PENGEMBANGAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang
Studi
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd.
Oleh :
Hajar Riza Asyiyah (120210302051)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
SEJARAH
JURUSAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Pengembangan
Kreatitivitas Peserta Didik dalam Pembelajaran Sejarah” dengan tepat waktu. Penulisan makalah ini, kami gunakan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi.
Terima kasih kami sampaikan
kepada Dr. Suranto, M.Pd selaku dosen
pembimbing mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi. Kami juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu
dan memberikan motivasi kepada kami dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini
masih banyak kesalahan dan kekurangan, sehingga kami selaku penyusun
membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang nantinya akan kami gunakan
sebagai perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis maupun pembaca.
Jember. September 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu potensi penting yang
diharapkan berkembang dalam diri siswa melalui aktivitas pembelajaran di
sekolah adalah kreativitas. Hal ini didasarkan pada berbagai hasil
penelitian yang mengungkapkan bahwa salah satu kunci keberhasilan seorang dalam
persaingan dunia kerja adalah terletak pada daya kreatifitas yang
dimilikinya. Antara Kesuksesan dan kreativitas adalah dua hal yang saling
mendukung satu sama lain. Mereka yang paling kreatif itulah biasanya yang
paling sukses. Jika ingin meningkatkan peluang sukses, maka tingkatkanlah
kreativitas. Semakin kreatif, semakin tinggi juga tingkat stimulasinya,
sekaligus berdampak pada meningkatnya kegairahan kerjanya, Sehingga semakin
besar kesempatan untuk memperoleh kesuksesan. Oleh karena itu, pengembangan daya
kreativitas dinilai penting dalam menyiapkan peserta didik untuk berkompetisi
dalam dunia kerja di masa yang akan datang.
Belajar kreatif telah menjadi bagian
penting dalam wacana peningkatan mutu pembelajaran. Hingga kini kreativitas
telah diterima baik sebagai kompetensi yang melekat pada proses dan hasil
belajar. Inti kreativitas adalah menghasilkan sesuatu yang lebih baik atau
sesuatu yang baru.
Mata
Pelajaran IPS Sejarah merupakan pengetahuan tentang peristiwa dan perubahan
masyarakat masa lalu dengan prinsip sebab akibat dan kronologis peristiwa yang
terjadi di masyarakat. Dengan mempelajari sejarah diharapkan siswa mampu
memahami fakta, peristiwa dan perubahan masyarakat masa lalu, mengembangkan
cara berfikir kritis dan mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya dalam
kehidupan sehari-hari. Kurangnya minat dan rendahnya prestasi belajar siswa
dalam mata pelajaran Sejarah khususnya perlu adanya upaya untuk mengembangkan
kreativitas peserta didik dalam pembelajaran Sejarah.
1.2 Rumusan Masalah
1.1.1
Bagaimanakah
konsep dasar dari kreativitas ?
1.1.2
Apa sajakah
jenis-jenis dari kreativitas ?
1.1.3
Bagaimanakah upaya
mengembangkan kreativitas peserta didik melalui pembelajaran sejarah ?
1.3 Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui
konsep dasar dari kreativitas.
1.3.2
Untuk mengetahui
jenis-jenis dari kreativitas.
1.3.3
Untuk mengetahui
upaya mengembangkan kreativitas peserta didik melalui pembelajaran sejarah.
1.4 Manfaat
Dengan adanya pembahasan mengenai
pengembangan kreatifitas peserta didik melalui pembelajaran Sejarah, diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi tenaga pendidik dan juga peserta didik khususnya
agar lebih menyukai dan mempunyai minat lebih dalam mengikuti pembelajaran
Sejarah.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar dari Kreativitas
Walaupun ada
pengakuan ilmiah terhadap pentingnya kreativitas, namun hingga kini hanya
sedikit sekali penelitian yang telah dilakukan. Hal itu disebabkan adanya
kesulitan metodologi dan karena adanya keyakinan bahwa kreativitas adalah suatu
faktor bawaan individual sehingga hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk mengendalikannya.
Beberapa pengertian kreativitas menurut para ahli, diantaranya:
1) Utami Munandar
(1995:25) kreativitas adalah suatu kemampuan umum untuk menciptakan suatu yang
baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat
diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat
hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.
2) Imam Musbikin (2006:6)
kreativitas adalah kemampuan memulai ide, melihat hubungan yang baru, atau tak
diduga sebelumnya, kemampuan memformulasikan konsep yang tak sekedar menghafal,
menciptakan jawaban baru untuk soal-soal yang ada, dan mendapatkan pertanyaan
baru yang perlu di jawab.
3) Mangunhardjana (1986:11) adalah kegiatan yang
mendatangkan hasil yang sifatnya berguna (useful), lebih enak, lebih praktis,
mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan
masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih
baik atau banyak.
4) Sternberg (1988), kreativitas merupakan titik
pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis, yaitu intelegensi, gaya
kognitif, dan kepribadian atau motivasi.
5) Baron
(1969) yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau
menciptakan sesuatu yang baru.
6) Supriyadi
dalam Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati (2005:15) mengutarakan bahwa
kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik
berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah
ada. Selanjutnya ia menambahkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan berpikir
tingkat tinggi yang mengimplikasikan terjadinya eskalasi dalam kemampuan
berpikir, ditandai oleh suksesi, diskontinuitas, diverensiasi, dan integrasi
antara setiap tahap perkembangan.
7) Clark Moustakis
(1967), ahli psikologi humanistic menyatakan bahwa kreativitas adalah
pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam
bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan
orang lain.
8) Rhodes,
umumnya kreativitas didefinisikan sebagai Person,
Process, Press, Product. Keempat P
ini saling berkaitan, yaitu Pribadi (Person) kreatif yang melibatkan diri dalam
proses (Process) kreatif, dan dengan dorongan dan dukungan (Press) dari
lingkungan, menghasilkan produk (Product) kreatif.
9) Hulbeck
(1945), “Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the
environment in an unique and characteristic way”. Dimana tindakan kreatif
muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan
lingkungannya.
10) Haefele
(1962), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru
yang mempunyai makna social.
11) Torrance (1988),
kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat
dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan menguji dugaan atau
hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan
hasil-hasilnya.
Dari berbagai
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan makna dari
kreativitas dapat ditarik kesimpulan bahwa kreativitas adalah kemampuan menciptakan
sesuatu yang baru, proses konstruksi ide yang dapat diterapkan dalam
menyelesaikan masalah, serta suatu kegiatan yang bermanfaat.
Kreativitas peserta
didik dimungkinkan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila lingkungan
keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah, turut menunjang mereka dalam
mengekspresikan kreativitasnya. Kreativitas bukan hanya dalam lingkup pelajaran
kesenian (seni rupa, seni musik, seni pahat), tetapi dalam pelajaran lain pun
seringkali menuntut kreativitas yang tinggi. Pembelajaran kreatif yang membuat
siswa mengembangkan kreativitasnya. Itu berarti bahwa bahwa pembelajaran
kreatif itu membuat siswa aktif membangkitkan kreativitasnya sendiri.
Mengembangkan
kreativitas siswa dalam pembelajaran berarti mengembangkan kompetensi untuk
memenuhi standar proses atau produk belajar yang selalu diperbarui. Disini
diperlukan strategi agar siswa mampu menghasilkan gagasan yang baru, cara baru,
disain baru, model baru atau sesuatu yang lebih baik daripada yang sudah ada
sebelumnya. Segala sesuatu yang baru itu muncul dengan pemicu, di antaranya karena
tumbuh dari informasi yang baru, penemuan baru, teknologi baru, strategi
belajar yang baru yang lebih variatif, sistem kolaborasi dan kompetisi yang
baru, eksplorasi ke wilayah sumber informasi baru, menjelajah forum
komunikasi baru, mengembangkan strategi penilaian yang baru yang lebih
variatif. Yang lebih penting dari itu adalah melaksanakan perencanaan belajar
dalam implementasi belajar kegiatan sebagai proses kreatif dan menetapkan target
mutu produk belajar sebagai produk kreatif yang inovatif.
Indikator
kreativitas dalam perencanaan belajar jika guru menetapkan target-target
berikut:
- Proses
pembelajaran dirancang untuk membangun pengalaman belajar yang baru bagi
siswa.
- Proses
pembelajaran dirancang agar siswa memperoleh informasi terbaru.
- Proses
belajar dirancang sehingga siswa dapat mengembangkan pikiran atau ide-ide
baru.
- Proses
belajar dapat mengasilkan produk belajar yang berbeda dari produk
sebelumnya.
- Produk
belajar diekspersikan dan dikomunikasi melalui media yang kreatif.
Kreativitas membutuhkan rangsangan dari lingkungan untuk
berkembang secara optimal. Beberapa ahli mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan kreativitas. Amabile (Munandar, 1999) mengungkapkan
sikap orang tua yang secara langsung mempengaruhi kreativitas anaknya. Beberapa
faktor yang menentukan adalah:
1)
Kebebasan: orang tua yang percaya untuk
memberikan kebebasan kepada anak. Orang tua tidak otoriter, tidak terlalu
membatasi kegiatan anak, dan tidak terlalu cemas mengenai anak mereka.
2)
Respek: orang tua yang menghormati anaknya
sebagai individu, percaya akan kemampuan anak mereka, dan menghargaikeunikan
anak mereka. Sikap orang tua seperti ini akan menumbuhkan kepercayaan diri anak
untuk melakukan sesuatu yang orisinal.
3)
Kedekatan emosi yang sedang: kreativitas akan dapat dihambat
dengan suasana emosi yang mencerminkan rasa permusuhan, penolakan, ataurasa
terpisah. Tetapi, keterikatan emosi yang berlebihan juga tidak menunjang pengembangan
kreativitas karena anak akan bergantung kepada orang laindalam menentukan pendapat
atau minat. Perasaan disayangidan diterima tetapi tidak terlalu tergantung
kepada orang tua akan menimbulkan keberanian anak untuk menentukan pendapatnya.
4)
Prestasi bukan angka: orang tua anak kreatif menghargai
prestasi anak, mendorong anak untuk berusaha sebaik-baiknya, dan menghasilkan
karya-karya yang baik. Tetapi, mereka tidak terlalu menekankan mencapai angka
atau nilai tinggi, atau mencapai peringkat tertinggi.
5)
Orang tua aktif dan mandiri: sikap orang tua terhadap diri
sendiri amat penting karena orang tua merupakan model bagianak. Orang tua anak
yang kreatif merasa aman dan yakin tentang diri sendiri, tidak mempedulikan
status sosial dan tidak terlalu terpengaruh oleh tuntutansosial. Mereka juga
mempunyai banyak minat di dalam dan di luar rumah.
6)
Menghargai kreativitas: anak yang kreatif memperoleh
banyak dorongan dari orang tua untuk melakukan hal-hal yang kreatif.
Torrance (Ali & Asrori, 2005) menambahkan bahwa ada lima
bentuk interaksi orang tua dengan anak yang dapat mendorong perkembangan
kreativitas. Kelimanya ialah:
1)
menghormati
pertanyaan-pertanyaan yang tidak lazim;
2)
menghormati
gagasan-gagasan imajinatif;
3)
menunjukkan
kepada anak bahwa gagasan yang dikemukakan anak bernilai;
4)
memberikan
kesempatan kepada anak untuk belajar atas prakarsanya sendiri atau memberikan
rewardkepada anak setelah ia menyelesaikan suatu pekerjaan; serta
5)
memberikan
kesempatan kepada anak untuk belajar tanpa suasana penilaian.
Jadi, bagaimana sikap orang tua dalam berinteraksi dengan
anaknya dapat mendorong berkembangnya kreativitas. Interaksi antara orang tua
dan anaknya bukanlah interaksi yang didasarkan atas situasi stimulus-respon.
Orang tua dan anak adalah subjek yang saling berinteraksi secara seimbang dan
saling tukar pengalaman.
2.2 Jenis-Jenis dari Kreativitas
Salah satu masalah yang kritis dalam
meneliti, mengidentifikasi, dan mengembangkan kreativitas ialah bahwa ada
begitu banyak definisi tentang kreativitas, tetapi tidak ada satu definisi pun
yang dapat diterima secara universal. Mengingat kompleksitas dari konsep
kreativitas tampaknya hal ini tidak mungkin karena kreativitas dapat ditinjau
dari berbagai aspek yang saling berkaitan tetapi penekanannya berbeda-beda.
Berdasarkan berbagai definisi kreativitas
itu, Rhodes (Munandar, 1999) mengelompokkan berbagai definisi tersebut ke dalam
empat kategori, yaitu person (pribadi), press (pendorong), process (proses),
dan product (produk). Berdasarkan
penjelasan Sternberg, sejumlah definisi kreatif yang tergolong ke dalam
kategori pribadi menyimpulkan bahwa
pribadi dari individu yang kreatif merupakan titik pertemuan antara intelegensi
(antara lain kemampuan verbal, pemikiran lancar, pengetahuan, perencanaan, perumusan
masalah, dan keterampilan pengambilan keputusan); gaya kognitif (antara lain
menciptakan aturan sendiri, melakukan hal-hal dengan caranya sendiri, menyukai
masalah yang tidak terlalu terstruktur, dan senang merancang); dan kepribadian
atau motivasi (antara lain kelenturan, dorongan untuk berprestasi, keuletan dalam
menghadapi rintangan, dan keberanian mengambil resiko yang moderat) (Munandar,
1999).
Kategori press atau dorongan, baik dorongan internal (dari diri sendiri
berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif)
maupun dorongan eksternal dari lingkungan social dan psikologis. Mengenai press
dari lingkungan, ada lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi
dan menekankan kreativitas dan inovasi. Kreativitas juga tidak berkembang dalam
kebudayaan yang terlalu menekankan konformitas dan tradisi dan kurang terbuka
terhadap perubahan atau perkembangan baru.
Kategori proses, Torrance (Sternberg dalam Munandar, 1999) mengungkapkan
bahwa proses kreatif pada dasarnya serupa dengan langkah-langkah dalam metode
ilmiah, yaitu kesadaran adanya kesulitan atau masalah, membuat dugaan dan
hipotesa, menguji dugaan atau hipotesis, mengevaluasi dan menguji ulang
hipotesis, serta menyimpulkan hasil temuan.
Kategori produk kreatif menekankan defnisinya pada orisinalitas, kebaruan, dan
kebermaknaan. Produk yang dihasilkan merupakan kombinasi dari sesuatu yang sudah
ada sebelumnya, sebagai contoh misalnya kursi roda merupakan perpaduan antara
kursi dan roda. Produk kreatif memiliki karakteristik yaitu produk tersebut
harus nyata, baru, dan merupakan hasil unik individu dalam interaksinya dengan
lingkungannya (Rogers dalam Munandar, 1999).
Keempat kategori P ini saling berkaitan.
Pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif, dengan dukungan atau
dorongan dari lingkungan menghasilkan suatu produk keratif. Dengan demikian,
penting mengembangkan bakat kreatif seorang anak sejak dini yang dimulai dengan
dorongan dari lingkungan, terutama lingkungan keluarga.
2.3 Upaya Mengembangkan Kreativitas Peserta Didik Melalui Pembelajaran Sejarah
Fakta membuktikan bahwa masalah yang dihadapi dalam
konteks pendidikan di Indonesia memiliki kualitas rendah dibanding dengan
negara-negara maju lainnya. Itu dikarenakan kondisi Indonesia yang belum stabil
dan model serta sumber pembelajaran tergolong minim. Tujuan pembelajaran
sejarah (the objective of history teaching) bukan sekedar mentransfer
ilmu pengetahuan tetapi juga mentransfer nilai-nilai estetika. I Gede Wijaya
(1991) yang menyebutkan bahwa umumnya pembelajaran sejarah kurang menarik
karena mengulang materi yang sama dari tingkat SD sampai perguruan tinggi.
Akhirnya mata pelajaran sejarah dianggap dan dinilai oleh sebagian siswa
sebagai mata pelajaran yang membosankan.
Dalam proses pembelajaran sejarah yang ada kurang
mengikuti peserta didik serta banyak mentolerasi budaya diam di dalam
kelas. Faktor penyebabnya adalah materi sejarah bersifat informatif (pemindahan
kognitif) dan kurang memberikan rangsangan (stimulus response) bagi
daya nalar dan berpikir kritis Siswa. Faktor lainnya adalah kesenjangan antara
pembelajaran (teaching gab) nilai-nilai berharga yang dapat terlihat
dari sulitnya mengembangkan perspektif pengajar sejarah untuk mengantisipasi
masa depan dan model pembelajaran sejarah konvensional.
Sejarah seringkali menjadi pelajaran yang
membosankan para siswa. Mereka dijejali dengan nama-nama tokoh,
tempat dan tanggal suatu kejadian yang dianggap penting dalam suatu masa
atau kurun waktu yang terlalu sejarah. Juga tidak menarik, membosankan, bahkan
yang bosan mungkin termasuk guru-nya. Jika kondisi semacam ini terus menerus
dilakukan maka pembelajaran sejarah akan menjadi pelajaran yang masih
membosankan yang pada akhirnya berpengaruh negatif terhadap prestasi siswa dan
lulusan pendidikan sejarah akan memakai teori konvensional terus menerus.
Secara umum untuk dapat meninggkatkan kreativitas anak yang ditinjau
dari pendidik dapat dicapai dengan berbagai cara antara lain :
1) Kreativitas pendidik bagi
peningkatan minat siswa terhadap mata pelajaran. Produk kreatifitas guru
diharapkan akan memberikan situasi yang nyata pada proses pembelajaran. Selama
ini siswa dituntut untuk memiliki kemampuan verbalisme yang tinggi pada hal-hal
yang abstrak. Verbalisme adalah hal sangat sulit sekali dan membosankan bagi
siswa jika terus menerus dipacu di sekolah. Penerapan produk kreatifitas guru
misalnya berupa instrumen yang mampu mengajak siswa belajar ke dunia nyata
melalui visualisasi akan mampu menurunkan rasa bosan siswa dan meningkatkan
minatnya pada mata siswaan
2) Kreativitas pendidik dalam transfer
informasi lebih utuh. Hasil inovasi berupa instrumen bantu pendidikan akan
memberikan data atau informasi yang utuh, hal ini terlihat pada aktifnya indera
siswa, baik indera penglihatan, pendengaran dan penciuman, sehingga siswa
seakan-akan menemui situasi yang seperti aslinya. Produk kreativitas guru akan
melengkapi gambaran abstrak yang sebelumnya dipahami siswa dan membetulkan
pemahaman yang salah mengenai informasi yang didapatkan dari teks.
3) Kreativitas pendidik dalam
merangsang siswa untuk lebih berpikir secara ilmiah dalam mengamati gejala
masyarakat atau gejala alam yang menjadi objek kajian dalam belajar. Produk
kreativitas guru sangat penting dalam pengembangan kerangka berpikir ilmiah
berupa langkah rasional, sistematik, dan konsisten. Hasil-hasil kreativitas
guru akan merangsang siswa untuk membantu siswa dalam mengidentifikasi masalah,
observasi data, pengolahan data serta perumusan hipotesis.
4) Produk kreativitas pendidik akan
merangsang kreatifitas siswa. Kreatifitas guru dapat digunakan secara mandiri
oleh siswa, dimana siswa dapat mengembangkan kreativitasnya serta imajinasi dan
daya nalarnya dalam memahami materi yang diajarkan. Siswa akan memiliki
kelancaran, keluwesan, orisinalitas dan keunikan dalam berpikir.
Seorang
guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, Diharapkan
melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah
bagi siswa. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya
adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal. Guru harus memilih metode yang
paling tepat digunakan. Apakah tujuan yang akan dicapai pada ranah kognitif, afektif, atau psychomotor
perlu dipertimbangkan guru dalam menentukan metode.
Pembelajaran
sejarah yang bertujuan untuk mengembangkan ranah afektif, metode yang digunakan
tidak sama dengan metode untuk mencapai tujuan pembelajaran pada ranah kognitif.
Perbedaan penggunaan metode untuk mencapai ketiga tujuan itu harus tampak pada
hasil yang didapat setelah proses pembelajaran selesai. Untuk mencapai ranah
afektif diperlukan metode yang membentuk sikap siswa yang menitikberatkan pada
perasaan senang ataupun tidak senang terhadap pelajaran sejarah. Sedangkan
pencapaian ranah kognitif lebih kepada pengetahuan yang dimiliki siswa tentang
sejarah. Sedangkan untuk ranah psychomotorik dititikberatkan pada minat dan
bakat siswa. Penentuan metode apa yang akan digunakan bergantung kepada
beberapa faktor, yaitu tujuan yang akan dicapai, siswa yang berbagai ragam,
besar dan situasi kelas, fasilitas yang tersedia, topik yang akan dibicarakan,
dan kemampuan profesional guru.
1)
Dialog Interaktif
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003), dialog berarti percakapan antara
dua tokoh atau lebih. Sedangkan interaktif artinya bersifat saling
aktif. Dialog Interaktif merupakan kegiatan mengundang seorang atau beberapa
tokoh dengan tujuan membahas masalah aktual atau permasalahan yang menyangkut
kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Secara sederhana model dialog interaktif dalam pembelajaran
di kelas adalah diskusi yang dilakukan oleh siswa secara kelompok, dimana salah
seorang berperan sebagai presenter (pembawa acara) salah satu stasiun TV, dan
anggota lainnya berperan sebagai saksi sejarah, tokoh atau pakar dalam materi
sejarah yang sedang dipelajari. Mereka lalu terlibat dialog yang melibatkan
kelompok lain yang berperan sebagai pemirsa di studio atau di rumah. Kegiatan
pembelajaran diakhiri dengan perumusan kesimpulan, refleksi dan pemberian tugas
(PR).
Keunggulan model dialog interaktif
ini adalah siswa digiring untuk melakukan suatu aksi yang dekat dengan
keseharian mereka. Metode ini juga menarik karena mengajak siswa belajar sambil
bermain. Menurut Meier (2004:206), jika dilaksanakan secara bijaksana akan memberikan
manfaat : (1) menyingkirkan keseriusan yang menghambat; (2) menghilangkan stres
dalam lingkungan belajar; (3) mengajak siswa terlibat penuh dalam proses
pembelajaran; (4) meningkatkan kualitas proses belajar mengajar.
2)
Sinektik
Metode sinektik dapat menjadi salah
satu alternatif dalam kegiatan pembelajaran sejarah. Gordon menyebut metode
sinektik sebagai metode untuk meningkatkan kreativitas dengan meningkatkan
penggunaan analogi dalam berpikir kreatif. Metode tersebut meliputi beberapa
analogi sebagai berikut:
a) Analogi pribadi yang dapat membawa
seseorang ke dalam situasi yang dihadapi secara langsung.
b) Analogi yang langsung membantu
seseorang untuk menemukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi sekaligus
solusi yang disarankan.
c) Analogi simbolik yang menggunakan
penilaian objektif, impresional atau imajinasi yang positif untuk menggambarkan
suatu masalah.
Metode
sinektik membantu kreativitas kelompok untuk memecahkan masalah secara
bersama-sama mengarahkan alur pikir anggotanya. Dengan demikian partisipasi
individu untuk bergabung harus dilandasi oleh perasaan senang dan keinginan
yang tinggi dari anggota. Prosedur sinektik dapat dimanfaatkan dalam semua
bidang studi. Dua strategi pembelajaran yang mendasari prosedur sinektik
menurut Peso adalah (1) menciptakan sesuatu yang baru dan (2) memperkenalkan
keanehan.
Strategi
pertama dirancang untuk membantu siswa dalam memahami masalah, ide, dan konsep
agar kreativitas siswa dapat berkembang. Strategi ini menggunakan
analogi-analogi untuk menciptakan konsep jarak dengan tujuan untuk
mengembangkan suatu pemahaman baru tentang konsep atau masalah. Dalam pelajaran
sejarah misalnya konsep tentang kebudayaan. Apa yang dimaksud dengan
kebudayaan, apakah ada hubungan antara kebudayaan dengan kesenian, mengapa kebudayaan
penting untuk dibicarakan.
Pada
strategi pembelajaran kedua diperlukan kreativitas guru untuk memilih dengan
cermat informasi berupa topik yang akan disampaikan pada siswa. Dalam hal ini
peranan guru sangat penting karena guru bukan hanya sekedar orang yang berdiri
di depan kelas tetapi harus aktif dan kreatif dalam mengarahkan perkembangan
anak didiknya.
Tujuan
strategi pembelajaran ini adalah untuk memecahkan masalah dengan pendekatan
baru yang lebih segar. Untuk pelaksanaannya tidak dapat hanya dilakukan sekali,
tetapi harus sering berlatih seperti kata Thorndike dalam Law of Exercise yang dikutip Hilgard & Bower bahwa makin sering
dilakukan latihan akan meningkatkan kemampuan siswa terhadap sesuatu. Metode
sinektik dapat dimanfaatkan oleh siswa semua tingkatan usia. Sinektik merupakan
cara baru untuk mengenal ide yang masih “asing’ bagi siswa dan akan menghasilkan
perspektif baru.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belajar kreatif telah menjadi bagian
penting dalam wacana peningkatan mutu pembelajaran. Hingga kini kreativitas
telah diterima baik sebagai kompetensi yang melekat pada proses dan hasil
belajar. Inti kreativitas adalah menghasilkan sesuatu yang lebih baik atau
sesuatu yang baru.
Mata
Pelajaran IPS Sejarah merupakan pengetahuan tentang peristiwa dan perubahan
masyarakat masa lalu dengan prinsip sebab akibat dan kronologis peristiwa yang
terjadi di masyarakat. Dengan mempelajari sejarah diharapkan siswa mampu
memahami fakta, peristiwa dan perubahan masyarakat masa lalu, mengembangkan
cara berfikir kritis dan mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya dalam
kehidupan sehari-hari.
Sejarah seringkali menjadi pelajaran
yang membosankan para siswa. Mereka dijejali dengan nama-nama tokoh,
tempat dan tanggal suatu kejadian yang dianggap penting dalam suatu masa
atau kurun waktu yang terlalu sejarah. Sehingga seorang guru
dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran. Diharapkan melalui
model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi
siswa. Karena kreativitas peserta
didik dimungkinkan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila lingkungan
keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah, turut menunjang mereka dalam
mengekspresikan kreativitasnya.
DAFRTAR PUSTAKA
Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Anonym. 2011. Hakikat Kreativitas dan Teori Kreativitas. Dalam http://club3ict.wordpress.com/2011/02/18/hakikat-kreativitas-dan-teori-kreativitas/
Anonym. Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada
Mata Pelajaran IPS Sejarah Melalui Pembelajaran Model Dialog Interaktif.
Dalam http://www.tuanguru.com/2011/06/pembelajaran-model-dialog-interaktif.html
Anonym. 2011. Mengembangkan Kreativitas Siswa dalam
Pembelajaran Guru Pembaharu. Dalam http://gurupembaharu.com/home/mengembangkan-kreativitas-siswa-dalam-pembelajaran/
Budiman. 2013. Strategi Belajar Mengajar/Mengeksplorasi
Daya Kreatifitas Siswa Dalam Pembelajaran. Dalam http://bioners.wordpress.com/2013/03/15/mengeksplorasi-daya-kreatifitas-siswa-dalam-pembelajaran/
Manurung, Albert. 2012. Upaya yang dilakukan untuk mengembangkan
kreativitas anak dalam belajar ditinjau dari para pendidik. Dalam http://alberthmanurung.blogspot.com/2012/08/upaya-yang-dilakukan-untuk.html
Wicaksono, Dirgantara. 2013. Metode pembelajaran Sejarah dalam kurikulum
2013. Dalam http://dirgantarawicaksono.blogspot.com/2013/07/metode-pembelajaran-sejarah-dalam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar