Disusun untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampu Dr.
Suranto, M.Pd.
Oleh :
Hajar
Riza Asyiyah (120210302051)
Kelas
B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
Latar Belakang Lahirnya Fasisme
Fasisme adalah pengorganisasian
pemerintah dan masyarakat secara totaliter oleh suatu kediktatoran partai
tunggal yang sangat nasionalis, rasialis, militeris, dan imperialis. Fasisme
adalah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik. Fasis berusaha
untuk mengatur bangsa menurut perspektif korporatis, nilai, dan sistem termasuk
sistem politik dan ekonomi. Mereka menganjurkan pembentukan partai tunggal
negara totaliter yang berusaha mobilisasi masa suatu bangsa dan terciptanya ”manusia baru” yang ideal untuk membentuk
suatu elit pemerintahan melalui indoktrinasi, pendidikan fisik, dan termasuk
eugenika kebijakan keluarga. Fasis percaya bahwa bangsa memerlukan kepemimpinan
yang kuat, identitas kolektif tunggal dan kemampuan untuk melakukan kekerasan
dan berperang untuk menjaga bangsa yang kuat. Pemerintah fasis melarang dan
menekan oposisi terhadap negara.
Fasis menginginkan kekerasan,
perang dan militerisme sebagai pemberian perubahan positif dalam masyarakat,
dalam memberikan renovasi spiritual, pendidikan, menanamkan sebuah keinginan
untuk mendominasi dalam karakter orang, dan menciptakan persaudaraan nasional
melalui dinas militer. Fasis melihat kekerasan dan perang sebagai tindakan yang
menciptakan regenerasi semangat, nasional dan vitalitas.
Fasisme merupakan paham anti
komunisme, anti demokratis, anti individualis, anti liberal, anti parlemen,
anti konservatif, anti boorjuis, anti proletar, dan dalam banyak kasus anti
kapitalis. Fasisme menolak konsep-konsep egalitarianisme, materialisme, dan
rasionalisme yang mendukung tindakan disiplin, hirarki, semangat, dan semangat
keinginan. Dalam ilmu ekonomi fasis menentang liberalisme (sebagai gerakan
borjuis) dan marxisme (sebagai gerakan proletar) untuk menjadi eksklusif
ekonomi berbasis kelas gerakan fasis.
Di Eropa, Italia merupakan
negara pertama yang menjadi fasis (1922), menyusul Jerman (1933) dan kemudian
Spanyol (1936). Di Asia, Jepang berubah menjadi negara fasis pada tahun 1930-an
melalui perubahan secara berangsur-angsur ke arah lembaga-lembaga totaliter
setelah menyimpang dari warisan budaya aslinya. Di Argentina tahun 1943,
setelah terjadi pemberontakan para tentara yang tidak puas dan sebuah
kediktatoran, fasis kemudia dibentuk di bawah pimpinan kolonel (kemudian
menjadi jenderal) Paron yang berlangsung hingga 1955. Dengan demikian jelaslah
bahwa jika komunis adalah suatu bentuk sistem totaliter yang secara khas berkaitan
dengan negara-negara miskin dan terbelakang (Rusia di Eropa dan Cina di Asia),
maka fasisme muncul dan berkembang di negara-negara yang relatif lebih makmur
dan secara teknologi lebih maju (Jerman di Eropa dan Jepang di Asia).
Jika komunis pada umumnya
merupakan produk dari masyarakat-masyarakat pra-demokrasi dan pra-industri maka
fasisme merupakan produk dari masyarakat-masyarakat pasca demokrasi (post democratic) dan pasca indutri (post industrial). Kaum fasis tidak
mungkin merebut kekuasaan di negara-negara yang tidak memiliki pengalaman
demokrasi sama sekali. Dalam masyarakat tersebut, kediktatoran mungkin
ditunjang oleh militer, birokrasi, prestise pribadi seorang diktator. Namun
demikian kediktatoran itu kurang unsur antusiasisme dan dukungan masa. Padahal
dukungan masa tidak selalu mayoritas salah satu ciri fasisme. Sistem fasis
tidak akan berkembang di negara-negara yang tidak memiliki tradisi demokrasi,
maka kemungkinan fasisme mencapai keberhasilan di negara-negara yang sejak dulu
telah memiliki tradisi demokrasi.
Dari latar belakang sosialnya
fasisme menarik minat 2 kelompok secara kelompok secara khusus. Pertama sistem
ini menarik sekelompok kecil kaum industriawan dan tuan tanah yang bersedia
membiayai gerakan-gerakan fasis dengan harapan bahwa sistem tersebut dapat
melenyapkan serikat-serikat buruh bebas. Sumber dukungan utama kedua bagi
fasisme dan secara kuantitas sangat penting adalah kelas menengah bawah (lower
midle class), terutama di kalangan pegawai negeri.
Ciri-ciri Fasisme
1.
Nasionalisme militan, menyatakan keunggulan ras dan
budaya kelompok etnis dominan dan menegaskan hak yang melekat bahwa kelompok
mendapat posisi dominan khusus atas orang lain baik di dalam negeri dan tatanan
internasional
2.
Pemujaan pemimpin nasional tunggal karismatik dan
menjadi representasi paling sejati dari cita-cita budaya nasional.
3.
Penekanan pada kebutuhan mutlak persatuan nasional
yang lengkap, yang membutuhkan sebuah organisasi negara yang sangat kuat dan
disiplin (terutama sebuah polisi rahasia yang luas dan aparatus sensor), tak
terbatas dengan pembatasan konstitusional atau persyaratan hukum dan di bawah
dominasi absolut dari pemimpin dan gerakan politik atau partai.
4.
Militan anti-Komunisme ditambah dengan keyakinan dalam
ancaman ekstrim dan nyata terhadap keamanan nasional dari pasukan Komunis kuat
dan ditentukan baik di dalam maupun luar negeri.
5.
Penghinaan untuk sosialisme demokratis, kapitalisme
demokratis, liberalisme, dan segala bentuk individualisme, dengan menyatakan
bahwa negara di atas segala-galanya.
6.
Pemuliaan kekuatan fisik, loyalitas pribadi fanatik
terhadap pemimpin.
7.
Sebuah alat yang canggih untuk propaganda sistematis
penduduk untuk menerima nilai-nilai dan ide-ide melalui manipulasi terampil
dari media massa, yang benar-benar dimonopoli oleh rezim sekali gerakan datang
ke kekuasaan
8.
Sebuah kecenderungan menuju mengejar kebijakan luar
negeri militeristik dan agresif.
9.
Ketat regulasi dan pengendalian ekonomi oleh rezim
melalui beberapa bentuk perencanaan ekonomi korporatis dimana bentuk hukum
kepemilikan pribadi industri nominal diawetkan tetapi di mana kedua pekerja dan
kapitalis wajib menyerahkan rencana mereka dan tujuan untuk negara yang paling
rinci peraturan dan upah yang luas dan kontrol harga, yang dirancang untuk
memastikan prioritas tujuan kepemimpinan politik atas kepentingan ekonomi
pribadi rakyat.
Teori dan Praktik Fasisme
Fasisme seperti halnya
komunisme, timbul dimana-mana tetapi fasisme tidak memiliki pernyataan yang
mengikat tentang prinsip-prinsip seperti yang dimiliki komunisme. Unsur pokok
dalam pandangan fasis antara lain :
1.
Ketidakpercayaan akan kemampuan akal
Hal ini merupakan ciri fasisme
yang paling menonjol. Fasisme menolak tradisi peradaban Barat dan secara
terang-terangan bersikap antirasional. Dalam urusan kemanusiaan fasisme tidak
mengandalkan akal tetapi mengutamakan irasional. Secara psikologis fasisme
bersifat fanatik, dogmatik dan tertutup. Selama rezim fasis berkuasa di Italia
(1923 – 1945) gambar Musolini dipasang di setiap ruang kelas dan dibawah gambar
itu tertera tulisan ”Musolini selalu benar”.
2.
Pengingkaran terhadap derajat persamaan manusia
Pengingkaran terhadap derajat
persamaan manusia ini adalah ciri umum yang terdapat di dalam gerakan atau
negara fasis. Masyarakat fasis tidak hanya menerima kenyataan mengenai
ketidaksamaan derajat manusia, tetapi malah melangkah lebih jauh lagi dengan
menjadikan ketidaksamaan itu sebagai idealisme. Konsep persamaan derajat
manusia berpangkal pada tiga akar peradaban Barat. Pertama Pemikiran Yahudi, mengenai Tuhan yang satu mengantar kepada
pemikiran tentang kemanusiaan yang satu pula karena semua orang sebagai
anak-anak Tuhan adalah saudara dan merupakan satu kesatuan. Kedua Pemahaman
Kristiani, tentang jiwa manusia yang tidak terpisahkan dari manusia dan
sifatnya tidak dapat dapat binasa melahirkan cita-cita tentang persamaan moral
dasar, persamaan derajat pada setiap manusia. Ketiga Konsep Yunani, tentang kemampuan akal yang mengantarkan pada
pemikiran mengenai ketunggalan umat manusia yang didasarkan pada kemampuan akal
budi sebagai ikatan paling sejati karena dimiliki setiap manusia.
Fasisme menolak konsep
persamaan derajat manusia dari tradisi Yahudi-Kristen dan Yunani tersebut dan
mempertengkarkannya dengan konsep ketidaksamaan martabat manusia dalam wujud
pertentangan antara yang super dengan yang yang inferior. Karena itu dalam
tatanan masyarakat fasis kaum pria melebihi kaum wanita, militer melebihi
kelompok sipil, anggota partai melebihi yang bukan anggota partai, kebangsaan
seseorang melebihi kebangsaan yang lain.
3.
Kode perilaku yang didasarkan atas dusta dan
kekerasan
Kode etik fasisme tentang
perilaku menekankan pada kedustaan dan kekerasan dalam semua bentuk hubungan
antar manusia, di dalam negara, dan antar bangsa. Dalam pandangan, fasis
politik dicirikan oleh hubungan kawan dan lawan. Dalam cara berpikir, fasis
politik berawal dan berakhir dengan kemungkinan adanya musuh dan permusuhan
musuh sampai tuntas. Kaum fasis hanya mengenal musuh bukan oposan karena musuh
merupakan penjelmaan yang jahat maka satu-satunya cara untuk menghadapinya
adalah memusnahkan sampai tuntas.
4.
Pemerintahan oleh kelompok elite
Konsep yang mengatakan hanya
ada suatu kelompok minoritas penduduk yang terpandang karena asal-usul,
pendidikan, dan statusnya dalam masyarakat yang mampu memahami apa yang terbaik
untuk seluruh anggota masyarakat dan hanya mereka pula yang mampu
mewujudkannya. Prinsip kepemimpinan fasis mengungkapkan bentuk yang ekstrem
dari konsep elite. Dalam konsep elite tercermin penekanan yang irasional dalam
politik fasis. Pemimpin selalu dianggap benar dan mendapat wahyu serta
kemampuan mistik. Kalau ada pertentangan antara rakyat dan pemimpin maka yang
berlaku adalah kehendak pemimpin.
5.
Totaliterisme
Totaliterisme dalam semua
bentuk hubungan antar manusia mencerminkan fasisme sebagai suatu pandangan
hidup dan bukan hanya sekedar sistem pemerintahan. Fasisme bersifat totaliter
karena digunakannya kekuasaan dan kekerasan pada semua bentuk hubungan masyarakat,
baik hubungan politik maupun bukan. Menyangkut kaum wanita, fasisme menganut
prinsip antifeminis. Wanita menurut Nazi harus tetap pada kedudukannya dan
hanya berurusan dengan 3 K yaitu Kinder (anak-anak : melahirkan dan mengurus
anak), Kuche (dapur : memasak), dan Kirche (gereja : urusan peribadatan).
6.
Rasialisme dan imperialisme
Rasialisme mengungkapkan dua
ciri dasar yaitu ketidaksamaan martabat manusia dan kekerasan yang diterapkan
pada bangsa-bangsa. Menurut doktrin fasis dalam suatu negara elite lebih unggul
daripada kelompok masa dan karena itu dapat memaksakan kehendaknya dengan
kekerasan kepada rakyatnya. Demikian pula dalam pergaulan antarbangsa, bangsa
elite lebih unggul daripada bangsa-bangsa lainnya dan mempunyai hak untuk
memerintah mereka.
7.
Menentang hukum dan ketertiban internasional
Menentang hukum dan ketertiban
internasional merupakan konsekuensi logis dari keyakinan fasis pada
ketidaksamaan martabat manusia, kekerasan elitisme, dan imperialisme. Sementara
kaum nonfasis melihat perang sebagai suatu kenyataan yang tragis dan harus
dihapuskan, maka kaum fasis mengangkat derajat perang ke tingkat idealisme.
Negara-negara fasis membatasi bahkan menarik diri dari partisipasinya dalam
organisasi internasional yang membuat mereka menghadapi kemungkinan untuk
tunduk kepada keputusan mayoritas dan pembuatan keputusan yang dilakukan dengan
jalan musyawarah dan bukan dengan kekerasan.
Perbandingan
Negara-negara Fasis
A.
Italia
Italia adalah
negara awal berkembangnya fasisme. Gerakan fasis di Italia adalah sebuah
gerakan spontanitas massa yang masif, dengan para pemimpin baru yang berasal
dari rakyat biasa. Gerakan fasis Italia berasal dari gerakan plebian (catatan: plebian berarti berasal dari rakyat biasa),
disetir dan dibiayai oleh kekuatan borjuis besar. Fasisme berkembang dari kaum
borjuis kecil, kaum lumpenproletar, bahkan pada tingkatan tertentu dari massa
proletar. Perkembangan Fasis di Italia dipimpin oleh Musolini dengan mendirikan
partai.
Berikut ini
usaha-usaha Benito Mussolini untuk mengembangkan fasisme di Italia, antara lain
:
·
Mengobarkan semangat Italia Irredenta
untuk mempersatukan seluruh bangsa Italia.
·
Memperkuat angkatan perang.
·
Menguasai seluruh Laut Tengah sebagai
Mare Nostrum atau Laut Kita.
·
Menduduki Ethiopia dan Albania.
Setelah Perang Dunia Ke I, pemerintahan di Italia
dipegang oleh Kaisar Victor Emmanuel III yang lemah, tidak tegas dan tidak
disukai rakyatnya. Dalam keadaan sperti itu muncul golongan Ultra Nasionalis
yang mendapat dukungan besar dari rakyat. Pada tahun 1919 golongan Ultra
Nasionalis berhasil mendirikan Partai Fasis dibawah pimpinan Benito Mussolini.
Tahun 1922 Mussolini berhasil merebut pemerintahan stelah berkuasa, Benito
Mussolini menjalankan tugas panggilan suci yaitu mengembalikan masa kejayaan
Romawi Kuno yang diberi nama Italia La Prima. Kebaktian yang mutlak kepada
bangsa dan Negara menjadi prinsip dasar bagi pendidikan fasisme di Italia. Pada
tahun 1922 itu Partai Fasis yang dipimpin oleh Benito Mussolini dan
beranggotakan 50 ribu orang mengadakan long march ke Roma dengan tujuan
menuntut Perdana Menteri Italia untuk mengundurkan diri. Raja Italia menunjuk
Mussolini sebagai perdana menteri, mulailah pemerintahan dictator Mussolini (1922
– 1944). Dengan paham fasisnya, Mussolini melaksanakan tindakan - tindakannya
sebagai berikut :
a. Diadakannya
perjanjian Lateran (1929) dengan Sri Paus di Roma, yang menghasilkan
terbentuknya Negara Vatikan seluas 44 ha. Selesailah soal Roma, yaitu
pertentangan antara Paus dan pemerintahan Italia.
b.
Untuk melaksanakan Italia Irredenta-nya,
pada tahun 1934, Italia bersahabat dengan Perancis karena khawatir terhadap
kekuasaan Jerman.
c.
Pada tahun 1936, Italia dapat menduduki
Ethiopia sehingga Kaisar Ethiopia mengajukan protes ke LBB, akhirnya Italia
keluar dari LBB.
d.
Membantu Jendral Franco dalam perang
saudara di Spanol (1936 – 1939).
e.
Italia menjalin kerjasama dengan Jerman
untuk tidak saling mengganggu dalam mencapai cita–citanya. Dalam waktu singtkat
Italia dibawah Mussolini berkembang menjadi Negara kuat berpahamkan Fasisme.
Mussolini yang berkuasa kemudian
bertindak secara diktator seperti :
a.
Mengangkat dirinya menjadi perdana
menteri merangkap menjdi panglima angkatan perang
b.
Menempatkan anggota partai fasis dalam
jabatan penting di pemerintahan.
c.
Menyingkirkan kaum oposisi dengan
kekerasan senjata
d.
Menghapuskan dewan perwakilan rakyat
gaya lama
e.
Membuat undang - undang berdasarkan
dekrit dari pusat
f.
Menghapuskan hak - hak asasi manusia
g.
Melarang emigrasi, perceraian, dan
pembatasan kelahiran agar jumlah penduduk bertambah cepat.
h.
Membatasi wewenang badan legislative
i.
Sri Paus diakui kekuasaannya sebagai
kepala gereja yang berkedudukan di Vatikan.
Setelah merasa kuat
Mussolini segera melancarkan politik ekspansionisme dengan menyerang dan
menduduki Abessinia dan Ethiopia pada tahun 1935. Untuk memperkuat kedudukannya
Italia menjalin kerjasama yang erat dengan Jerman dibawah Hitler. Fasisme di
Italia mempunyai kesamaan dengan Naziisme di Jerman, yaitu bersifat Ultra
Nasionalisme, militerisme, antiliberalisme, diktatorisme, antiindividualisme,
dan antikomunisme, bagi Fasisme berlaku semboyan semua untuk Negara. Dalam
perkembangannya Fasisme kemudian menjadi penyebab meletusnya Perang Dunia ke
II.
B.
Jerman
Jerman menjadi negara
fasis setelah keruntuhan kekaisaran Jerman akibat kekalahan di Perang Dunia I.
Setelah itu muncul NSDAP (Nazi) yang dipimpin Adolf Hitler yang mampu
menggulingkan kaisar dan membentuk pemerintahan republik. Faham yang diutarakan
Hitler disebut sebagai naziisme (faham Nazi). Naziisme adalah
a)
Paham yang mengutamakan kepentingan
Negara diatas segala-galanya, karena itu terbentuk negara totaliter.
b)
Paham kemasyarakatan yang nasional
sosialistis (satu buat semua, semua buat satu, tetapi hanya untuk Jerman).
c)
Untuk membentuk Negara totaliter
pemerintahan harus dipimpin oleh satu pemimpin yang bertanggung jawab atas
segala-galanya artinya pemerintahan harus disusun secara Diktaktor. Adolf
Hitler selalu menekankan kepada pemuda Jerman bahwa bangsa Jerman adalah bangsa
yang besar yang ditakdirkan untuk memerintah dunia (Deucland Uber Aless) karena
bangsa Jerman adalah bangsa berdarah Arya, yang merupakan pangkal kekuatan
jerman. Namun kekuatan itu sedang terbelenggu oleh kekuatan asing, yaitu bangsa
Yahudi dan Komunis. Orang Yahudi sebagai penyebab semua itu harus dimusnahkan.
Selanjutnya, kata Adolf Hitler untuk melepaskian
diri dari penderitaan dan meluaskan ruang hidup, Jerman harus membentuk
angkatan perang yang sangat kuat yang dipimpin oleh seorang Fuhrer (pemimpin
besar). Setelah Perang Dunia I Negara Jerman yang semula berbentuk Kerajaan
berubah menjadi Republik. Akan tetapi, masa pemerintahan republic ini tidak
berhasil mengatasi kekacauan ekonomi sebagai akibat Perang Dunia I. Lebih lebih
lagi Jerman berada di pihak yang kalah. Dengan adanya hal tersebut. Timbullah
ketidakpuasan rakyat yang menimbulkan kekacauan-kekacauan, bahkan
pemberontakan- pemberontakan. Sementara itu Partai Nasionalis Jerman atau
National Sozialistische Deutsche Arbeiter. (NSDAP) yang disingkat dengan Nazi
berkembang menjadi partai yang kuat dipimpin oleh Adolf Hitler. Nazi berusaha
merebut kekuasaan tetapi gagal. Hitler dipenjarakan. Dipenjara itulah Hitler
menulis buku Mein Kamf (Perjuanganku) isinya mengenai paham – paham Nazi.
Dalam waktu singkat Partai Nazi yang dipimpin Hitler maju dengan pesat. Pada
tahun 1933 Adolf Hitler diangkat menjadi Perdana Menteri (Kanselor) oleh
Presiden Hindenburg.
Kebijaksanaan Hitler sebagai perdana menteri yaitu.
a)
Jerman keluar dari LBB karena usahanya
mengenai penambahan jumlah militer Jerman ditolak.
b)
Membatalkan semua perjanjian
internasionalnya, termasuk Perjanjian Versailles yang dianggapnya sangat
merugikan pihak Jerman.
c)
Memperkuat armada militernya untuk
merebut kembali sungai Rijn.
d)
Membangun industrinya termasuk industri
perang.
C.
Jepang
Munculnya fasisme Jepang tidak dapat dipisahkan dari
Restorasi Meiji. Berkat Restorasi Meiji, Jepang berkembang menjadi negara
industri yang kuat. Majunya industri tersebut membawa Jepang menjadi negara
imperialis. Jepang menjadi negara fasis dan menganut Hakko I Chiu. Fasisme di
Jepang dipelopori oleh Perdana Menteri Tanaka, masa pemerintahan Kaisar
Hirohito dan dikembangkan oleh Perdana Menteri Hideki Tojo. Untuk memperkuat
kedudukannya sebagai negara fasis, Kaisar Hirohito melakukan beberapa hal
berikut.
a.
Mengagungkan semangat bushido.
b.
Menyingkirkan tokoh-tokoh politik yang
anti militer.
c.
Melakukan perluasan wilayah ke
negara-negara terdekat seperti Korea, Manchuria, dan Cina.
d.
Memodernisasi angkatan perang.
e.
Mengenalkan ajaran shinto Hakko I Chiu
yaitu dunia sebagai satu keluarga yang dipimpin oleh Jepang.
D. Spanyol
Fasisme di Spanyol dipimpin oleh Jendral Franco. Ebenstein mencatat bahwa
ideology fasisme di Spanyol bertindak lebih moderat, karena pada awalnya ia
hanya merupakan bentuk perkembangan kepentingan nasionalisme. Jendral Franco
sendiri juga pada awalnya bukanlah seorang fasis, melainkan hanya militer
biasa. Ia justru memanfaatkan kelompok Phalangis dalam menjalankan
kekuasaannya. Berbeda dengan Fasisme Jerman dan Itali, dimana partailah yang
memanfaatkan militer.
Bertahannya gerakan “fasis”
franco lebih disebabkan karakter Spanyol yang agak berbeda dengan fasisme di
Jerman maupun Italia. Di Spanyol, franco menjadi penguasa karena kemenangannya
dalam perang saudara melawan kelompok republik. Ia juga mendapatkan dukungan
kaum gerejawan, yang dipinggirkan dalam pemerintahan republik. Lebih penting,
franco berkuasa atas negara yang baru mengembangkan industri dan baru bangkit
sehabis perang, sehingga ketika Perang Dunia II terjadi, ia memilih untuk tidak
melibatkan diri dalam persekutuan fasisme Italia-Jerman dan Jepang. Ketidak
ikutsertaannyalah yang membuat rezim Franco mampu bertahan. Bahkan hingga
kematiannya, ia masih di elukan oleh rakyatnya.
Namun demikian, pada akhirnya fasisme di Spanyol justru tumbang secara
konstitusional dengan tahap kompromi yang lebih lunak. Dalam hal ini kelompok
monarki Raja Juan Carlos memainkan hal yang penting, dan ternyata rakyat
Spanyol juga tidak terlampau bereaksi karena perubahan yang ada. Lambat laun,
Spanyol memasuki system liberalisme dan menjadi bagian masyarakat eropa.
DAFTAR
PUSTAKA
Agung S, Leo. 2013. Sejarah Intelektual. Yogyakarta :
Penerbit Ombak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar