Kamis, 25 Desember 2014

KAJIAN FEODALISME

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampuh Dr. Suranto, M.Pd.



Oleh  :

Hajar Riza Asyiyah   (120210302051)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
FEODALISME
A.    Konsep Dasar Feodalisme
Dalam Ensiklopedi Barat, feodalisme adalah suatu sistem politik dan militer yang merupakan dasar bagi pemerintahan local, keadilan, pembuatan undang-undang, pembentukan angkatan perang, dan seluruh kekuasaan eksekutif. Feodalisme berasal dari kata feudum atau fief yang berarti barang yang dipinjamkan dan biasanya berupa tanah yang umumnya berasal dari raja. Tanah pinjaman tersebut diberikan kepada :
a)      Pegawai atau tentara sebagai gaji
b)      Keluarga raja
c)      Kaum birawan atau biarawati, karena diberi tugas untuk melaksanakan pendidikan
d)     Orang-orang yang telah berjasa pada Negara
Menurut teori yang berlaku di berbagai negara, raja dianggap sebagai tuan tanah besar (over lord) yang memiliki tanah luas dalam wilayah kerajaannya. Raja meminjamkan tanah tersebut kepada penyewa tanah (tenants-inchief) dan yang terakhir menjadi vasalnya. Para vasal terikat oleh perjanjian yang menyatakan bahwa mereka diwajibkan menjalankan tugas-tugas tertentu sebagai imbalan jasa atas tanah yang mereka terima dari raja. Para vasal ini menyediakan segala keperluan bagi raja seperti upeti, uang, tentara, dan pelayanan-pelayanan lainnya sebaliknya raja harus memberikan perlindungan pada vasalnya. Dengan demikian muncullah hak dan kewajiban feodal.
Para vasal itu kemudian membagi tanahnya dalam fief-fief yang lebih kecil dan meminjamkannya pada para subvasal yang disebut vasal kedua. Selanjutnya fief itu dibagi lagi dalam bentuk yang lebih kecil. Unit yang paling kecil dari fief ini adalah manor dan pemiliknya adalah Lord. Hubungan timbal balik antara lord dan petani-petani dalam manor tersebut sama halnya dengan hubungan antara raja dengan vasalnya.
Para petani adalah produsen bagi seluruh kebutuhan masyarakat feodal. Diantara para petani tersebut terdapat tingkatan-tingkatan yakni petani merdeka, villin, dan serf villin yang merupakan petani merdeka, tetapi tidak boleh meninggalkan manor karena memiliki utang kepada lord. Serf adalah petani yang dapat diperjualbelikan atau dipindahkan bersama dengan tanah yang dikerjakan serta bajak dan lembunya. Jika seorang lord menjual sebidang tanah maka serf yang tinggal pada tanah tersebut ikut terjual. Akan tetapi serf ini tidak sama dengan budak. Oleh karena itulah kaum Marxis mengatakan bahwa serfdom Abad Pertengahan setingkat lebih maju daripada perkembangan masyarakat budak.
Penguasa manor adalah lord, dalam praktiknya seorang lord tidak hanya memiliki sebuah manor. Kadang-kadang ia memiliki tiga atau empat manor bahkan ada yang sampai sepuluh manor. Tugas utama seorang lord adalah memberikan perlindungan kepada orang-orangnya. Jika tugas ini gagal maka ia akan kehilangan pengikut dan tanahnya. Tugas ini akan sangat sulit apabila sedang terjadi suatu invasi.
Di daerah yang aman, “manor house” yang merupakan tempat tinggal yang dipakai sebagai tempat untuk bertahan atau lebih dikenal dengan “kastil” lebih berfungsi sebagai pusat administrasi untuk mengurus manor. Biasanya lord menugaskan seseorang yang kedudukannya seperti hakim untuk mengelola manor. Ia bersama dengan stafnya tinggal di kastil tersebut. Sedangkan di daerah-daerah yang kacau keadaannya, tempat tersebut digunakan untuk berlindung dari adanya serangan dengan menggali parit disekeliling kastil agar aman. Selain itu terdapat juga gudang untuk menyimpan bahan makanan, tempat senjata, bahkan prajurit beserta kudanya. Perlengkapan yang tidak kalah pentingnya ialah menara untuk melihat kedatangan musuh.
Selain menjadikan tempat tinggal sebagai tempat bertahan, lord juga memiliki sejumlah tentara. Tentara ini sedikit atau banyak juga menjadi lambang prestise seorang lord. Anggaran untuk membiayai tentara diperoleh dari hasil tanah milik lord sendiri yang disebut “demense land”. Akan tetapi  hasil tersebut biasanya tidak cukup untuk memenuhi segala kebutuhan lord. Dengan bermacam-macam cara ia menarik pajak kepada para petani, antara pajak kepala, pajak kekayaan, pajak musiman, dan pajak pada waktu seorang petani mewariskan tanah kepada anak-anaknya.
Disamping pajak-pajak tersebut diatas, dalam hal-hal yang luas biasanya seorang petani diwajibkan memberikan bantuan kepada lord, seperti :
a)      Menyediakan uang tebusan apabila lord-nya tertawan dalam peperangan
b)      Menyokong biaya perkawinan putri lord
c)      Menyokong biaya untuk upacara atau perayaan putrid lord
d)     Kerja untuk lord dalam waktu tertentu

B.     Perkembangan Feodalisme secara Umum
Feodalisme pertama muncul di Eropa, khususnya di Inggris pada abad keemasan ketika negara Inggris berada di puncak kejayaan dan menjadi imperialisme yang kuat. Imperialisme muncul setelah era kejayaan Romawi runtuh yang diawali pecahnya wilayah Romawi menjadi Romawi Barat dan Romawi Timur. Konsep feodalisme mengacu pada kekuasaan kalangan aristokrat yakni keluarga raja di Inggris. Dalam penggunaan bahasa sehari-hari istilah feodalisme sering digunakan untuk memaknai perilaku negatif seorang penguasa yang selalu ingin dihormati dan cenderung ingin mempertahankan nilai lama yang sudah mulai ditinggalkan. Feodalisme juga sering dimaknai sebagai perilaku penguasa yang tidak demokratis dan berusaha sekuat tenaga mempertahankan dinasti kekuasaannya.
Foedalisme di Eropa yang berlangsung selama tiga abad (abad IX,X dan XI) tersebut pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan beberapa faktor yang setidaknya berpengaruh pada tumbuhnya benih-benih foedalisme di Eropa. Periode Abad Pertengahan awal antara tahun 500-1000 merupakan masa transisi dalam sejarah Eropa yang kacau sehingga disebut sebagai abad kegelapan. Periode ini ditandai dengan :
·         Invasi suku-suku barbar, mula-mula orang-orang Jerman (Goth, Frank, Anglo-Saxon, dan lain-lain), kemudian disusul bangsa Skandinavia (Viking) antara tahun 800-1000.
·         Terbentuknya kerajaan-kerajaan Jerman dan terjadinya perang-perang perebutan wilayah kekuasaan antara kerajaan-kerajaan tersebut.
·         Kehancuran Romawi Barat menyebabkan ekonomi bergeser dari kota-kota ke pedesaan. Pergeseran ini mendorong kemunculan sistem feodal di Eropa.

Disintegrasi Kekaisaran Romawi Barat setelah sekitar 800 tahun dengan serangkaiaan penaklukan, ekspansi dan konsolidasi politik serta aktifitas kultural kemudian digantikan perannya oleh Gereja. Jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat secara politis membawa pengaruh terjadinya berbagai kerajaan barbar di Eropa. Setiap kerajaan barbar harus berupaya menata pemerintahan sendiri karena telah lepas dari pengaturan dan pengawasan Kekaisaran Romawi. Adapun berbagai negara Jerman yang penting yang didirikan di atas reruntuhan Kerajaan Romawi Barat adalah:
1)      Kerajaan Goth Timur, wilayahnya meliputi Italia, Slav, dan Burgundia (Swiss)
2)      Kerajaan Goth Barat, meliputi Spanyol, Kerajaan Vandal di Afrika Utara, Kerajaan Franka di Perancis, Belgia, Belanda, dan Jerman Barat. Sementara itu sumbangan bangsa Aglo-Saxons yang terhalau dari Jerman menyerbu ke tanah Inggris kemudian mendesak bangsa-bangsa Kelt yang datang lebih dulu ke kepulauan itu.

Akibat runtuhnya Romawi Barat, telah menyebabkan wajah Eropa menjadi masyarakat Agraris dengan rumah tangga desa tertutup. Disitu tidak terdapat lalu lintas uang. Semua wujud kemasyarakatan didasarkan atas kepemilikan tanah. Hanya pemilik tanah yang memungkinkan adanya administrasi dan sistem militer negara, keadaan ini menciptakan kebutuhan akan tanah-tanah luas. Telah terjadi anarkhi selama tiga abad (abad VI,VII,VIII) pada masa Keruntuhan Romawi, tercipta ketidakstabilan politik, tidak ada keamanan perorangan dan hak milik, juga terjadi pertentangan antara semua melawan semua. Kekerasan terjadi dimana-mana, para petani mencari perlindungan di sekitar benteng yang diperkuat terhadap ancaman penyerbuan gerombolan bersenjata. Maka orang-orang merdeka makin lama makin tergantung pada tuan tanah, bahkan ada yang membayar dengan kemerdekaanya, tuan tanah bertindak sebagai pelindung kaum tani dan harta kekayaannya digunakan untuk biaya perang dan untuk memberi bantuan dalam bahaya kelaparan. Sebaliknya balas jasa mengerjakan tanah untuk kepentingan tuan tanahnya. Dengan adanya kenyataan tersebut terjadilah hubungan feodal, dimana para petani bersumpah setia dalam ikatan feodal untuk memenuhi kebutuhan hidup para tuan tanah yang memberi bantuan dan perlindungan dan keselamatan hidup demi tuan tanah.
Unsur Kebudayaan yang Membentuk Foedalisme
Foedalisme mulai tumbuh pada percampuran kebudayaan Roma dan Jerman. Tentu saja percampuran kedua kebudayaan ini kemudian menimbulkan sebuah sistem baru yang disebut foedalisme. Unsur kebudayaan yang membentuk feodalisme adalah:
1)      Budaya militer suku-suku bangsa Jerman, berupa kebiasaan para pemimpin pasukan untuk membagikan rampasan perang kepada para prajurit sebagai imbalan atas pelayanan mereka. Pola ini merupakan dasar hubungan feodal (lord-vassal)
2)      Sistem kepemilikan tanah Romawi yg menjadi semakin penting ketika perdagangan mundur akibat perang. Para petani miskin yang tidak mampu membayar pajak sering mengalihkan tanahnya kepada bangsawan atau tuan tanah, yang kemudian meminjamkan tanah itu kepada para petani miskin untuk dikelola. Pada praktiknya para petani yg terikat pada tanah yang bukan miliknya ini berkedudukan setengah budak. Orang-orang Jerman lambat laun mengadopsi kebiasaan ini
Evolusi menuju pemerintahan foedal dapat kita telusuri pada Kerajaan Franka. Di pusat Kerajaan Franka, awal foedalisme mulai tumbuh menuju kedewasaan kokoh. Di tengah situasi yang kacau, anarkis, merosotnya keadaan ekonomi di Eropa akibat runtuhnya perdagangan dan juga runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat, makin banyak orang bebas mencari perlindungan kepada kaum elit militer pemegang kuasa di pedalaman. Masyarakat pedalaman terdiri dari petani kecil, prajurit tak bertuan dan pengungsi dari kota yang terbengkalai itu mengikat diri menjadi penyewa tanah dan prajurit keluarga tuan tanah yang semakin besar.
Kerajaan Franka yang dibangun oleh dinasti Meroving lambat laun menghadapi dilema politik. Hal ini karena penyerbuan dari dari suku-suku barbar. Sehingga mereka tidak ada cara lain yang dapat dilakukan kecuali menghadiahkan kedudukan pemerintahan kepada ksatia dan uskup baik dari golongan sekuler maupun kegerejaan. Hadiah itu berupa tanah perdikan yang dihibahkan seumur hidup kepada para uskup tersebut dengan persyaratan tetap setia pada mereka. Pada perkembangnya para uskup tersebut mengingkari perjanjian untuk tetap setia kepada Dinasti Meroving. Dari hal ini seyogyanya tanah yang dihibahkan tersebut bersifat sementara tetapi ternyata berubah menjadi hak kepemilikan tetap dan diwariskan. Tentu saja hal ini berpengaruh pada kurangnya kewibawaan Dinasti tersebut dan berakibat digantikannya oleh kekuasaan Dinasti Karoling.
Ketika Dinasti Karoling berkuasa,terjadi perubahan luar biasa yang digagas oleh Charmelagne sebagai penguasa terkenal pada masa itu. Tradisi tanah dan kepenguasaan yang semula telah merosot dicoba untuk ditata. Berkat kberhasilan dalam menghimpun pasukan-pasukan kavaleri yang mulai dirintis oleh penguasa pendahulunya berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Sepeninggal Charmelagne tanda-tanda kelahiran foedalisme mulai menunjukkan bentuknya. Hal ini sekali lagi dipengaruhi oleh serbuan orang-orang barbar dari Skandinavia yang merupakan jelmaan dari suku Viking yang terkenal kejam dan buas, penguasa Franka harus membangun pertahanan baru yang kuat yang berupa tembok-tembok tebal dan puri berbenteng. Pertahan yang berupa benteng yang kokoh itu mendorong para buruh tani mulai memadati daerah daerah sekitar yang berada dalam naungan perlindungannya.
C.    Perkembangan Feodalisme di Indonesia
Feodalisme yang berkembang di Indonesia dapat disamakan dengan ideologi yang terdapat pada zaman kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Bali, Surakarta Hadiningrat, Mataram Kuno, Kediri, maupun Singasari. Dimana tanah adalah milik Dewa atau Tuhan, dan Raja dimaknai sebagai titisan dari dewa yang berhak atas penguasaan dan pemilikan tanah tersebut dan mempunyai wewenang untuk membagi-bagikan berupa petak-petak kepada sikep-sikep, dan digilir pada kerik-kerik (calon sikep-sikep), bujang-bujang dan numpang-numpang (istilahnya beragam di beberapa tempat) dan ada juga tanah perdikan yang diberikan sebagai hadiah kepada orang yang berjasa bagi kerajaan dan dibebaskan dari segala bentuk pajak maupun upeti. Sedangkan bagi rakyat biasa yang tidak mendapatkan hak seperti orng-orang diatas mereka harus bekerja dan diwajibkan menyetorkan sebagian hasil yang didapat sebagai upeti dan disetor kepada sikep-sikep dll untuk kemudian disetorkan kepada raja. Selain upeti, rakyat juga dikenakan penghisapan tambahan berupa kerja bagi negara-kerajaan dan bagi administratornya.
Pada tahap masyarakat feodal di Indonesia, sebenarnya sudah muncul perlawanan dari kalangan rakyat tak bertanah dan petani. Sebagai contohnya pemberontakan di masa pemerintahan Amangkurat I, pemberontakan Karaeng Galengsong, pemberontakan Untung Suropati, dan lain-lain. Hanya saja, pemberontakan mereka terkalahkan. Tapi kemunculan gerakan-gerakan perlawanan pada setiap jaman harus dipandang sebagai lompatan kualitatif dari tenaga-tenaga produktif yang terus berkembang maju (progresif) berhadapan dengan hubungan-hubungan sosial yang dimapankan (konservatif). Walaupun kepemimpinan masih banyak dipegang oleh bangsawan yang merasa terancam karena perebutan aset yang dilakukan oleh rajanya.
Di Indonesia sendiri feodalisme ini berlaku dalam kehidupan masyarakat tradisional, yang mana dalam kepemimpinannya berakar pada struktur social yang tersusun berdasarkan kelahiran, kekayaan, dan status. Kepemimpinan formal ada pada raja, bangsawan, dan golongan aristokrasi pada umumnya. Golongan ini lazim disebut sebagai kelas memerintah atau elite politik. Elite ini memegang pemerintahan, administrasi, dan memimpin perang. Lazimnya golongan ini mencakup penguasa daerah, birokrasi, angkatan perang, pengadilan, dan urusan keagamaan. Dalam masyarakat tradisional, perbedaan antara golongan yang kultural superior dengan golongan yang kultural inferior, hal demikian diterima sebagai kenyataan dan dibenarkan sebagai susunan yang telah dikehendaki oleh Tuhan sendiri.

D.    Pendapat (Setuju/Tidak)
Dari uraian yang telah dipaparkan diatas, saya tidak setuju dengan adanya feodalisme. Karena menurut pendapat saya, feodalisme ini hanya berpusat pada raja atau pemmipin suatu wilayah yang harus diutamakan keputusannya. Selain itu dalam penggunaan bahasa sehari-hari istilah feodalisme sering digunakan untuk memaknai perilaku negatif seorang penguasa yang selalu ingin dihormati dan cenderung ingin mempertahankan nilai lama yang sudah mulai ditinggalkan. Feodalisme juga sering dimaknai sebagai perilaku penguasa yang tidak demokratis dan berusaha sekuat tenaga mempertahankan dinasti kekuasaannya.
Dilihat dari karakteristik kekuasaan ala feodalisme, kekuasaannya melalui politik kekerabatan dan kekeluargaan yang saat ini sering disebut politik dinasti. Antara feodalisme dan politik dinasti tertangkap nilai yang menunjukkan tendensi untuk membangun suatu kekuasaan dengan mempertahankan tradisi turun-temurun atau masih dalam lingkungan kerabat dekat. Politik dinasti dengan karakteristik seperti itu merupakan fenomena cukup berkembang dalam sistem politik Indonesia.
Dari berbagai kasus, apabila di Indonesia diterapkan paham feodalisme ini maka akan memperlihatkan tedensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Abuse of power tersebut akhirnya menumbuhkembangkan terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dinasti kekuasaan akhirnya bertujuan untuk menutupi kesalahan orangtua atau kerabatnya dari abuse of power.



DAFTAR PUSTAKA
Agung S, Leo. 2013. Sejarah Intelektual. Yogyakarta : Penerbit Ombak.
Sampah Perjuangan. 2012. Masyarakat Feodal Indonesia. Dalam http://sampahperjuangan.blogspot.nl/2012/05/masyarakat-feodal-indonesia.html?m-1 (diakses pada 24 September 2014)
Lela Experia History. 2012. Peradaban dan Masyarakat Feodal Eropa Abad Pertengahan. Dalam http://lelaunairhistory11.blogspot.nl/2012/05/peradaban-dan-masyarakat-feodal-eropa.html?-1 (diakses pada 24 September 2014)
Nur Maulidatus Sholihah. 2012. Pengertian Feodalisme. Dalam http://maulied-sweety.blogspot.nl/2012/12/pengertian-feodalisme,html?m-1 (diakses pada 24 September 2014)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.