PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI
KELOMPOK (GROUP INVESTIGATION) DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Disusun untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi
Dosen Pengampu Dr.
Suranto, M.Pd.
Oleh
HAJAR
RIZA ASYIYAH (120210302051)
KELAS
B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
A.
Hakekat
Model Pembelajaran Investigasi Kelompok
Investigasi
kelompok dikembangkan oleh Sholomo dan Yael Sharon di Universitas Tel Aviv
(Slavin, 1955:11). Investigasi kelompok adalah strategi belajar kooperatif yang
menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu
topik. Seperti pada strategi belajar kooperatif lainnya, investigasi kelompok
menggunakan atau memanfaatkan bantuan dan kerjasama siswa sebagai alat dasar
belajar. Satu hal yang berbeda bahwa investigasi kelompok mempunyai focus utama
untuk melakukan investigasi terhadap suatu objek atau topic khusus (Eggen &
Kauchak, 1996:304).
Investigasi
kelompok dikembangkan berdasarkan pada pendapat beberapa pemikir pendidikan
terdahulu. John Dewey (dalam Eggen & Kauchan, 1996:304) memandang kelas
sebagai mikrokosmos dari masyarakat. Sekolah perlu membantu siswa untuk belajar
bekerjasama dengan siswa yang lain dalam suatu proyek yang bermakna, sehingga
siswa dapat melakukan hal yang sama dalam masyarakat. Peran guru dalam proses
ini adalah membantu siswa untuk mengidentifikasikan dan memecahkan masalah yang
bermakna bagi siswa. Investigasi kelompok diyakini dapat mencapai tujuan
tersebut.
Herbert
Thelen (dalam Eggen & Kauchak, 1996:304) adalah ahli pendidikan yang
berpengaruh dalam pengembangan model investigasi kelompok. Thelen menekankan
pentingnya penemuan secara aktif dalam belajar siswa. Belajae menurutnya akan
sangat efektif jika melibatkan pencarian jawaban atau selesaian terhadap suatu
pertanyaan atau masalah. Seperti Dhewey, Thelen berpendapat bahwa penemuan akan
sangat bermakna jika dilakukan dalam konteks social. Investigasi kelompok
menyediakan kesempatan pada siswa untuk mengejar pertanyaan yang bermakna dari
teman-temannya jika berada dalam kelompok.
Sharon
dan Sharon (dalam Eggen & Kauchak, 1996:304) telah menggunakan investigasi
kelompok untuk meningkatkan kohesi social antar kelompok yang berbeda. Dalam
penelitiannya, mereka menemukan bahwa investigasi kelompok dapat menjadi
efektif dalam membantu siswa dari berbagai latar belakang berbeda untuk belajar
bekerjasama. Investigasi kelompok menyediakan konteks sehingga siswa dapat
belajar mengenal dirinya sendiri dan orang lain.
Guru
yang menggunakan investigasi kelompok paling sedikit mempunyai tiga tujuan yang
saling berkaitan. Pertama,
investigasi kelompok membantu siswa untuk melakukan investigasi terhadap suatu
topic secara sistematik dan analitik. Hal ini berakibat pada pengembangan
keterampilan penemuan dan membantu untuk mencapai tujuan. Kedua, yaitu pemahaman yang mendalam terhadap topic yang diberikan.
Ketiga, dalam investigasi kelompok
siswa belajar bagaimana bekerja secara kooperatif dalam memecahkan masalah.
Belajar untuk bekerja sama merupakan keterampilan (life skill) yang berharga dalam bidang bermasyarakat. Jadi guru
dalam menerapkan model pembelajaran investigasi kelompok dapat mencapai tiga
hal yaitu siswa belajar dengan penemuan, belajar isi, dan belajar untuk bekerja
secara kooperatif.
B.
Alasan
Memilih Model Pembelajaran Investigasi Kelompok
Alasan
saya memilih model pembelajaran investigasi kelompok ini karena model
investigasi kelompok merupakan model pembelajaran yang melatih para siswa
berpartisipasi dalam pengembangan sistem sosial dan melalui pengalaman secara
bertahap belajar bagaimana menerapkan metode ilmiah untuk meningkatkan kualitas
masyarakat. Model ini merupakan bentuk pembelajaran yang mengkombinasikan
dinamika proses demokrasi dengan proses inquiry akademik. Melalui negosiasi
para siswa belajar pengetahuan akademik dan mereka terlibat dalam pemecahan
masalah sosial.
Dengan
demikian kelas harus menjadi sebuah miniatur demokrasi yang menghadapi
masalah-masalah dan melalui pemecahan masalah, memperoleh pengetahuan dan
menjadi sebuah kelompok sosial yang lebih efektif. Jadi menurut pendapat saya,
model pembelajaran investigasi kelompok ini sangat cocok diterapkan dalam
pembelajaran sejarah yang mengacu pada pendekatan saintifik dan konstruktivisme
dalam penerapan Kurikulum 2013.
C.
Langkah-Langkah
Model Pembelajaran Investigasi Kelompok
Setiawan
(2006:10) mendeskripsikan fase-fase dalam pembelajaran GI yaitu sebagai
berikut:
1. Fase
membaca, menerjemahkan, dan memahami masalah. Pada fase ini siswa harus memahami permasalahnnya dengan jelas.
Apabila dipandang perlu membuat rencana apa yang harus dikerjakan, mengartikan
persoalan menurut bahasa mereka sendiri dengan jalan berdiskusi dalam
kelompoknya, yang kemudian didiskusikan dengan kelompok lain. Jadi pada fase
ini siswa memperlihatkan kecakapan bagaimana ia memulai pemecahan suatu
masalah, dengan:
·
Menginterpretasikan soal berdasarkan
pengertiannya
·
Membuat suatu kesimpulan tentang apa yang harus
dikerjakannya.
2. Fase
pemecahan masalah. Pada fase ini mungkin siswa menjadi bingung apa
yang harus dikerjakan pertama kali, maka peran guru sangat diperlukan, misalnya
memberikan saran untuk memulai dengan suatu cara, hal ini dimaksudkan untuk
memberikan tantangan atau menggali pengetahuan siswa, sehingga mereka
terangsang untuk mecoba mencari cara-cara yang mungkin untuk digunakan dalam
pemecahan soal tersebut, misalnya dengan membuat gambar, mengamati pola atau
membuat catatan-catatan penting. Pada fase ini siswa diharapkan melakukan
hal-hal sebagai berikut:
·
Mendiskusikan dan memilih cara atau strategi
untuk menangani permasalahan
·
Memilih dengan tepat materi yang diperlukan
·
Menggunakan berbagai macam strategi yang mungkin
diterapkan
·
Mencoba ide-ide yang mereka dapatkan pada fase
pertama
·
Memilih cara-cara yang sistematis
·
Mencatat hal-hal penting
·
Bekerja secara bebas atau bekerja bersama-sama
(atau kedua-duanya)
·
Bertanya kepada guru untuk mendapatkan gambaran
strategi untuk penyelesaian
·
Membuat kesimpulan sementara
·
Mengecek kesimpulan sementara yang didapat
sehingga yakin akan kebenarannya
3. Fase
menjawab dan mengkomunikasikan jawaban. Setelah memecahkan masalah,
siswa harus diberikan pengertian untuk mengecek kembali hasilnya, apakah
jawaban yang diperoleh itu cukup komunikatif atau dapat dipahami oleh orang
lain, baik tulisan, gambar, ataupun penjelasannya. Pada intinya fase ini siswa
diharapkan berhasil:
·
Mengecek hasil yang diperoleh
·
Mengevaluasi pekerjannya
·
Mencatat dan menginterpretasikan hasil yang
diperoleh dengan berbagai cara
·
Mentransfer keterampilan untuk diterapkan pada
persoalan yang lebih kompleks
Sejalan
dengan pendapat Setiawan di atas, Sharen et.al (Krismanto, 2003:8) mendisain
model pembelajaran investigasi kelompok menjadi enam tahapan, yaitu:
1) Tahap
mengidentifikasi topik dan pengelompokan. Para siswa memilih berbagai sub topik
dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh
guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang
berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6
orang. Komposisi kelompok pada pembelajaran ini heterogen baik dalam jenis
kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik.
2) Tahap
merencakan penyelidikan kelompok. Para siswa beserta guru merencakan berbagai
prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan topik dan
subtopik yang telah dipilih dari langkah pertama.
3) Tahap
melaksakan penyelidikan. Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan
pada langkah b. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan
keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk
menggunakan berbagai sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah.
Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan
bantuan jika deperlukan.
4) Tahap
menyiapkan laporan akhir. Para siswa menganalisis dan mengsintesis berbagai
informasi yang diperoleh pada langkah c. dan merencakan agar dapat diringkaskan
dalam suatu penyajian yan menarik di depan kelas.
5) Tahap
menyajikan laporan. Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik
dari berbagai topik yang telah dipelajari agar siswa dalam kelas saling
terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
6) Tahap
evaluasi. Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap
kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat
mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok dan bahkan kedua-duanya
4.
Kelebihan
Model Pembelajaran Investigasi Kelompok
Setiawan
(2006:9) mendeskripsikan beberapa kelebihan dari pembelajaran GI, yaitu sebagai
berikut:
·
Secara Pribadi :
a) Dalam
proses belajarnya dapat bekerja secara bebas
b) Memberi
semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif
c) Rasa
percaya diri dapat lebih meningkat
d) Dapat
belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah
·
Secara Sosial/Kelompok
a) Meningkatkan
belajar bekerja sama
b) Belajar
berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru
c) Belajar
berkomunikasi yang baik secara sistematis
d) Belajar
menghargai pendapat orang lain
e) Meningkatkan
partisipasi dalam membuat suatu keputusan
5.
Kekurangan
Model Pembelajaran Investigasi Kelompok
a) Sedikitnya
materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan
b) Sulitnya
memberikan penilaian secara personal
c) Tidak
semua topik cocok dengan model pembelajaran investigasi kelompok, model
pembelajran investigasi kelompok cocok untuk diterapkan pada suatu topik yang
menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami sendiri
d) Diskusi
kelompok biasanya berjalan kurang efektif
Berdasarkan
pemaparan mengenai model pembelajaran investigasi kelompok tersebut, jelas
bahwa model pembelajaran investigasi kelompok mendorong siswa untuk belajar
lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang
suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya. Dengan
demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan
pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan
tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama (Setiawan, 2006:9).
Hal ini
sesuai dengan pendapat Pieget (Sagala, 2007:24) bahwa dalam proses perkembangan
dan pertumbuhan kognitif anak terjadi proses asimilasi dan akomodasi. Proses
asimilasi merupakan penyesuaian atau mencocokan informasi yang baru dengan apa
yang telah ia ketahui. Sedangkan proses akomodasi adalah anak menyusun dan
membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga
informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik. Sementara itu
menurut Suherman (2003:36) bahwa proses asimilasi dan akomodasi merupakan
perkembangan skemata. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu
dalam pikiran anak.
Kemudian jika
dilihat dari fase-fse pembelajaran investigasi kelompok, terlihat adanya proses
interaksi antara siswa dalam pembelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa
untuk terlibat secara berkelompok dalam menyelidiki, menemukan, dan memecahkan
masalah. Dengan demikian diharapkan kompetensi penalaran siswa dapat lebih
baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Pieget (Sagala, 2007:190) bahwa pertukaran
gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. walaupun
penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat
distimulasi oleh konfrontasi kritis, khususnya dengan teman-teman setingkat.
Oleh karena itu diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran investigasi
kelompok ini, kompetensi penalaran siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran
secara ekspositori.
DAFTAR PUSTAKA
Hobri. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jember: Center for Society
Studies (CSS).
Anonim. 2011. Model Pembelajaran Group Investigation (GI). Dalam http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajaran-teams-games-tournaments-tgt/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar