapusan Perbudakan di Amerika

Perbudakan yang sampai saat itu nyaris tidak mendapat perhatian publik, mulai menduduki posisi yang jauh lebih besar sebagai isu nasional. Pada masa awal republik ini, ketika negara bagian Utara mempersiapkan emansipasi budak secara langsung maupun bertahap, banyak pemimpin yang menyarankan perbudakan dimusnahkan. Pada 1786 George Washington menuliskan bahwa dia dengan ikhlas berharap bisa membahas beberapa rancangan “supaya perbudakan bisa dihapuskan secara perlahan, pasti dan dalam tingkat yang tidak kentara.” Para pemimpin asal Virginia, Jefferson, Madison, dan Monroe, serta negarawan ternama Selatan lainnya membuat pernyataan serupa. Ordonansi Northwest 1787 melarang perbudakan di wilayah barat laut.
Sebelum 1800, orang-orang abolisi hitam seperti Prince Hall, Benjamin Banneker, Abraham Jones, dan Richard Allen mulai menyuarakan antiperbudakan dan mendirikan the Free African Society of Philadelpia. Para pemimpin oranmg kulit putih maupun orang-orang Negro di Utara mendirikan suatu gerakan abolisi yang bernama the Underground Railroad. Gerakan ilegal ini didirikan pada 1804, yang terdapat di berbagai negara seperti Indiana, Illinois, Ohio, dan Pennsylvania. Gerakan tersebut agar lebih aman dalam melakukan aktivitasnya membantu melarikan para budak selalu dilakukan pada waktu malam.
Reaksi orang-orang Selatan dalam menghadapi gerakan the Underground Railroad diantaranya mulai dikeluarkan perintah-perintah penangkapan terhadap tokoh-tokoh dan anggota-anggota gerakan yang terbukti telah menyelundupkan budak-budak ke wilayah Selatan. Pimpinan-pimpinan Selatan dalam usahanya sering melakukan pengejaran terhadap budak-budak yang melarikan diri ke Utara. Pada akhir 1808, ketika perdagangan budak internasional dihapuskan, banyak rakyat Selatan berpikir perbudakan akan segera berakhir. Harapan ini terbukti keliru, karena selama satu generasi berikutnya, wilayah Selatan bersatu dengan teguh mendukung institusi perbudakan sebagai faktor ekonomi baru menjadikan perbudakan jauh lebih menguntungkan daripada sebelum 1790.
Pada 1818, ketika Illinois diakui oleh Perserikatan, 10 negara bagian mengizinkan perbudakan sementara 11 negara bagian menentangnya; tetapi terdapat keseimbangan setelah Alabama diakui sebagai negara bagian yang mengizinkan perbudakan. Populasi berkembang lebih cepat di Utara sehingga wilayah Utara menjadi mayoritas dalam perwakilan dewan. Namun Senat mempertahankan kesetaraan antara Utara dan Selatan.
Pada 1819, Missouri, yang memiliki 10.000 budak, mengajukan diri untuk bergabung dengan Perserikatan. Rakyat Utara bersatu melawan penerimaan Missouri kecuali sebagai negara bagian yang bebas budak. Selama beberapa waktu Kongres mengalami lahan pertanian, tetapi Henry Clay me-ngusulkan apa yang kemudian disebut sebagai Kompromi Missouri : Missouri diakui sebagai negara yang mengizinkan perbudakan sementara pada waktu yang sama Maine masuk sebagai negara bagian bebas perbudakan. Selain itu, Kongres melarang perbudakan dari wilayah yang didapat sebagai akibat Pembelian Louisiana di utara perbatasan selatan Missouri. Pada saat itu, provisi ini dianggap sebagai kemenangan bagi negara bagian Selatan karena tidak terpikir oleh mereka bahwa “Gurun Besar Amerika” ini akan ditempati. Pertentangan itu untuk sementara teratasi, tetapi Thomas Jefferson menulis kepada seorang teman bahwa “pertanyaan sangat penting ini, laksana lonceng kebakaran di malam hari, membangunkan dan memenuhi diriku dengan ketakutan yang luar biasa. Aku langsung menganggapnya sebagai suara lonceng kematian Perserikatan.”

2.4  Pemberontakan yang Dilakukan oleh Para Budak di Amerika

Terjadinya pemberontakan budak pada hakikatnya tidak lepas dari keadaan lingkungan sosial yang sangat menekan kehidupannya yang disebabkan oleh berbagai tindakan dari pemiliknya. Disorganisasi keluarga dalam masyarakat budak merupakan sumber utama timbulnya pemberontakan. Perasaan tak puas dari para budak karena adanya ascribed status, yaitu status yang dibebankan oleh pemaksaan dan pembenahan dalam hirarki sosial yang berlaku dalam lingkungan warga kulit putih di Selatan yang menganggap bahwa budak berstatus sebagai hak milik. Budak-budak sering mengalami tekanan jiwa akibat perlakuan kejam dari para tuannya.
Faktor pimpinan di dalam suatu pemberontakan budak sangat diperlukan sekali sebagai motor penggerak. Para pemimpin tersebut beserta anggota-anggotanya langsung menyerang dengan kekerasan terhadap tuannya. Seringkali para pemimpin itu menceritakan rencana-rencana pemberontakannya kepada budak yang terpercaya yaitu pada budak rumah tangga. Namun budak tersebut ternyata merupakan musuh dalam selimut dari para pemimpin pemberontakan.
Pemberontakan budak pertama kali terjadi di South Carolina pada November 1526. Sedangkan pemberontakan budak yang dianggap penting pada era kolonial Inggris di Amerika Serikat terjadi di wilayah Virginia pada September 1663. Telah terjadi 115 kali pemberontakan budak di berbagai wilayah di Amerika Serikat yang sebagian besar terjadi di Selatan. Sejak wilayah Utara melarang adanya perbudakan pada 1804, maka tidak pernah terjadi pemberontakan-pemberontakan budak. Selama periode 1800 – 1864 telah terjadi 54 kali pemberontakan budak yang kesemuanya terdapat di wilayah Selatan.
Ada tiga peristiwa penting dalam pemberontakan budak tersebut, yaitu:
  1. Pemberontakan yang terjadi pada 1800 di Virginia, dipimpin oleh Gabriel Prosser
Gabriel Prosser adalah budak rumah tangga yang bekerja sebagai sais dari seorang pengusaha perkebunan di daerah Virginia, bernama Thomas Prosser. Ia seorang pengikut kristiani yang amat tekun mempelajari ajaran Injil. Ia mulai tergugah hatinya ingin membantu perjuangan bangsanya membebaskan dari belenggu perbudakan. Setelah beberapa tahun mengabdi pada tuannya, ia memperoleh kemerdekaannya sebagai seorang Negro bebas.
Perjuangannnya didasarkan pada konsep-konsep agama dan rasional. Sebelum Gabriel Prosser mulai melaksanakan rencananya, rahasia pemberontakan telah bocor karena pengkhianatan yang dilakukan oleh dua orang budak rumah tangga. Akhirnya pemerintah Virginia menjatuhkan hukuman mati di tiang gantungan kepada Gabriel Prosser.

  1. Pemberontakan yang terjadi pada 1822 di South Carolina, dipimpin oleh Denmark Vesey
Pemberontakan budak yang lain dilakukan oleh Denmark Vesey di negara bagian South Carolina pada 1822. Seperti halnya Gabriel Prosser, Denmark Vesey berasal dari bekas budak rumah tangga. Ia berhasil memperoleh kebebasannya setelah memperoleh suatu keuntungan dalam permainan lotere sebesar $ 1.500, kemudian ia bekerja menjadi seorang tukang kayu. Perjuangan Vesey dalam menentang perbudakan terpengaruh oleh konsep pemikiran Gabriel Prosser. Ia juga member konsep agama dan ide dari Revolusi Perancis. Disamping itu, ia juga mendapat dukungan dari para pemimpin Gereja Metodhist yang terdiri dari orang-orang Negro. Rencana pemberontakan Vesey ternyata juga telah dikhianati oleh seorang budak yang telah mendapat kepercayaan darinya. Budak itu bernama Devany, seorang pelayan rumah tangga yang bekerja sebagai kusir gerobak pada bekas Kolonel Prioleau. Dan akhirnya ia harus menjalani hukuman mati di tiang gantungan.

  1. Pemberontakan yang terjadi pada 1831 di Virginia dan juga di berbagai wilayah, dipimpin oleh Nat Turner
Nat Turner dilahirkan sebagai budak pada 20 Oktober 1800, di wilayah Virginia. Ia mendapat simpati dari tuannya sehingga menjadi berpengaruh di lingkungan budak-budak dan juga pada para pekerja kulit putih. Setelah beberapa tahun ia bekerja pada tuannya, akhirnya ia mendapat kebebasan atas dirinya. Kemudian ia menjadi pendeta yang fanatic dengan menggunakan konsep perjuangan supra rasional dalam usahanya membebaskan para budak.
Nat Turner beserta para pengikutnya telah melakukan pemberontakan kejam terhadap tuannya, Joseph Travis beserta keluarganya sehingga ia mendapat sebutan sebagai “Bandit Besar” di kalangan kulit putih di Virginia. Sebagai tindak balasan dari warga kulit putih, para budak yang diduga terlibat dalam pemberontakan dibinasakan, sedangkan 13 orang budak yang lain dijatuhi hukuman gantung. Selama enam minggu, Nat Turner bersembunyi di suatu daerah pegunungan di Southampton, tetapi akhirnya ia beserta para pengikutnya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.


BAB 3. PENUTUP

3.1 Simpulan

Pada awalnya para budak yang dipekerjakan di Amerika Serikat berasal dari Afrika Barat. timbulnya perbudakan dan praktik-praktik perdagangan budak semula dilakukan oleh orang-orang Islam dan kemudian oleh orang-orang Eropa Barat pada abad ke-15. Budak-budak tersebut digunakan tenaganya di daerah pertanian dan di tempat kuil-kuil.
Perdagangan budak di Afrika Barat mulai berkembang sejak ditemukannya Benua Amerika pada awal abad ke-16. Orang-orang Portugis dan Spanyol mulai menjalin hubungan perdagangan dengan penduduk pribumi. Selain bangsa Portugis dan Spanyol yang datang ke Afrika Barat, juga bangsa-bangsa Eropa lain yakni Belanda, Inggris, dan Perancis yang kesemuanya berhasil menguassi perdagangan budak di Afrika Barat.
Para budak tersebut kemudaian di ekspor ke Amerika dan dipekerjakan disana. Latar belakang perbuakan di Amerika Serikat sesungguhnya berkaitan dengan kondisi geografis, khususnya dari keadaan ekologisnya. Sistem perbudakan di Amerika Latin dan Hindia Barat berbeda dengan sistem perbudakan di Amerika Serikat bagian Selatan. Di Amerika Serikat bagian Selatan, para budak terikat oleh sejumlah peraturan yang dipaksakan kepadanya dan harus ditaati olehnya. Sedangkan sistem perbudakan di Amerika Latin menunjukkan bahwa para pemilik budak masih memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan terhadap budak-budaknya. Hal inilah yang mendorong terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh para budak untuk membebaskan bangsanya dari belenggu perbudakan.


DAFTAR PUSTAKA

Buku
Chandra Mass, Adhitya, dkk. 2005. Garis Besar Sejarah Amerika Serikat. Biro Program Informasi Internasional Departemen Luar Negeri AS.
Sundoro, Mohamad Hadi. 2012. Sejarah Amerika Serikat: Sejak Periode Kolonial sampai Masa Rekonstruksi 1607 – 1877. Jember: Jember University Press
Internet
Adam CS. 2012. Perbudakan di Amerika. Dalam http://mediabacaan.blogspot.com/2012/11/perbudakan-di-amerika.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.