Kamis, 25 Desember 2014

PENGEMBANGAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd.



Oleh  :
Hajar Riza Asyiyah   (120210302051)

Kelas B


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pengembangan Kreatitivitas Peserta Didik dalam Pembelajaran Sejarah” dengan tepat waktu. Penulisan makalah ini, kami gunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi.
Terima kasih kami sampaikan kepada Dr. Suranto, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada kami dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, sehingga kami selaku penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang nantinya akan kami gunakan sebagai perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.




Jember. September 2014
Penyusun



DAFTAR ISI







BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Salah satu potensi penting yang diharapkan berkembang dalam diri siswa melalui aktivitas pembelajaran di sekolah adalah kreativitas. Hal ini didasarkan pada berbagai hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa salah satu kunci keberhasilan seorang dalam persaingan dunia kerja  adalah terletak pada daya kreatifitas yang dimilikinya. Antara Kesuksesan dan kreativitas adalah dua hal yang saling mendukung satu sama lain. Mereka yang paling kreatif itulah biasanya yang paling sukses. Jika ingin meningkatkan peluang sukses, maka tingkatkanlah kreativitas. Semakin kreatif, semakin tinggi juga tingkat stimulasinya, sekaligus berdampak pada meningkatnya kegairahan kerjanya, Sehingga semakin besar kesempatan untuk memperoleh kesuksesan. Oleh karena itu, pengembangan daya kreativitas dinilai penting dalam menyiapkan peserta didik untuk berkompetisi dalam dunia kerja di masa yang akan datang.
Belajar kreatif telah menjadi bagian penting dalam wacana peningkatan mutu pembelajaran. Hingga kini kreativitas telah diterima baik sebagai kompetensi yang melekat pada proses dan hasil belajar. Inti kreativitas adalah menghasilkan sesuatu yang lebih baik atau sesuatu yang baru.
Mata Pelajaran IPS Sejarah merupakan pengetahuan tentang peristiwa dan perubahan masyarakat masa lalu dengan prinsip sebab akibat dan kronologis peristiwa yang terjadi di masyarakat. Dengan mempelajari sejarah diharapkan siswa mampu memahami fakta, peristiwa dan perubahan masyarakat masa lalu, mengembangkan cara berfikir kritis dan mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya minat dan rendahnya prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran Sejarah khususnya perlu adanya upaya untuk mengembangkan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran Sejarah.

1.2  Rumusan Masalah

1.1.1        Bagaimanakah konsep dasar dari kreativitas ?
1.1.2        Apa sajakah jenis-jenis dari kreativitas ?
1.1.3        Bagaimanakah upaya mengembangkan kreativitas peserta didik melalui pembelajaran sejarah ?

1.3  Tujuan

1.3.1        Untuk mengetahui konsep dasar dari kreativitas.
1.3.2        Untuk mengetahui jenis-jenis dari kreativitas.
1.3.3        Untuk mengetahui upaya mengembangkan kreativitas peserta didik melalui pembelajaran sejarah.

1.4  Manfaat

Dengan adanya pembahasan mengenai pengembangan kreatifitas peserta didik melalui pembelajaran Sejarah, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi tenaga pendidik dan juga peserta didik khususnya agar lebih menyukai dan mempunyai minat lebih dalam mengikuti pembelajaran Sejarah.



BAB 2. PEMBAHASAN

2.1  Konsep Dasar dari Kreativitas

Walaupun ada pengakuan ilmiah terhadap pentingnya kreativitas, namun hingga kini hanya sedikit sekali penelitian yang telah dilakukan. Hal itu disebabkan adanya kesulitan metodologi dan karena adanya keyakinan bahwa kreativitas adalah suatu faktor bawaan individual sehingga hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk mengendalikannya. Beberapa pengertian kreativitas menurut para ahli, diantaranya:
1)      Utami Munandar (1995:25) kreativitas adalah suatu kemampuan umum untuk menciptakan suatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.
2)      Imam Musbikin (2006:6) kreativitas adalah kemampuan memulai ide, melihat hubungan yang baru, atau tak diduga sebelumnya, kemampuan memformulasikan konsep yang tak sekedar menghafal, menciptakan jawaban baru untuk soal-soal yang ada, dan mendapatkan pertanyaan baru yang perlu di jawab.
3)      Mangunhardjana (1986:11) adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya berguna (useful), lebih enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik atau banyak.
4)      Sternberg (1988), kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis, yaitu intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian atau motivasi.
5)      Baron (1969) yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru.
6)      Supriyadi dalam Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati (2005:15) mengutarakan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada. Selanjutnya ia menambahkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mengimplikasikan terjadinya eskalasi dalam kemampuan berpikir, ditandai oleh suksesi, diskontinuitas, diverensiasi, dan integrasi antara setiap tahap perkembangan.
7)      Clark Moustakis (1967), ahli psikologi humanistic menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain.
8)      Rhodes, umumnya kreativitas didefinisikan sebagai Person, Process, Press, Product. Keempat P ini saling berkaitan, yaitu Pribadi (Person) kreatif yang melibatkan diri dalam proses (Process) kreatif, dan dengan dorongan dan dukungan (Press) dari lingkungan, menghasilkan produk (Product) kreatif.
9)      Hulbeck (1945), “Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an unique and characteristic way”. Dimana tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya.
10)  Haefele (1962), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna social.
11)  Torrance (1988), kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya.
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan makna dari kreativitas dapat ditarik kesimpulan bahwa kreativitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru, proses konstruksi ide yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah, serta suatu kegiatan yang bermanfaat.
Kreativitas peserta didik dimungkinkan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah, turut menunjang mereka dalam mengekspresikan kreativitasnya. Kreativitas bukan hanya dalam lingkup pelajaran kesenian (seni rupa, seni musik, seni pahat), tetapi dalam pelajaran lain pun seringkali menuntut kreativitas yang tinggi. Pembelajaran kreatif yang membuat siswa mengembangkan kreativitasnya. Itu berarti bahwa bahwa pembelajaran kreatif itu membuat siswa aktif membangkitkan kreativitasnya sendiri.
Mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran berarti mengembangkan kompetensi untuk memenuhi standar proses atau produk belajar yang selalu diperbarui. Disini diperlukan strategi agar siswa mampu menghasilkan gagasan yang baru, cara baru, disain baru, model baru atau sesuatu yang lebih baik daripada yang sudah ada sebelumnya. Segala sesuatu yang baru itu muncul dengan pemicu, di antaranya karena tumbuh dari  informasi yang baru, penemuan baru, teknologi baru, strategi belajar yang baru yang lebih variatif, sistem kolaborasi dan kompetisi yang baru, eksplorasi  ke wilayah sumber informasi baru, menjelajah forum komunikasi baru, mengembangkan strategi penilaian yang baru yang lebih variatif. Yang lebih penting dari itu adalah melaksanakan perencanaan belajar dalam implementasi belajar kegiatan sebagai proses kreatif dan menetapkan target mutu produk belajar sebagai produk kreatif yang inovatif.
Indikator kreativitas dalam perencanaan belajar jika guru menetapkan target-target berikut:
  • Proses pembelajaran dirancang untuk membangun pengalaman belajar yang baru bagi siswa.
  • Proses pembelajaran dirancang agar siswa memperoleh informasi terbaru.
  • Proses belajar dirancang sehingga siswa dapat mengembangkan pikiran atau ide-ide baru.
  • Proses belajar dapat mengasilkan produk belajar yang berbeda dari produk sebelumnya.
  • Produk belajar diekspersikan dan dikomunikasi melalui media yang kreatif.
Kreativitas membutuhkan rangsangan dari lingkungan untuk berkembang secara optimal. Beberapa ahli mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kreativitas. Amabile (Munandar, 1999) mengungkapkan sikap orang tua yang secara langsung mempengaruhi kreativitas anaknya. Beberapa faktor yang menentukan adalah:
1)      Kebebasan: orang tua yang percaya untuk memberikan kebebasan kepada anak. Orang tua tidak otoriter, tidak terlalu membatasi kegiatan anak, dan tidak terlalu cemas mengenai anak mereka.
2)      Respek: orang tua yang menghormati anaknya sebagai individu, percaya akan kemampuan anak mereka, dan menghargaikeunikan anak mereka. Sikap orang tua seperti ini akan menumbuhkan kepercayaan diri anak untuk melakukan sesuatu yang orisinal.
3)      Kedekatan emosi yang sedang: kreativitas akan dapat dihambat dengan suasana emosi yang mencerminkan rasa permusuhan, penolakan, ataurasa terpisah. Tetapi, keterikatan emosi yang berlebihan juga tidak menunjang pengembangan kreativitas karena anak akan bergantung kepada orang laindalam menentukan pendapat atau minat. Perasaan disayangidan diterima tetapi tidak terlalu tergantung kepada orang tua akan menimbulkan keberanian anak untuk menentukan pendapatnya.
4)      Prestasi bukan angka: orang tua anak kreatif menghargai prestasi anak, mendorong anak untuk berusaha sebaik-baiknya, dan menghasilkan karya-karya yang baik. Tetapi, mereka tidak terlalu menekankan mencapai angka atau nilai tinggi, atau mencapai peringkat tertinggi.
5)      Orang tua aktif dan mandiri: sikap orang tua terhadap diri sendiri amat penting karena orang tua merupakan model bagianak. Orang tua anak yang kreatif merasa aman dan yakin tentang diri sendiri, tidak mempedulikan status sosial dan tidak terlalu terpengaruh oleh tuntutansosial. Mereka juga mempunyai banyak minat di dalam dan di luar rumah.
6)      Menghargai kreativitas: anak yang kreatif memperoleh banyak dorongan dari orang tua untuk melakukan hal-hal yang kreatif.
Torrance (Ali & Asrori, 2005) menambahkan bahwa ada lima bentuk interaksi orang tua dengan anak yang dapat mendorong perkembangan kreativitas. Kelimanya ialah:
1)      menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak lazim;
2)      menghormati gagasan-gagasan imajinatif;
3)      menunjukkan kepada anak bahwa gagasan yang dikemukakan anak bernilai;
4)      memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar atas prakarsanya sendiri atau memberikan rewardkepada anak setelah ia menyelesaikan suatu pekerjaan; serta
5)      memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar tanpa suasana penilaian.
Jadi, bagaimana sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya dapat mendorong berkembangnya kreativitas. Interaksi antara orang tua dan anaknya bukanlah interaksi yang didasarkan atas situasi stimulus-respon. Orang tua dan anak adalah subjek yang saling berinteraksi secara seimbang dan saling tukar pengalaman.

2.2  Jenis-Jenis dari Kreativitas

Salah satu masalah yang kritis dalam meneliti, mengidentifikasi, dan mengembangkan kreativitas ialah bahwa ada begitu banyak definisi tentang kreativitas, tetapi tidak ada satu definisi pun yang dapat diterima secara universal. Mengingat kompleksitas dari konsep kreativitas tampaknya hal ini tidak mungkin karena kreativitas dapat ditinjau dari berbagai aspek yang saling berkaitan tetapi penekanannya berbeda-beda.
Berdasarkan berbagai definisi kreativitas itu, Rhodes (Munandar, 1999) mengelompokkan berbagai definisi tersebut ke dalam empat kategori, yaitu person (pribadi), press (pendorong), process (proses), dan product (produk). Berdasarkan penjelasan Sternberg, sejumlah definisi kreatif yang tergolong ke dalam kategori pribadi menyimpulkan bahwa pribadi dari individu yang kreatif merupakan titik pertemuan antara intelegensi (antara lain kemampuan verbal, pemikiran lancar, pengetahuan, perencanaan, perumusan masalah, dan keterampilan pengambilan keputusan); gaya kognitif (antara lain menciptakan aturan sendiri, melakukan hal-hal dengan caranya sendiri, menyukai masalah yang tidak terlalu terstruktur, dan senang merancang); dan kepribadian atau motivasi (antara lain kelenturan, dorongan untuk berprestasi, keuletan dalam menghadapi rintangan, dan keberanian mengambil resiko yang moderat) (Munandar, 1999).
Kategori press atau dorongan, baik dorongan internal (dari diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif) maupun dorongan eksternal dari lingkungan social dan psikologis. Mengenai press dari lingkungan, ada lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi dan menekankan kreativitas dan inovasi. Kreativitas juga tidak berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan konformitas dan tradisi dan kurang terbuka terhadap perubahan atau perkembangan baru.
Kategori proses, Torrance (Sternberg dalam Munandar, 1999) mengungkapkan bahwa proses kreatif pada dasarnya serupa dengan langkah-langkah dalam metode ilmiah, yaitu kesadaran adanya kesulitan atau masalah, membuat dugaan dan hipotesa, menguji dugaan atau hipotesis, mengevaluasi dan menguji ulang hipotesis, serta menyimpulkan hasil temuan.
Kategori produk kreatif menekankan defnisinya pada orisinalitas, kebaruan, dan kebermaknaan. Produk yang dihasilkan merupakan kombinasi dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya, sebagai contoh misalnya kursi roda merupakan perpaduan antara kursi dan roda. Produk kreatif memiliki karakteristik yaitu produk tersebut harus nyata, baru, dan merupakan hasil unik individu dalam interaksinya dengan lingkungannya (Rogers dalam Munandar, 1999).
Keempat kategori P ini saling berkaitan. Pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif, dengan dukungan atau dorongan dari lingkungan menghasilkan suatu produk keratif. Dengan demikian, penting mengembangkan bakat kreatif seorang anak sejak dini yang dimulai dengan dorongan dari lingkungan, terutama lingkungan keluarga.

2.3  Upaya Mengembangkan Kreativitas Peserta Didik Melalui Pembelajaran Sejarah

Fakta membuktikan bahwa masalah yang dihadapi dalam konteks pendidikan di Indonesia memiliki kualitas rendah dibanding dengan negara-negara maju lainnya. Itu dikarenakan kondisi Indonesia yang belum stabil dan model serta sumber pembelajaran tergolong minim. Tujuan pembelajaran sejarah (the objective of history teaching) bukan sekedar mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga mentransfer nilai-nilai estetika. I Gede Wijaya (1991) yang menyebutkan bahwa umumnya pembelajaran sejarah kurang menarik karena mengulang materi yang sama dari tingkat SD sampai perguruan tinggi. Akhirnya mata pelajaran sejarah dianggap dan dinilai oleh sebagian siswa sebagai mata pelajaran yang membosankan.
Dalam proses pembelajaran sejarah yang ada kurang mengikuti peserta didik  serta banyak mentolerasi budaya diam di dalam kelas. Faktor penyebabnya adalah materi sejarah bersifat informatif (pemindahan kognitif) dan kurang memberikan rangsangan (stimulus response) bagi daya nalar dan berpikir kritis Siswa. Faktor lainnya adalah kesenjangan antara pembelajaran (teaching gab) nilai-nilai berharga yang dapat terlihat dari sulitnya mengembangkan perspektif pengajar sejarah untuk mengantisipasi masa depan dan model pembelajaran sejarah konvensional.
Sejarah seringkali menjadi pelajaran yang membosankan para siswa. Mereka  dijejali dengan nama-nama tokoh, tempat  dan tanggal suatu kejadian yang dianggap penting dalam suatu masa atau kurun waktu yang terlalu sejarah. Juga tidak menarik, membosankan, bahkan yang bosan mungkin termasuk guru-nya. Jika kondisi semacam ini terus menerus dilakukan maka pembelajaran sejarah akan menjadi pelajaran yang masih membosankan yang pada akhirnya berpengaruh negatif terhadap prestasi siswa dan lulusan pendidikan sejarah akan memakai teori konvensional terus menerus.
Secara umum untuk dapat meninggkatkan kreativitas anak yang ditinjau dari pendidik dapat dicapai dengan berbagai cara antara lain :
1)      Kreativitas pendidik bagi peningkatan minat siswa terhadap mata pelajaran. Produk kreatifitas guru diharapkan akan memberikan situasi yang nyata pada proses pembelajaran. Selama ini siswa dituntut untuk memiliki kemampuan verbalisme yang tinggi pada hal-hal yang abstrak. Verbalisme adalah hal sangat sulit sekali dan membosankan bagi siswa jika terus menerus dipacu di sekolah. Penerapan produk kreatifitas guru misalnya berupa instrumen yang mampu mengajak siswa belajar ke dunia nyata melalui visualisasi akan mampu menurunkan rasa bosan siswa dan meningkatkan minatnya pada mata siswaan
2)      Kreativitas pendidik dalam transfer informasi lebih utuh. Hasil inovasi berupa instrumen bantu pendidikan akan memberikan data atau informasi yang utuh, hal ini terlihat pada aktifnya indera siswa, baik indera penglihatan, pendengaran dan penciuman, sehingga siswa seakan-akan menemui situasi yang seperti aslinya. Produk kreativitas guru akan melengkapi gambaran abstrak yang sebelumnya dipahami siswa dan membetulkan pemahaman yang salah mengenai informasi yang didapatkan dari teks.
3)      Kreativitas pendidik dalam merangsang siswa untuk lebih berpikir secara ilmiah dalam mengamati gejala masyarakat atau gejala alam yang menjadi objek kajian dalam belajar. Produk kreativitas guru sangat penting dalam pengembangan kerangka berpikir ilmiah berupa langkah rasional, sistematik, dan konsisten. Hasil-hasil kreativitas guru akan merangsang siswa untuk membantu siswa dalam mengidentifikasi masalah, observasi data, pengolahan data serta perumusan hipotesis.
4)      Produk kreativitas pendidik akan merangsang kreatifitas siswa. Kreatifitas guru dapat digunakan secara mandiri oleh siswa, dimana siswa dapat mengembangkan kreativitasnya serta imajinasi dan daya nalarnya dalam memahami materi yang diajarkan. Siswa akan memiliki kelancaran, keluwesan, orisinalitas dan keunikan dalam berpikir.
Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, Diharapkan melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi siswa. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal. Guru harus memilih metode yang paling tepat digunakan. Apakah tujuan yang akan dicapai pada ranah kognitif, afektif, atau psychomotor perlu dipertimbangkan guru dalam menentukan metode.
Pembelajaran sejarah yang bertujuan untuk mengembangkan ranah afektif, metode yang digunakan tidak sama dengan metode untuk mencapai tujuan pembelajaran pada ranah kognitif. Perbedaan penggunaan metode untuk mencapai ketiga tujuan itu harus tampak pada hasil yang didapat setelah proses pembelajaran selesai. Untuk mencapai ranah afektif diperlukan metode yang membentuk sikap siswa yang menitikberatkan pada perasaan senang ataupun tidak senang terhadap pelajaran sejarah. Sedangkan pencapaian ranah kognitif lebih kepada pengetahuan yang dimiliki siswa tentang sejarah. Sedangkan untuk ranah psychomotorik dititikberatkan pada minat dan bakat siswa. Penentuan metode apa yang akan digunakan bergantung kepada beberapa faktor, yaitu tujuan yang akan dicapai, siswa yang berbagai ragam, besar dan situasi kelas, fasilitas yang tersedia, topik yang akan dibicarakan, dan kemampuan profesional guru.
1)      Dialog Interaktif
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003), dialog berarti percakapan antara dua tokoh atau lebih. Sedangkan interaktif artinya bersifat saling aktif. Dialog Interaktif merupakan kegiatan mengundang seorang atau beberapa tokoh dengan tujuan membahas masalah aktual atau permasalahan yang menyangkut kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Secara sederhana model dialog interaktif dalam pembelajaran di kelas adalah diskusi yang dilakukan oleh siswa secara kelompok, dimana salah seorang berperan sebagai presenter (pembawa acara) salah satu stasiun TV, dan anggota lainnya berperan sebagai saksi sejarah, tokoh atau pakar dalam materi sejarah yang sedang dipelajari. Mereka lalu terlibat dialog yang melibatkan kelompok lain yang berperan sebagai pemirsa di studio atau di rumah. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan perumusan kesimpulan, refleksi dan pemberian tugas (PR).
Keunggulan model dialog interaktif ini adalah siswa digiring untuk melakukan suatu aksi yang dekat dengan keseharian mereka. Metode ini juga menarik karena mengajak siswa belajar sambil bermain. Menurut Meier (2004:206), jika dilaksanakan secara bijaksana akan memberikan manfaat : (1) menyingkirkan keseriusan yang menghambat; (2) menghilangkan stres dalam lingkungan belajar; (3) mengajak siswa terlibat penuh dalam proses pembelajaran; (4) meningkatkan kualitas proses belajar mengajar.
2)      Sinektik
            Metode sinektik dapat menjadi salah satu alternatif dalam kegiatan pembelajaran sejarah. Gordon menyebut metode sinektik sebagai metode untuk meningkatkan kreativitas dengan meningkatkan penggunaan analogi dalam berpikir kreatif. Metode tersebut meliputi beberapa analogi sebagai berikut:
a)      Analogi pribadi yang dapat membawa seseorang ke dalam situasi yang dihadapi secara langsung.
b)      Analogi yang langsung membantu seseorang untuk menemukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi sekaligus solusi yang disarankan.
c)      Analogi simbolik yang menggunakan penilaian objektif, impresional atau imajinasi yang positif untuk menggambarkan suatu masalah.

            Metode sinektik membantu kreativitas kelompok untuk memecahkan masalah secara bersama-sama mengarahkan alur pikir anggotanya. Dengan demikian partisipasi individu untuk bergabung harus dilandasi oleh perasaan senang dan keinginan yang tinggi dari anggota. Prosedur sinektik dapat dimanfaatkan dalam semua bidang studi. Dua strategi pembelajaran yang mendasari prosedur sinektik menurut Peso adalah (1) menciptakan sesuatu yang baru dan (2) memperkenalkan keanehan.
            Strategi pertama dirancang untuk membantu siswa dalam memahami masalah, ide, dan konsep agar kreativitas siswa dapat berkembang. Strategi ini menggunakan analogi-analogi untuk menciptakan konsep jarak dengan tujuan untuk mengembangkan suatu pemahaman baru tentang konsep atau masalah. Dalam pelajaran sejarah misalnya konsep tentang kebudayaan. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan, apakah ada hubungan antara kebudayaan dengan kesenian, mengapa kebudayaan penting untuk dibicarakan.
            Pada strategi pembelajaran kedua diperlukan kreativitas guru untuk memilih dengan cermat informasi berupa topik yang akan disampaikan pada siswa. Dalam hal ini peranan guru sangat penting karena guru bukan hanya sekedar orang yang berdiri di depan kelas tetapi harus aktif dan kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya.
            Tujuan strategi pembelajaran ini adalah untuk memecahkan masalah dengan pendekatan baru yang lebih segar. Untuk pelaksanaannya tidak dapat hanya dilakukan sekali, tetapi harus sering berlatih seperti kata Thorndike dalam Law of Exercise yang dikutip Hilgard & Bower bahwa makin sering dilakukan latihan akan meningkatkan kemampuan siswa terhadap sesuatu. Metode sinektik dapat dimanfaatkan oleh siswa semua tingkatan usia. Sinektik merupakan cara baru untuk mengenal ide yang masih “asing’ bagi siswa dan akan menghasilkan perspektif baru.





BAB 3. PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Belajar kreatif telah menjadi bagian penting dalam wacana peningkatan mutu pembelajaran. Hingga kini kreativitas telah diterima baik sebagai kompetensi yang melekat pada proses dan hasil belajar. Inti kreativitas adalah menghasilkan sesuatu yang lebih baik atau sesuatu yang baru.
Mata Pelajaran IPS Sejarah merupakan pengetahuan tentang peristiwa dan perubahan masyarakat masa lalu dengan prinsip sebab akibat dan kronologis peristiwa yang terjadi di masyarakat. Dengan mempelajari sejarah diharapkan siswa mampu memahami fakta, peristiwa dan perubahan masyarakat masa lalu, mengembangkan cara berfikir kritis dan mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari.
Sejarah seringkali menjadi pelajaran yang membosankan para siswa. Mereka  dijejali dengan nama-nama tokoh, tempat  dan tanggal suatu kejadian yang dianggap penting dalam suatu masa atau kurun waktu yang terlalu sejarah. Sehingga seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran. Diharapkan melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi siswa. Karena kreativitas peserta didik dimungkinkan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah, turut menunjang mereka dalam mengekspresikan kreativitasnya.



DAFRTAR PUSTAKA

Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Anonym. 2011. Hakikat Kreativitas dan Teori Kreativitas. Dalam http://club3ict.wordpress.com/2011/02/18/hakikat-kreativitas-dan-teori-kreativitas/
Anonym. Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS Sejarah Melalui Pembelajaran Model Dialog Interaktif. Dalam http://www.tuanguru.com/2011/06/pembelajaran-model-dialog-interaktif.html
Anonym. 2011. Mengembangkan Kreativitas Siswa dalam Pembelajaran   Guru Pembaharu. Dalam http://gurupembaharu.com/home/mengembangkan-kreativitas-siswa-dalam-pembelajaran/
Budiman. 2013. Strategi Belajar Mengajar/Mengeksplorasi Daya Kreatifitas Siswa Dalam Pembelajaran. Dalam http://bioners.wordpress.com/2013/03/15/mengeksplorasi-daya-kreatifitas-siswa-dalam-pembelajaran/
Manurung, Albert. 2012. Upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kreativitas anak dalam belajar ditinjau dari para pendidik. Dalam http://alberthmanurung.blogspot.com/2012/08/upaya-yang-dilakukan-untuk.html
Wicaksono, Dirgantara. 2013. Metode pembelajaran Sejarah dalam kurikulum 2013. Dalam http://dirgantarawicaksono.blogspot.com/2013/07/metode-pembelajaran-sejarah-dalam.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.